JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia Corruption Watch (ICW) menyebut, akar masalah pemberian sanksi ringan kepada pegawai pegawai KPK yang melakukan pungutan liar (pungli) di rutan yaitu terbatasnya kewenangan Dewas berdasarkan Undang-Undang KPK yang direvisi.
Dalam putusannya, Dewas KPK memerintahkan 78 dari 90 pegawai yang melakukan pungli di Rumah Tahanan (Rutan) KPK meminta maaf secara terbuka langsung.
“Akar permasalahannya terletak pada kewenangan terbatas Dewas KPK berdasarkan revisi UU KPK pada tahun 2019 lalu,” kata peneliti ICW Diky Anandya dalam keteranga tertulisnya kepada Kompas.com, Selasa (20/2/2024).
Menurut dia, kewenangan Dewas terbatas karena berdasarkan UU KPK hasil revisi, status pegawai KPK kini aparatur sipil negara (ASN).
Baca juga: ICW Minta Dewas Kirim Rekomendasi ke Inspektorat Agar 90 Pegawai KPK Terlibat Pungli Dipecat
Dewas tak dapat menjatuhkan sanksi pemecatan kepada ASN.
Pemecatan mereka masuk dalam manajemen ASN yang berada di tangan Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK).
Adapun PPK tersebut adalah Sekretaris Jenderal (Sekjen) KPK Cahya H Harefa.
“Putusan tersebut tentu semakin menimbulkan kekecewaan di tengah runtuhnya kepercayaan publik kepada KPK,” ujar Diky.
Diky mengatakan, berdasarkan Peraturan Dewas (Perdewas) Nomor 03 Tahun 2021, permintaan maaf secara terbuka merupakan sanksi paling berat bagi pegawai KPK yang dijatuhkan Dewas.
Baca juga: Sekjen KPK Akan Eksekusi Putusan Etik 78 Pegawai Rutan yang Terbukti Lakukan Pungli
Menurut Diky, penyelesaian kasus etik oleh Dewas itu merupakan gambaran dari bermasalahnya UU KPK hasil revisi.
UU tersebut membuat KPK tidak lagi memiliki pengelolaan sumber daya manusia (SDM) secara mandiri.
Sebab, status ASN membuat sistem kepegawaian mengikuti aturan perundang-undangan ASN.
“Kasus ini menjadi gambaran jelas problematika UU KPK yang baru, di mana kewenangan self regulatory bodies,” tutur Diky.
Pada Kamis (15/2/2024), Dewas KPK membacakan putusan sidang etik terhadap 90 pegawai Rutan KPK yang terlibat pungli.
Perkara mereka dibagi menjadi enam kluster yang berbeda-beda. Namun, secara umum materi perbuatan mereka sama, yakni penerimaan uang menyangkut pemberian fasilitas kepada para tahanan korupsi.
Jumlah uang yang diterima para petugas rutan itu bervariasi, mulai dari jutaan, puluhan juta rupiah, hingga Rp 425 juta dalam kurun waktu yang berbeda.
Dewas KPK kemudian menjatuhkan sanksi etik berat kepada 78 pegawai berupa permintaan maaf secara terbuka.
Sementara itu, perkara 12 orang lainnya diserahkan ke Sekjen karena perbuatan mereka dilakukan ketika Dewas KPK belum dibentuk.
Meski demikian, Dewas juga menyampaikan rekomendasi kepada Sekjen menyangkut dugaan pelanggaran disiplin pegawai.
Baca juga: Uang Bulanan Pungli Rutan KPK Diserahkan Keluarga Koruptor di Taman dan Hotel
Di sisi lain, Kedeputian bidang Penindakan dan Eksekusi KPK juga sedang mengusut kasus pungli tersebut dari sisi pidana.
Kasus dugaan pungli ini ditemukan Dewas KPK dengan temuan awal mencapai Rp 4 miliar per Desember 2021 hingga Maret 2023.
Transaksi panas itu diduga terkait penyelundupan uang dan alat komunikasi untuk tahanan kasus korupsi dan terindikasi suap, gratifikasi, serta pemerasan.
Setelah melakukan rangkaian pemeriksaan etik, Dewas KPK menyebut jumlah uang pungli di Rutan KPK mencapai lebih dari Rp 6 miliar lebih dalam rentang waktu 2018-2023.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.