Salin Artikel

Mengkritisi Pemilihan Gubernur Jakarta dalam RUU DKJ

Kini, ‘kekhususan” yang dimiliki Jakarta tengah bergeser sebagai pusat perekonomian nasional dan kota global.

Dalam rangka menyesuaikan dinamika dan kebutuhan hukum tersebut, Pemerintah dan DPR tengah merevisi UU No. 29 Tahun 2007 sebagai payung hukum kota Jakarta saat ini.

Namun, regulasi yang disiapkan untuk menyesuaikan kebutuhan hukum tersebut rasanya tidak sejalan dengan kebutuhan negara demokrasi dan masyarakat saat ini.

Hal tersebut tercermin dari pengaturan Pasal 10 ayat (2) RUU Provinsi Daerah Khusus Jakarta (RUU DKJ) yang mengatur bahwa gubernur dan wakil gubernur DKJ akan ditunjuk, diangkat, dan diberhentikan langsung oleh presiden dengan memperhatikan usul DPRD.

Pengaturan dalam pasal tersebut tengah menimbulkan penolakan besar. Tak hanya dari masyarakat, bahkan mayoritas fraksi di DPR turut mengecam keberadaan pasal tersebut. Celakanya, RUU tersebut direncakan segera disahkan pada April mendatang.

Pasal 18 ayat (4) UUD NRI 1945 menjadi dalih dilakukanya pemilihan gubernur sebagai kepala daerah Provinsi DKJ melalui penunjukan langsung oleh presiden.

Benar, tidak ada satu pasal pun dalam konstitusi kita saat ini yang mengharuskan Pilkada dilakukan melalui pemilihan secara langsung. Adapun Pasal 18 ayat (4) UUD NRI 1945 hanya mengatur bahwa kepala daerah harus dipilih secara demokratis.

Merujuk pada putusan Mahkamah Konstitusi No.072-073/PUU-II/2004 serta putusan No. 97/PUU-XI/2013, makna “demokratis” tidak selalu merujuk pada pemilihan langsung.

Baik, pemilihan langsung maupun tidak langsung, keduanya dapat dikategorikan sebagai pemilihan yang demokratis dan hal ini menjadi open legal policy bagi pembentuk undang-undang untuk mengatur tata cara pemilihan kepala daerah.

Hal ini tidak terlepas pula dari ketentuan Pasal 18B UUD NRI 1945 yang mengatur bahwa negara mengakui dan menghormati satuan pemerintah daerah yang bersifat khusus atau istimewa.

Artinya, setiap daerah yang memiliki kekhususan dan keistimewaan memiliki kebebasan untuk menentukan mekanisme pemilihan kepala daerahnya, dan hal ini tetap dianggap sebagai cara demokratis.

Pasal tersebut pun terimplementasi pada pemilihan kepala daerah di Yogyakarta yang dilakukan melalui pengukuhan.

Hal ini lantaran Yogyakarta memiliki keistimewaan yang tidak dapat dipisahkan dari sejarah serta kedudukan Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dan Kadipaten Pakualaman.

Karena itu, pengukuhan tersebut dianggap sebagai metode demokratis oleh masyarakat Yogyakarta.

Sedangkan Jakarta, meski dinobatkan sebagai daerah yang memiliki kekhususan, namun kekhususan tersebut tidak memberi keleluasaan pada presiden untuk menunjuk gubernur DKJ secara langsung.

Sebagaimana diatur dalam RUU DKJ, kekhususan yang dimiliki oleh Jakarta dalam hal ini terkait dengan fungsi sebagai pusat perekonomian nasional dan kota global. Hal ini lantas tidak menjadikan Jakarta memiliki kekhususan untuk meniadakan Pilkada secara langsung.

Sebab, ketika Jakarta memiliki kekhususan sebagai ibu kota pun, UU No 29 Tahun 2007 tetap memberi kesempatan kepada masyarakat Jakarta untuk memilih Pemerintah Provinsi secara langsung.

Hal ini sebagaimana tercantum dalam Penjelasan Umum UU No 29 Tahun 2007 yang mengatur bahwa pemilihan gubernur dan wakil gubernur perlu memperoleh legitimasi kuat dari rakyat dan memperhatikan warga Jakarta yang multikultural.

Mengingat komposisi masyarakat Jakarta yang multikultural tersebut, maka sudah sepatutnya pemilihan kepala daerah dilaksanakan secara langsung oleh rakyat.

Perlu dipertegas, meskipun penunjukan langsung oleh presiden dapat dikategorikan sebagai pemilihan demokratis, tetapi hal tersebut tidak sejalan dengan prinsip-prinsip demokrasi yang mengembalikan kedaulatan sepenuhnya kepada rakyat.

Pemilihan kepala daerah dapat dianggap demokratis selama dipilih sesuai dengan kehendak rakyat serta berlandaskan asas keadilan dan kejujuran.

Praktik pemilihan kepala daerah melalui penunjukan langsung oleh presiden maupun lembaga negara lainnya bukanlah langkah ideal.

Bahkan jika kembali ke 2014 lalu, usulan pemilihan kepala daerah oleh DPRD sempat diatur dalam UU No 22 Tahun 2014.

Namun, karena mendapat penolakan besar dari masyarakat, Presiden saat itu, Susilo Bambang Yudhoyono akhirnya mengeluarkan Perppu untuk membatalkan undang-undang tersebut dan mengembalikan mekanisme pemilihan kepala daerah melalui pemilihan langsung oleh rakyat.

Hal tersebut cukup membuktikan bahwa rencana penunjukan gubernur DKJ oleh Presiden bukanlah pilihan tepat untuk diterapkan di Indonesia.

Pun, jika kita merujuk pada negara lain, praktik pemilihan kepala daerah oleh presiden umumnya hanya terjadi di negara-negara komunis dan otoriter, seperti China, Vietnam, dan Rusia.

Konsekuensi negara demokrasi

Jika kemudian pemilihan langsung oleh rakyat dikatakan hanya akan membebani pengeluaran negara dan menciptakan ongkos politik yang mahal, maka hal tersebut sebenarnya merupakan konsekuensi negara demokrasi.

Lagipula, pelaksanaan Pilkada serentak oleh 545 daerah pada 2024 ini sudah cukup banyak mengefisienkan anggaran Pilkada.

Adapun persoalan mahalnya ongkos politik tidak lantas teratasi dengan meniadakan pemilihan umum secara langsung, melainkan membutuhkan perbaikan sistem pendanaan kampanye.

Selanjutnya, jika penunjukan gubernur DKJ oleh presiden dengan pertimbangan DPRD ini dibenturkan dengan tujuan memudahkan sinergi dan koordinasi antara pusat dan daerah, serta memuluskan agenda-agenda pemerintah daerah oleh DPRD, maka yang terjadi justru ketiadaan check and balances antar lembaga eksekutif dan legislatif di daerah.

Paling buruk, hal ini justru dapat menjadi kesempatan dua cabang kekuasaan untuk saling ‘kongkalikong’ dalam mengakomodasi kepentingan yang bersifat politis.

Meskipun Jakarta saat ini tengah direncanakan menjadi pusat perekonomian nasional dan kota global yang membutuhkan adanya pemimpin yang mampu menjaga keberlanjutan program pembangunan pemerintah pusat di bidang ekonomi, tetapi sekali lagi, hal ini lantas tidak berarti harus meniadakan pemilihan secara langsung oleh rakyat.

Bagaimana pun juga, keseimbangan kekuasaan serta legitimasi dan partisipasi rakyat adalah yang terpenting dalam negara demokrasi.

Kepala daerah tidak boleh semata-mata bergantung pada patronasi politik presiden di tingkat nasional, melainkan juga harus memperhatikan kepentingan lokal dengan menciptakan kebijakan yang akuntabel.

Karena itu, pengembalian penunjukan Pemerintah Provinsi DKJ oleh presiden hanya akan membawa Indonesia pada kemunduran demokrasi.

https://nasional.kompas.com/read/2024/03/15/06190051/mengkritisi-pemilihan-gubernur-jakarta-dalam-ruu-dkj

Terkini Lainnya

Zulhas Sebut Kader PAN yang Siap Jadi Menteri, Ada Yandri Susanto dan Eddy Soeparno

Zulhas Sebut Kader PAN yang Siap Jadi Menteri, Ada Yandri Susanto dan Eddy Soeparno

Nasional
Prabowo: Bung Karno Milik Seluruh Rakyat, Ada yang Ngaku-ngaku Seolah Milik Satu Partai

Prabowo: Bung Karno Milik Seluruh Rakyat, Ada yang Ngaku-ngaku Seolah Milik Satu Partai

Nasional
Jelang Munas Golkar, Soksi Nyatakan Dukung Airlangga Jadi Ketum Lagi

Jelang Munas Golkar, Soksi Nyatakan Dukung Airlangga Jadi Ketum Lagi

Nasional
Prabowo: Kalau Tak Mau Kerja Sama, Jangan Ganggu, Kami Mau Kerja...

Prabowo: Kalau Tak Mau Kerja Sama, Jangan Ganggu, Kami Mau Kerja...

Nasional
PAN Doa Dapat Banyak Jatah Menteri, Prabowo: Masuk Itu Barang

PAN Doa Dapat Banyak Jatah Menteri, Prabowo: Masuk Itu Barang

Nasional
KPK Cegah Pengusaha Muhaimin Syarif ke Luar Negeri Terkait Kasus Gubernur Malut

KPK Cegah Pengusaha Muhaimin Syarif ke Luar Negeri Terkait Kasus Gubernur Malut

Nasional
Zulhas: Banyak yang Salah Sangka Prabowo Menang karena Bansos, Keliru...

Zulhas: Banyak yang Salah Sangka Prabowo Menang karena Bansos, Keliru...

Nasional
Seluruh DPW PAN Dorong Zulhas Maju Jadi Ketua Umum Lagi

Seluruh DPW PAN Dorong Zulhas Maju Jadi Ketua Umum Lagi

Nasional
Di Depan Prabowo, Politisi PAN Berdoa Jatah Menteri Lebih Banyak dari Perkiraan

Di Depan Prabowo, Politisi PAN Berdoa Jatah Menteri Lebih Banyak dari Perkiraan

Nasional
Ditjen Imigrasi Periksa 914 WNA, Amankan WN Tanzania dan Uganda karena Diduga Terlibat Prostitusi

Ditjen Imigrasi Periksa 914 WNA, Amankan WN Tanzania dan Uganda karena Diduga Terlibat Prostitusi

Nasional
Disambut Hatta Rajasa, Prabowo Hadiri Rakornas Pilkada PAN

Disambut Hatta Rajasa, Prabowo Hadiri Rakornas Pilkada PAN

Nasional
Tambah Dua Tanker Gas Raksasa, Pertamina International Shipping Jadi Top Tier Pengangkut LPG Asia Tenggara

Tambah Dua Tanker Gas Raksasa, Pertamina International Shipping Jadi Top Tier Pengangkut LPG Asia Tenggara

Nasional
Jaksa KPK Diminta Hadirkan Auditor BPK yang Diduga Terima Suap Terkait Temuan 'Food Estate'

Jaksa KPK Diminta Hadirkan Auditor BPK yang Diduga Terima Suap Terkait Temuan "Food Estate"

Nasional
Kakorlantas Minta Personel Pengamanan WWF di Bali Jaga Etika

Kakorlantas Minta Personel Pengamanan WWF di Bali Jaga Etika

Nasional
KPU Pastikan Verifikasi Data Dukungan Calon Perseorangan Pilkada 2024

KPU Pastikan Verifikasi Data Dukungan Calon Perseorangan Pilkada 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke