Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Farida Azzahra
Tenaga Ahli DPR

Tenaga Ahli DPR RI

Mengkritisi Pemilihan Gubernur Jakarta dalam RUU DKJ

Kompas.com - 15/03/2024, 06:19 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SEJAK wacana pemindahan ibu kota bergulir, hingga ditetapkannya “Nusantara” sebagai Ibu Kota Negara baru melalui pengesahan Undang-Undang No 3 Tahun 2022 lalu, kedudukan DKI Jakarta sebagai ibu kota otomotis harus tergantikan.

Kini, ‘kekhususan” yang dimiliki Jakarta tengah bergeser sebagai pusat perekonomian nasional dan kota global.

Dalam rangka menyesuaikan dinamika dan kebutuhan hukum tersebut, Pemerintah dan DPR tengah merevisi UU No. 29 Tahun 2007 sebagai payung hukum kota Jakarta saat ini.

Namun, regulasi yang disiapkan untuk menyesuaikan kebutuhan hukum tersebut rasanya tidak sejalan dengan kebutuhan negara demokrasi dan masyarakat saat ini.

Hal tersebut tercermin dari pengaturan Pasal 10 ayat (2) RUU Provinsi Daerah Khusus Jakarta (RUU DKJ) yang mengatur bahwa gubernur dan wakil gubernur DKJ akan ditunjuk, diangkat, dan diberhentikan langsung oleh presiden dengan memperhatikan usul DPRD.

Pengaturan dalam pasal tersebut tengah menimbulkan penolakan besar. Tak hanya dari masyarakat, bahkan mayoritas fraksi di DPR turut mengecam keberadaan pasal tersebut. Celakanya, RUU tersebut direncakan segera disahkan pada April mendatang.

Pasal 18 ayat (4) UUD NRI 1945 menjadi dalih dilakukanya pemilihan gubernur sebagai kepala daerah Provinsi DKJ melalui penunjukan langsung oleh presiden.

Benar, tidak ada satu pasal pun dalam konstitusi kita saat ini yang mengharuskan Pilkada dilakukan melalui pemilihan secara langsung. Adapun Pasal 18 ayat (4) UUD NRI 1945 hanya mengatur bahwa kepala daerah harus dipilih secara demokratis.

Merujuk pada putusan Mahkamah Konstitusi No.072-073/PUU-II/2004 serta putusan No. 97/PUU-XI/2013, makna “demokratis” tidak selalu merujuk pada pemilihan langsung.

Baik, pemilihan langsung maupun tidak langsung, keduanya dapat dikategorikan sebagai pemilihan yang demokratis dan hal ini menjadi open legal policy bagi pembentuk undang-undang untuk mengatur tata cara pemilihan kepala daerah.

Hal ini tidak terlepas pula dari ketentuan Pasal 18B UUD NRI 1945 yang mengatur bahwa negara mengakui dan menghormati satuan pemerintah daerah yang bersifat khusus atau istimewa.

Artinya, setiap daerah yang memiliki kekhususan dan keistimewaan memiliki kebebasan untuk menentukan mekanisme pemilihan kepala daerahnya, dan hal ini tetap dianggap sebagai cara demokratis.

Pasal tersebut pun terimplementasi pada pemilihan kepala daerah di Yogyakarta yang dilakukan melalui pengukuhan.

Hal ini lantaran Yogyakarta memiliki keistimewaan yang tidak dapat dipisahkan dari sejarah serta kedudukan Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dan Kadipaten Pakualaman.

Karena itu, pengukuhan tersebut dianggap sebagai metode demokratis oleh masyarakat Yogyakarta.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PDI-P “Move On” Pilpres, Fokus Menangkan Pilkada 2024

PDI-P “Move On” Pilpres, Fokus Menangkan Pilkada 2024

Nasional
Sandiaga Usul PPP Gabung Koalisi Prabowo-Gibran, Mardiono: Keputusan Strategis Lewat Mukernas

Sandiaga Usul PPP Gabung Koalisi Prabowo-Gibran, Mardiono: Keputusan Strategis Lewat Mukernas

Nasional
Rakernas PDI-P Akan Rumuskan Sikap Politik Usai Pilpres, Koalisi atau Oposisi di Tangan Megawati

Rakernas PDI-P Akan Rumuskan Sikap Politik Usai Pilpres, Koalisi atau Oposisi di Tangan Megawati

Nasional
Bareskrim Periksa Eks Gubernur Bangka Belitung Erzaldi Rosman Terkait Kasus Dokumen RUPSLB BSB

Bareskrim Periksa Eks Gubernur Bangka Belitung Erzaldi Rosman Terkait Kasus Dokumen RUPSLB BSB

Nasional
Lempar Sinyal Siap Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Kita Ingin Berbuat Lebih untuk Bangsa

Lempar Sinyal Siap Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Kita Ingin Berbuat Lebih untuk Bangsa

Nasional
Anies: Yang Lain Sudah Tahu Belok ke Mana, Kita Tunggu PKS

Anies: Yang Lain Sudah Tahu Belok ke Mana, Kita Tunggu PKS

Nasional
Nasdem: Anies 'Top Priority' Jadi Cagub DKI

Nasdem: Anies "Top Priority" Jadi Cagub DKI

Nasional
Sekjen PDI-P: Banyak Pengurus Ranting Minta Pertemuan Megawati-Jokowi Tak Terjadi

Sekjen PDI-P: Banyak Pengurus Ranting Minta Pertemuan Megawati-Jokowi Tak Terjadi

Nasional
Bisa Tingkatkan Kualitas dan Kuantitas Hakim Perempuan, Ketua MA Apresiasi Penyelenggaraan Seminar Internasional oleh BPHPI

Bisa Tingkatkan Kualitas dan Kuantitas Hakim Perempuan, Ketua MA Apresiasi Penyelenggaraan Seminar Internasional oleh BPHPI

Nasional
Jelang Pemberangkatan Haji, Fahira Idris: Kebijakan Haji Ramah Lansia Harap Diimplementasikan secara Optimal

Jelang Pemberangkatan Haji, Fahira Idris: Kebijakan Haji Ramah Lansia Harap Diimplementasikan secara Optimal

Nasional
Anies Tak Mau Berandai-andai Ditawari Kursi Menteri oleh Prabowo-Gibran

Anies Tak Mau Berandai-andai Ditawari Kursi Menteri oleh Prabowo-Gibran

Nasional
PKS Siapkan 3 Kadernya Maju Pilkada DKI, Bagaimana dengan Anies?

PKS Siapkan 3 Kadernya Maju Pilkada DKI, Bagaimana dengan Anies?

Nasional
Anies Mengaku Ingin Rehat Setelah Rangkaian Pilpres Selesai

Anies Mengaku Ingin Rehat Setelah Rangkaian Pilpres Selesai

Nasional
Koalisi Gemuk Prabowo-Gibran ibarat Pisau Bermata Dua

Koalisi Gemuk Prabowo-Gibran ibarat Pisau Bermata Dua

Nasional
Tawaran Posisi Penting untuk Jokowi Setelah Tak Lagi Dianggap Kader oleh PDI-P

Tawaran Posisi Penting untuk Jokowi Setelah Tak Lagi Dianggap Kader oleh PDI-P

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com