Meminjam istilah sosiologi perkotaan dari Emile Durkheim, pemerintah pusat harus membiarkan "Solidaritas Organik" berkembang di Jakarta sebagai spirit pembangunan ekonomi bisnis nasional.
Menurut Durkheim, solidaritas organik adalah tatanan sosial berdasarkan perbedaan sosial, pembagian kerja yang kompleks di mana terdapat spesialisasi dalam berbagai pekerjaan berbeda, yang tumbuh secara organik.
Di dalam konsep solidaritas organik ini, kebebasan menentukan pilihan pekerjaan dan usaha bisa menciptakan integrasi sosial baru yang mampu melahirkan bentuk kohesi sosial baru berdasarkan asas saling ketergantungan satu sama lain.
Dalam kajian sosiologi perkotaan, solidaritas organik adalah bahan dasar yang menguatkan keberadaan masyarakat industri sebagai fondasi sosial proses industrialisasi.
Jadi, keterlibatan aktor politik yang terlalu intens di dalam urusan ekonomi bisnis selama ini telah membebani kinerja investasi Indonesia.
Di awal pemerintahan Jokowi, angka Incremental Capital Output Ratio (ICOR) sudah terbilang rendah, 5 persenan. Namun hampir 10 tahun Jokowi berkuasa, biaya investasi semakin mahal. Angka ICOR nasional sempat mencapai 7, hanya turun sampai 6,8 di tahun lalu.
Jadi keinginan pemerintah pusat untuk tetap cawe-cawe di Jakarta, apalagi atas alasan politis dalam rangka memberikan "landing space" kepada anak dan lainnya, sangat tidak produktif untuk perkembangan Jakarta sebagai kawasan ekonomi bisnis dan pusat finansial nasional.
Keinginan tersebut menyimpan beban ekonomi yang besar bagi masa depan kemajuan Jakarta sendiri.
Jika memang Jakarta diaspirasikan akan dikembangkan seperti New York, pemerintah pusat harus berhenti memandang Jakarta sebagai "ATM" untuk urusan politik dan kekuasaan.
Pemerintah pusat semestinya fokus ke IKN dan membiarkan Jakarta berkembang layaknya New York di bawah gubernur pilihan rakyat Jakarta dan dikembangkan berdasarkan aspirasi rakyat Jakarta sendiri. Itu akan jauh lebih baik untuk perekonomian Jakarta dan nasional ke depannya.
Dari gambaran pengalaman selama sepuluh tahun ke belakang, sudah bisa dibayangkan akan seperti apa nantinya Jakarta jika berada di bawah kekuasaan dan pengawasan wakil presiden yang notabene adalah anak presiden hari ini, apalagi langsung di bawah presiden.
Selain akan terjadi tumpang tindih wewenang, juga akan muncul ketakutan di Jakarta bahwa masih "titipan" Jokowi yang tertinggal di Jakarta.
Dan yang lebih penting lagi, independensi dan otonomi Jakarta sebagai provinsi harus dihormati setelah pemerintah secara sepihak memutuskan mendegradasi status khusus ibu kota Jakarta menjadi daerah khusus semata.
Cengkeraman pusat selama ini telah menelan identitas Jakarta sebagai provinsi. Sudah saatnya pemerintah pusat fokus ke IKN dan urusan nasional lainnya yang jauh lebih penting, ketimbang tetap cawe-cawe di Jakarta, apalagi berniat tetap menjadikan Jakarta sebagai ATM politik para punggawa IKN.
Jika memang sudah tak mau lagi di Jakarta dan memilih Kalimantan, jika memang takut tenggelam di Jakarta, maka sebaiknya kembalikan Jakarta secara baik-baik kepada masyarakat Jakarta. Itu akan jauh lebih baik dan bijaksana bagi pemerintah pusat. Semoga!
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.