JAKARTA, KOMPAS.com - Wacana menggulirkan hak angket Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI guna mengusut dugaan kecurangan Pemiliha Umum (Pemilu) 2024 masih menjadi perdebatan.
Wacana itu pertama kali diusulkan oleh kubu pasangan calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres) nomor urut 3 Ganjar Pranowo-Mahfud MD.
Ganjar mendorong dua partai politik pengusungnya pada Pemilu Presiden (Pilpres) 2024, PDI Perjuangan dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP), menggunakan hak angket di DPR.
Menurutnya, DPR tidak boleh diam terhadap dugaan kecurangan pemilu yang sudah terang-terangan.
"Dalam hal ini, DPR dapat memanggil pejabat negara yang mengetahui praktik kecurangan tersebut, termasuk meminta pertanggung jawaban KPU (Komisi Pemilihan Umum) dan Bawaslu (Badan Pengawas Pemilu) selaku penyelenggara Pemilu," kata Ganjar dalam keterangannya, Senin (19/2/2024).
Baca juga: Hak Angket Kecurangan Pemilu, Mungkinkah Berujung Pemakzulan Jokowi?
Usulan itu disambut oleh kubu pasangan capres-cawapres nomor urut 1, Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar.
Tiga partai politik pengusung Anies-Muhaimin, Partai Nasdem, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS), setuju untuk menggunakan hak angket.
"Kami ketemu dan membahas langkah-langkah dan kami solid karena itu saya sampaikan, ketika insiatif hak angket itu dilakukan maka tiga partai ini siap ikut," kata Anies saat ditemui di Kantor THN Anies-Muhaimin Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, Selasa (20/2/2024).
Pakar hukum sekaligus Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) dan Pergerakan Advokat Nusantara Petrus Selestinus menilai, penggunaan hak angket merupakan langkah yang tepat.
Menurut dia, tidak semua bentuk pelanggaran pemilu dapat diselesaikan lewat Mahkamah Konstitusi (MK). Kecuali, peserta pemilu yang secara limitatif ditetapkan oleh UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
"Dengan demikian, maka langkah politik PDI-P, Nasdem, PKB, dan PKS mendorong penggunaan hak angket menjadi langkah yang sangat tepat, urgent, strategis, dan konstitusional sehingga memerlukan dukungan publik yang meluas," kata Petrus dalam siaran pers, Sabtu (24/2/2024).
Baca juga: Penggunaan Hak Angket Dinilai Sah, Perlu Ditempuh dalam Berpolitik
Terlebih, MK saat ini berada pada posisi tidak "merdeka" usai putusan Nomor Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang mengubah syarat batas usia capres-cawapres pada 16 Oktober 2023.
Di lembaga tersebut, masih ada Anwar Usman yang merupakan ipar dari Presiden Joko Widodo. Putusan itu keluar saat Anwar Usman menjabat sebagai Ketua MK.
"Oleh karena kewenangan MK yang terbatas dan berada dalam permasalahan nepotisme dan dinasti politik, sehingga tingkat ketidakpercayaan publik terhadap MK semakin luas dan merata," tutur dia.
Pakar Hukum Tata Negara Universitas Sebelas Maret, Agus Riewanto mengatakan, hak angket pada prinsipnya merupakan hak institusional DPR untuk melaksanakan fungsi pengawasan terhadap kinerja pemerintah.
Obyeknya berupa kebijakan pemerintah yang strategis dan berpengaruh terhadap masyarakat, yang diduga melanggar peraturan perundang-undangan.
Sementara, pemilu bukan merupakan kerja pemerintah. Pemilu diselenggarakan oleh lembaga independen bernama Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Oleh karenanya, jika hak angket ditujukan ke pemerintah, DPR akan menyelidiki kerja-kerja dan kegiatan pemerintah yang menyangkut pemilu, bukan terkait penyelenggaraan pemilu itu sendiri.
Baca juga: Pakar Sebut Wacana Hak Angket Tepat, Tak Semua Pelanggaran Pemilu Bisa Diproses MK
Agus menerangkan, hasil dari hak angket berupa rekomendasi. Misalnya, rekomendasi untuk memperbaiki hal-hal yang dilanggar oleh eksekutif, bisa juga berupa teguran tertulis.
"Sehingga hak angket ini kan ranahnya politik. Makanya sering disebut sebagai right of impeachment (hak memakzulkan), jadi semacam meng-impeach (memakzulkan) tindakan pejabat publik dalam jabatan," kata Agus kepada Kompas.com, Sabtu.
Agus menjelaskan, hak angket tidak dapat memengaruhi hasil pemilu. Sebab, menurut ketentuan konstitusi, kewenangan untuk menangani perselisihan hasil pemilu berada di Mahkamah Konstitusi (MK).
"Pembatalan, penghitungan ulang soal pemilu itu ranahnya di Mahkamah Konstitusi, bukan ranah politik. Jadi pembatalan pemilu itu hanya bisa dilakukan menurut ranah hukum, bukan ranah politik. Hak angket dan seterusnya di DPR itu ranah politik," ujar Agus.
Sementara, terkait pemakzulan terhadap Presiden, Agus bilang bahwa itu hal yang berbeda. Hak angket berada di ranah hukum, sementara pemakzulan Presiden masuk ke aspek hukum dan politik.
Menurut Undang-Undang Dasar 1945, seorang Presiden dapat dimakzulkan jika memenuhi sejumlah syarat. Misalnya, jika Presiden melakukan tindak pidana, perbuatan tercela, atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden.
Baca juga: Jusuf Kalla Anggap Hak Angket Kecurangan Pemilu Untungkan Semua Pihak
Agus menilai, sulit untuk mengaitkan hak angket dengan upaya pemakzulan terhadap Kepala Negara. Sebab, penyelidikan melalui hak angket berbeda dengan syarat-syarat pemakzulan.
"Pertanyaannya, kalau hak angket itu kegiatan eksekutif atau kebijakan eksekutif yang melanggar peraturan perundang-undangan, aspek mana yang bisa nyambung dengan syarat yang ditentukan di konstitusi tadi? Itu sesuatu yang berbeda," kata Agus.
"Salah satu syarat untuk pemakzulan itu kan mesti disambungkan dulu apakah ada hubungannya dengan syarat-syarat yang dicantumkan di konstitusi," ujarnya.
Lagi pula, lanjut Agus, pemakzulan Presiden bukan hal sederhana. Prosesnya panjang, melibatkan banyak pihak, dan memakan waktu lama.
Namun, dia menyebut, jika saja DPR menggunakan hak angket untuk menyelidiki dugaan kecurangan Pemilu 2024, wacana dan alasan pemakzulan terhadap Presiden dapat menguat.
"Menurut saya itu bisa saja terjadi kalau arah politiknya mau ke sana (hak angket bagian dari upaya pemakzulan Presiden). Tapi kan sekali lagi konstitusi sudah memagari itu, bagaimana syarat-syarat untuk melakukan pemakzulan Presiden kan tidak sederhana," tuturnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.