Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

MK Diharap Tak Terpaku Angka Saat Tangani Sengketa Pilpres 2024

Kompas.com - 21/03/2024, 11:24 WIB
Aryo Putranto Saptohutomo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Konstitusi (MK) diharapkan melakukan terobosan dalam menangani potensi sengketa hasil pemilihan presiden (Pilpres) 2024 yang disebut-sebut bakal diajukan oleh kubu Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD.

Menurut pakar hukum tata negara Bivitri Susanti, MK sebaiknya melakukan langkah progresif dalam menangani potensi sengketa hasil Pilpres 2024 dengan tidak terlampau fokus memeriksa hasil penghitungan perolehan suara dalam formulir C.Hasil.

Bivitri menilai MK sebaiknya langsung fokus kepada dugaan kecurangan terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) dalam proses Pilpres 2024 seperti pengubahan aturan hukum sampai dugaan intervensi negara yang ditengarai menguntungkan salah satu kubu.

"Barangkali kalau misalnya para pemohon maupun hakim membuat pengadilannya lebih efisien sehingga langsung masuk ke persoalan TSM yang dugaan ini ya," kata Bivitri seperti dikutip dari program Obrolan Newsroom di Kompas.com, Rabu (20/3/2024).

Baca juga: Tim Hukum Anies-Muhamin Resmi Daftarkan Gugatan Pilpres 2024 ke MK

"Semuanya kan sudah terang ya, putusan Mahkamah Konstitusi nomor 90, bansos, langsung ke jantung persoalan, jadi efisien betul prosesnya enggak lagi memperdebatkan C.Hasil di sana, di sini, barangkali bisa dalam waktu yang sangat cepat," sambung Bivitri.

Bivitri mengatakan, MK mesti melakukan langkah progresif karena menurut undang-undang proses persidangan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) dibatasi hanya selama 14 hari.

Dia menilai jangka waktu itu kemungkinan besar tidak bakal cukup buat membongkar dugaan pelanggaran dalam Pilpres 2024 jika masih berkutat kepada data-data perbedaan hasil penghitungan suara.

Selain itu, jangka waktu 14 hari dianggap menyulitkan bagi saksi-saksi dihadirkan dalam persidangan oleh pemohon buat memberikan kesaksian yang utuh.

Baca juga: Tim Hukum Anies-Muhamin Bawa Tumpukan Berkas Saat Daftarkan Gugatan Pilpres ke MK

"Tapi terobosan-terobosan itu dibutuhkan karena 14 hari itu memang terlalu pendek. Mungkin dulu di undang-undang ditentukan seperti itu karena menghitung waktu yang pendek sejak masa penetapan hasil Pemilu dengan pelantikan. Kalau sekarang kan panjang nih 20 Oktober," ucap Bivitri yang merupakan pengajar di Sekolah Tinggi Hukum Jentera.

Bivitri melanjutkan, MK sebenarnya bisa mengambil sikap supaya sidang sengketa hasil Pilpres berjalan efektif dan efisien dengan mengesampingkan suatu pasal untuk tujuan-tujuan yang penting.


Dia mengambil contoh pada peristiwa di 2003. Pada saat itu MK mengesampingkan suatu pasal yang membuat mereka tidak bisa menguji Undang-Undang Advokat yang lahir sebelum amandemen konstitusi pada 2002.

"Saya sebenarnya punya harapan Mahkamah Konstitusi seprogresif itu sehingga dia misalnya mengesampingkan juga pasal itu, kalau dimungkinkan ya, kita nanti juga harus melakukan analisis," ujar salah satu pendiri Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) itu.

Sebagai informasi, KPU RI menetapkan pasangan calon presiden nomor urut 2 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka sebagai pemenang Pemilu Presiden (Pilpres) 2024.

Baca juga: Ketum PPP Minta Semua Kader dan Caleg Tetap Tenang, Fokus pada Gugatan di MK

Penetapan dilakukan setelah rekapitulasi hasil penghitungan dan perolehan suara tingkat nasional dinyatakan selesai pada Rabu (20/3/2024) pukul 22.19 WIB.

Rekapitulasi meliputi perolehan suara di 38 provinsi dan 128 wilayah luar negeri.

Halaman:
Baca tentang


Terkini Lainnya

Korlantas Polri Kerahkan 1.530 Personel BKO untuk Agenda World Water Forum Bali

Korlantas Polri Kerahkan 1.530 Personel BKO untuk Agenda World Water Forum Bali

Nasional
Program Deradikalisasi BNPT Diapresiasi Selandia Baru

Program Deradikalisasi BNPT Diapresiasi Selandia Baru

Nasional
Kirim Surat Tilang Lewat WA Disetop Sementara, Kembali Pakai Pos

Kirim Surat Tilang Lewat WA Disetop Sementara, Kembali Pakai Pos

Nasional
Polri Setop Sementara Kirim Surat Tilang Lewat WhatsApp, Bakal Evaluasi Lebih Dulu

Polri Setop Sementara Kirim Surat Tilang Lewat WhatsApp, Bakal Evaluasi Lebih Dulu

Nasional
Selain Eko Patrio, PAN Juga Dorong Yandri Susanto Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran

Selain Eko Patrio, PAN Juga Dorong Yandri Susanto Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Fahira Idris Kecam Serangan di Rafah, Sebut Israel dan Sekutu Aib Peradaban Umat Manusia

Fahira Idris Kecam Serangan di Rafah, Sebut Israel dan Sekutu Aib Peradaban Umat Manusia

Nasional
PELNI Buka Lowongan Kerja Nahkoda dan KKM Periode Mei 2024

PELNI Buka Lowongan Kerja Nahkoda dan KKM Periode Mei 2024

Nasional
Ungkit Kasus Firli dan Lili, ICW Ingatkan Jokowi Tak Salah Pilih Pansel Capim KPK

Ungkit Kasus Firli dan Lili, ICW Ingatkan Jokowi Tak Salah Pilih Pansel Capim KPK

Nasional
Biaya Ibadah Umrah dan Kurban SYL pun Hasil Memeras Pejabat Kementan

Biaya Ibadah Umrah dan Kurban SYL pun Hasil Memeras Pejabat Kementan

Nasional
SYL Sebut Perjalanan Dinas Atas Perintah Presiden untuk Kepentingan 280 Juta Penduduk

SYL Sebut Perjalanan Dinas Atas Perintah Presiden untuk Kepentingan 280 Juta Penduduk

Nasional
DKPP Sebut Anggarannya Turun saat Kebanjiran Kasus Pelanggaran Etik

DKPP Sebut Anggarannya Turun saat Kebanjiran Kasus Pelanggaran Etik

Nasional
Lima Direktorat di Kementan Patungan Rp 1 Miliar Bayari Umrah SYL

Lima Direktorat di Kementan Patungan Rp 1 Miliar Bayari Umrah SYL

Nasional
DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik, Diprediksi Terus Bertambah Jelang Pilkada

DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik, Diprediksi Terus Bertambah Jelang Pilkada

Nasional
KPK Bakal Usut Dugaan Oknum BPK Minta Rp 12 Miliar Terkait 'Food Estate' Ke Kementan

KPK Bakal Usut Dugaan Oknum BPK Minta Rp 12 Miliar Terkait "Food Estate" Ke Kementan

Nasional
Pejabat Kementan Tanggung Sewa 'Private Jet' SYL Rp 1 Miliar

Pejabat Kementan Tanggung Sewa "Private Jet" SYL Rp 1 Miliar

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com