Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Jannus TH Siahaan
Doktor Sosiologi

Doktor Sosiologi dari Universitas Padjadjaran. Pengamat sosial dan kebijakan publik. Peneliti di Indonesian Initiative for Sustainable Mining (IISM). Pernah berprofesi sebagai Wartawan dan bekerja di industri pertambangan.

Putin, Jokowi, dan Demokrasi Kita

Kompas.com - 20/03/2024, 06:09 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Pertumbuhan ekonomi Rusia turun drastis dan tidak pernah lagi menyentuh angka 8 persen sampai hari ini.

Tak lupa, ditambah lagi dengan ancaman geopolitik dari peristiwa "Arab Spring" tahun 2011, yang dianggap Putin sangat berpeluang melebar ke Rusia.

Sehingga setahun kemudian, Putin membalik arah politik negeri Beruang Merah dengan kembali menduduki kursi Presiden Rusia, meskipun ditolak oleh para aktivis demokrasi Rusia kala itu. Putin bertahan di posisi tersebut hingga hari ini, tanpa banyak perlawanan berarti.

Jadi perolehan suara Putin hari ini jelas menggambarkan betapa dominannya pemegang sabuk hitam olahraga beladiri judo tersebut dalam 20 tahun terakhir di arena perpolitikan Rusia.

Putin adalah kepala negara Rusia dengan masa jabatan terlama kedua di benua Eropa setelah Presiden Belarus, Aleksander Lukasshenko.

Bahkan dikabarkan, tiga kandidat lainnya dalam kontestasi pilpres Rusia pada 2024 ini sebenarnya adalah kandidat yang telah disetujui terlebih dahulu oleh Putin untuk ikut berlaga di dalam pemilihan.

‘Pengondisian’ ini tak berbeda dengan fakta atas Dmitry Anatolyevich Medvedev, yang sempat di-setting oleh Putin menjadi Presiden Rusia selama empat tahun, 2008-2012.

Jika kita kembali ke belakang, pada mulanya, sepanjang 2000 - 2008, Barat masih memandang positif pelaksanaan demokrasi di Rusia. Bahkan dunia Barat cukup apresiatif saat Putin tidak lagi maju di pemilihan presiden 2008.

Walaupun kala itu, keputusannya untuk mundur selangkah menjadi Perdana Menteri Rusia mengundang kecurigaan publik. Namun setelah Putin kembali ke posisi Presiden di tahun 2012, konsep demokrasi Rusia sudah kurang dianggap lagi oleh dunia Barat.

Keberhasilan Putin menundukkan para oligar sebagai pendukung setianya memang membuat Putin menjadi satu-satunya figur sentral di dalam perpolitikan negeri beruang merah tersebut.

Sejalan dengan itu, satu per satu oposisi, yang biasanya hanya mengandalkan popularitas personal, harus bermigrasi ke negara lain atau meninggal tanpa penjelasan lengkap.

Terakhir, Alexei Navalny, pemimpin oposisi Rusia berlatar pengacara dan pegiat antikorupsi dinyatakan meninggal pada 16 Februari 2024 di penjara di Siberia, justru beberapa waktu sebelum pemilihan presiden Rusia dilangsungkan.

Nah, apa yang terjadi dalam arena politik Rusia sepuluhan tahun terakhir, banyak sedikitnya, juga pelan-pelan mulai terlihat benihnya di Indonesia, terutama setelah periode kedua pemerintahan Presiden Jokowi.

Di sini saya mengatakan benih, alias tidak menyamaratakan, di mana tanda-tanda awalnya mulai terlihat.

Upaya-upaya beberapa pihak "menyentralkan" posisi Jokowi untuk keuntungan elektoral justru nampaknya berbuah buruk bagi demokrasi.

Sentralisasi peran Jokowi, yang sebenarnya sudah dalam masa "lame duck" melahirkan permainan elektoral yang sangat merugikan lawan-lawan politik Jokowi di pemilihan presiden 2024.

Dalam kapasitasnya sebagai presiden yang dituntut untuk menyelenggarakan pemilihan dengan baik dan jujur, Jokowi justru terjebak ke dalam permainan "wewenang negara" yang membuat lapangan elektoral tidak lagi bersifat "level playing field" bagi lawan-lawannya.

Pasalnya, tidak ada kandidat, selain paslon yang didukung Istana, yang memiliki jaringan kekuasaan dan keuangan sebesar pemerintahan.

Walhasil, pasangan yang didukung dan diperjuangkan secara "resmi" oleh Jokowi menang telak satu putaran, meskipun pemilihan diikuti oleh tiga pasangan calon (paslon).

Halaman Berikutnya
Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Disambut Hatta Rajasa, Prabowo Hadiri Rakornas Pilkada PAN

Disambut Hatta Rajasa, Prabowo Hadiri Rakornas Pilkada PAN

Nasional
Tambah Dua Tanker Gas Raksasa, Pertamina International Shipping Jadi Top Tier Pengangkut LPG Asia Tenggara

Tambah Dua Tanker Gas Raksasa, Pertamina International Shipping Jadi Top Tier Pengangkut LPG Asia Tenggara

Nasional
Jaksa KPK Diminta Hadirkan Auditor BPK yang Diduga Terima Suap Terkait Temuan 'Food Estate'

Jaksa KPK Diminta Hadirkan Auditor BPK yang Diduga Terima Suap Terkait Temuan "Food Estate"

Nasional
Kakorlantas Minta Personel Pengamanan WWF di Bali Jaga Etika

Kakorlantas Minta Personel Pengamanan WWF di Bali Jaga Etika

Nasional
KPU Pastikan Verifikasi Data Dukungan Calon Perseorangan Pilkada 2024

KPU Pastikan Verifikasi Data Dukungan Calon Perseorangan Pilkada 2024

Nasional
554 Kloter Jemaah Haji Reguler Sudah Kantongi Visa, Siap Berangkat Mulai 12 Mei

554 Kloter Jemaah Haji Reguler Sudah Kantongi Visa, Siap Berangkat Mulai 12 Mei

Nasional
Anggap Wajar Prabowo Wacanakan 41 Kementerian, Demokrat: Untuk Respons Tantangan Bangsa

Anggap Wajar Prabowo Wacanakan 41 Kementerian, Demokrat: Untuk Respons Tantangan Bangsa

Nasional
PAN Gelar Rakornas Pilkada Serentak, Prabowo Subianto Bakal Hadir

PAN Gelar Rakornas Pilkada Serentak, Prabowo Subianto Bakal Hadir

Nasional
KPK Ancam Pidanakan Pihak yang Halangi Penyidikan TPPU Gubernur Malut

KPK Ancam Pidanakan Pihak yang Halangi Penyidikan TPPU Gubernur Malut

Nasional
KPK Sita Aset Gubernur Malut Rp 15 Miliar dari Nilai TPPU Rp 100 Miliar Lebih

KPK Sita Aset Gubernur Malut Rp 15 Miliar dari Nilai TPPU Rp 100 Miliar Lebih

Nasional
Mantu Jokowi Akan Maju Pilkada Sumut, PDI-P Singgung Jangan Ada 'Abuse of Power'

Mantu Jokowi Akan Maju Pilkada Sumut, PDI-P Singgung Jangan Ada "Abuse of Power"

Nasional
Menantu Jokowi Bakal Maju Pilkada Sumut, PDI-P: Jangan Terjadi Intervensi

Menantu Jokowi Bakal Maju Pilkada Sumut, PDI-P: Jangan Terjadi Intervensi

Nasional
Isu Tambah Kementerian dan Bayang-bayang Penambahan Beban Anggaran

Isu Tambah Kementerian dan Bayang-bayang Penambahan Beban Anggaran

Nasional
Eks Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin Mangkir dari Panggilan KPK

Eks Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin Mangkir dari Panggilan KPK

Nasional
Kementan Era SYL Diduga Beri Auditor BPK Rp 5 Miliar demi Opini WTP, Anggota DPR: Memalukan

Kementan Era SYL Diduga Beri Auditor BPK Rp 5 Miliar demi Opini WTP, Anggota DPR: Memalukan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com