Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sidang Sengketa Pilpres, Kapasitas Jokowi Gunakan Intelijen untuk Tahu Arah Parpol Dipertanyakan

Kompas.com - 27/03/2024, 18:57 WIB
Nirmala Maulana Achmad,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kubu calon presiden dan wakil presiden nomor urut 1 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar mempertanyakan kapasitas Presiden Joko Widodo (Jokowi) menggunakan intelijen untuk mengetahui arah sikap partai politik menjelang pemilihan umum (Pemilu) 2024.

Pertanyaan tersebut disampaikan Tim Hukum Anies-Muhaimin, Bambang Widjojanto, dalam sidang sengketa hasil pemilihan presiden (Pilpres) 2024 di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta Pusat, Rabu (27/3/2024).

Bambang mempertanyakan hal itu dalam paparannya pada bagian “keterlibatan aparat negara untuk memenangkan paslon 02”.

Baca juga: Hotman Paris: Gugatan Anies-Muhaimin Bisa Dijawab dengan 1 Paragraf Saja

“Awalnya, presiden menyalahgunakan fasilitas negara yang menyatakan bahwa dirinya mendapatkan informasi dari komunitas intelijen mengenai surveillance partai politik, itu tanggal 16 September 2023,” kata Bambang.

Bambang pun mempertanyakan kapasitas Jokowi menggunakan data intelijen untuk mengatahui arah parpol.

“Timbul pertanyaan: dalam kapasitas apa Presiden Jokowi menggunakan BIN (Badan Intelijen Negara) untuk mengetahui data survei dan arah partai politik?” tutur Bambang.

“Apakah sebagai kepala pemerintahan, pelaku politik, atau yang terafiliasi dengan kepentingan calon?” kata eks Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu.

Baca juga: Kubu Anies dan Ganjar Rampung Beri Keterangan, MK Lanjutkan Sidang Sengketa Pilpres Besok

Bambang mengatakan, selain menggunakan intelijen sebagai upaya memenangkan kontestasi Pilpres 2024, Presiden Jokowi menggerakan atau setidaknya membiarkan para menterinya berkampanye memenangkan capres-cawapres nomor urut 2 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.

Sementara itu, Peneliti Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Diandra Megaputri Mengko mengatakan, sesuai dengan ketentuan hukum, khususnya Undang-Undang Nomor 17 tahun 2011 tentang Intelijen, presiden tentu dapat menggunakan data intelijen dan mengerahkan intelijen.

Namun, kata Diandra, persoalannya bukan penggunaan dan pengerahan intelijen oleh Presiden Jokowi.

“Tetapi pada peruntukkannya, dalam konteks ini adalah untuk memonitor dinamika internal partai politik,” kata Diandra kepada Kompas.com, Rabu.

Baca juga: Tim Anies-Muhaimin: Jokowi Sengaja Naikkan Tunjangan Pegawai Bawaslu untuk Pengaruhi Netralitas

Diandra menyebut, peruntukan atau ruang kerja intelijen negara sudah cukup jelas diatur dalam UU Intelijen. Intinya untuk mengantisipasi dan menghalau segala bentuk ancaman terhadap keamanan nasional.

“Sehingga peristiwa pengerahan intelijen untuk memonitor dinamika internal partai politik mengindikasikan adanya permasalahan, karena hingga saat ini tidak jelas, apa alasan menempatkan partai politik sebagai ancaman keamanan nasional?” tutur Diandra.

Terlebih, tidak ada argumentasi ancaman keamanan nasional apa pun yang dinyatakan oleh pemerintah terkait parpol usai pernyataan Jokowi itu.

“Praktik semacam ini memang mengindikasikan adanya penyalahgunaan intelijen. Karena balik lagi, intelijen negara yang seharusnya digunakan untuk menghadapi ancaman keamanan nasional, tetapi pada kasus ini terindikasi digunakan untuk sesuatu yang di luar ancaman keamanan nasional, dan lebih mengindikasikan penggunaannya untuk kepentingan kelompok,” kata Diandra.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Korlantas Polri Kerahkan 1.530 Personel BKO untuk Agenda World Water Forum Bali

Korlantas Polri Kerahkan 1.530 Personel BKO untuk Agenda World Water Forum Bali

Nasional
Program Deradikalisasi BNPT Diapresiasi Selandia Baru

Program Deradikalisasi BNPT Diapresiasi Selandia Baru

Nasional
Kirim Surat Tilang Lewat WA Disetop Sementara, Kembali Pakai Pos

Kirim Surat Tilang Lewat WA Disetop Sementara, Kembali Pakai Pos

Nasional
Polri Setop Sementara Kirim Surat Tilang Lewat WhatsApp, Bakal Evaluasi Lebih Dulu

Polri Setop Sementara Kirim Surat Tilang Lewat WhatsApp, Bakal Evaluasi Lebih Dulu

Nasional
Selain Eko Patrio, PAN Juga Dorong Yandri Susanto Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran

Selain Eko Patrio, PAN Juga Dorong Yandri Susanto Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Fahira Idris Kecam Serangan di Rafah, Sebut Israel dan Sekutu Aib Peradaban Umat Manusia

Fahira Idris Kecam Serangan di Rafah, Sebut Israel dan Sekutu Aib Peradaban Umat Manusia

Nasional
PELNI Buka Lowongan Kerja Nahkoda dan KKM Periode Mei 2024

PELNI Buka Lowongan Kerja Nahkoda dan KKM Periode Mei 2024

Nasional
Ungkit Kasus Firli dan Lili, ICW Ingatkan Jokowi Tak Salah Pilih Pansel Capim KPK

Ungkit Kasus Firli dan Lili, ICW Ingatkan Jokowi Tak Salah Pilih Pansel Capim KPK

Nasional
Biaya Ibadah Umrah dan Kurban SYL pun Hasil Memeras Pejabat Kementan

Biaya Ibadah Umrah dan Kurban SYL pun Hasil Memeras Pejabat Kementan

Nasional
SYL Sebut Perjalanan Dinas Atas Perintah Presiden untuk Kepentingan 280 Juta Penduduk

SYL Sebut Perjalanan Dinas Atas Perintah Presiden untuk Kepentingan 280 Juta Penduduk

Nasional
DKPP Sebut Anggarannya Turun saat Kebanjiran Kasus Pelanggaran Etik

DKPP Sebut Anggarannya Turun saat Kebanjiran Kasus Pelanggaran Etik

Nasional
Lima Direktorat di Kementan Patungan Rp 1 Miliar Bayari Umrah SYL

Lima Direktorat di Kementan Patungan Rp 1 Miliar Bayari Umrah SYL

Nasional
DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik, Diprediksi Terus Bertambah Jelang Pilkada

DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik, Diprediksi Terus Bertambah Jelang Pilkada

Nasional
KPK Bakal Usut Dugaan Oknum BPK Minta Rp 12 Miliar Terkait 'Food Estate' Ke Kementan

KPK Bakal Usut Dugaan Oknum BPK Minta Rp 12 Miliar Terkait "Food Estate" Ke Kementan

Nasional
Pejabat Kementan Tanggung Sewa 'Private Jet' SYL Rp 1 Miliar

Pejabat Kementan Tanggung Sewa "Private Jet" SYL Rp 1 Miliar

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com