Pada hari Kamisan, Sumarsih berefleksi.
“Saya akan berhenti Aksi Kamisan karena saya percaya penuh Presiden Jokowi menepati janji,” kata Sumarsih saat itu.
Namun, rencana itu terdengar ke kuping para aktivis 98 yang lain.
“Beberapa orang datang ke rumah, mengadakan diskusi yang kemudian meminta agar saya tidak berhenti Aksi Kamisan karena belum tentu Pak Jokowi menepati janji,” ujar Sumarsih.
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid menilai, penyematan pangkat ke Prabowo itu menjadi keputusan yang problematik.
“Presiden (Joko Widodo) mungkin tak akan terhalang secara politik untuk melakukan keputusan tersebut, tapi dari segi moral dan etika, tentu menjadi keputusan yang problematik,” kata Usman saat dihubungi, Selasa (27/2/2024).
Usman mengatakan, pemberian pangkat jenderal kehormatan itu tidak akan diterima sebagai alasan pencucian dosa bagi pelaku pelanggaran HAM berat.
“Secara hukum, khususnya hukum internasional hak asasi manusia maupun hukum pidana internasional, keputusan itu tidak akan diterima,” ujar Usman.
“Jangan sampai pemberian pangkat kehormatan akan dipandang "mencuci" kontroversi masa lalu karier militer Prabowo terkait pelanggaran HAM masa lalu. Impunitas tetap tidak boleh dibiarkan atau dinormalkan,” kata dia.
Baca juga: Program Prabowo-Gibran Dibahas Kabinet Jokowi, Anies: Ada Persoalan Etika
Hal senada juga diungkapkan Direktur Eksekutif Setara Institute, Halili Hasan. Menurut Halili, pemberian pangkat itu keputusan problematik.
Sebab, Prabowo berhenti dari militer bukan karena pensiun, melainkan diberhentikan.
“Sebuah kontradiksi jika sosok yang diberhentikan dari dinas kemiliteran kemudian dianugerahi gelar kehormatan kemiliteran,” kata Halili dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Rabu (28/2/2024).
Berdasarkan keputusan DKP memberhentikan Prabowo, Setara Institute menilai, negara jelas menyatakan bahwa Prabowo merupakan seorang pelanggar HAM.
Pemberian gelar kehormatan jenderal bintang empat ke Prabowo pun dinilai bentuk penghinaan dan merendahkan korban serta para pembela HAM, terutama yang terlibat tragedi penculikan aktivis 1997-1998.
“Maka, langkah politik Jokowi tersebut nyata-nyata bertentangan dengan hukum negara tentang pemberhentian Prabowo, dan pada saat yang sama melecehkan para korban dan pembela HAM yang hingga detik ini terus berjuang mencari keadilan,” ujar Halili.
Baca juga: Anies-Muhaimin Kompak Berikan Ucapan Selamat ke Prabowo atas Pangkat Jenderal Kehormatan