Salin Artikel

PPP Terseok-seok di Pileg 2024 Diduga Akibat Tak Punya Figur Kuat

JAKARTA, KOMPAS.com - Hasil hitung cepat (quick count) Litbang Kompas pada pemilihan umum (Pemilu) 2024 memperlihatkan perolehan suara Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dikhawatirkan tidak mampu membuat mereka lolos ke parlemen.

Menurut hitung cepat Litbang Kompas pada Jumat (16/2/2024) pukul 17.34 WIB dengan data masuk sebesar 99,15 persen, partai berlambang Kabah itu berada di angka 3,88 persen.

Jika perolehan suara PPP tak beranjak lagi, maka kemungkinan mereka bisa terlempar dari parlemen karena tidak mampu memenuhi ambang batas (parliamentary threshold) sebesar 4 persen, seperti ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu).

Jika dilihat ke masa lalu, perolehan suara PPP paling tinggi setelah peristiwa Reformasi 1998 terjadi pada Pemilu 1999. Saat itu mereka meraih 11,31 juta suara atau 10,72 persen dari total suara sah nasional.

Akan tetapi, tren perolehan suara PPP dalam beberapa Pemilu setelah 1999 menurun.

Pada Pemilu 2024, perolehan suara PPP turun menjadi 9,24 juta suara (8,12 persen).

Kemudian pada Pemilu 2009, perolehan suara PPP kembali turun menjadi 5,54 juta suara (5,33 persen).

Lantas pada Pemilu 2014, perolehan suara PPP meningkat dengan meraih 8,12 juta suara atau 6,53 persen.

Jika pada Pemilu 2024 perolehan suara PPP tak bisa menembus 4 persen, maka hal itu menjadi sejarah karena buat pertama kali mereka tak mempunyai kursi di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Pada pemilihan presiden (Pilpres) 2024, PPP juga memilih merapat ke kubu capres-cawapres nomor urut 3 Ganjar Pranowo-Mahfud MD.

Langkah PPP di Pemilu 2024 seolah mengulang romantika politik pada Pemilu 1997. Saat itu Megawati Soekarnoputri yang merupakan kader Partai Demokrasi Indonesia (PDI) berkoalisi dengan PPP membentuk kubu "Mega Bintang". Lambang PPP ketika itu adalah bintang.

Mega saat itu memutuskan berkoalisi dengan PPP karena tidak diakui pemerintah Orde Baru sebagai Ketua Umum PDI terpilih melalui kongres partai. Pemerintah saat itu memilih mengakui Suryadi sebagai Ketum PDI.

Menurut Direktur Eksekutif Trias Politika Agung Baskoro, kesulitan PPP dalam memperoleh suara pada Pemilu 2024 disebabkan banyak faktor.

Akan tetapi, Agung menilai salah satu faktor utama adalah ketiadaan tokoh dengan magnet politik kuat, sehingga membuat mereka kurang dilirik oleh masyarakat dalam dinamika perpolitikan saat ini.

"Secara personal, PPP gagal menghadirkan figur kuat, di tengah partyID atau kedekatan pemilih dengan partai sangat rendah," kata Agung saat dihubungi.

Agung juga menyinggung soal salah satu tokoh yakni Sandiaga Uno, yang bergabung dengan PPP dan ditunjuk menjadi Kepala Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu).

Meski nama Sandiaga sempat masuk dalam bursa calon wakil presiden (cawapres) beberapa waktu lalu, tetapi popularitasnya sebagai politikus dan pengusaha belum mampu mengerek perolehan suara PPP pada Pemilu 2024.

"Artinya, masuknya Sandiaga Uno ke PPP tak linear untuk mendongkrak partai karena momentum politiknya tak dibungkus dengan political branding yang terintegrasi," ucap Agung.

PPP adalah salah satu dari 3 partai tertua yang dibentuk pada masa pemerintahan rezim Orde Baru yang masih bersaing dalam kancah politik nasional, selain Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) dan Partai Golkar.

PPP adalah hasil kebijakan penyederhanaan partai politik pada 1971 atau masa awal pemerintahan Presiden Soeharto.

Mereka dibentuk berdasarkan fusi atau penggabungan 4 partai bernuansa Islam, yakni Partai Nahdlatul Ulama (NU), Partai Islam Persatuan Tarbiyah Islamiyah (PERTI), Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII), serta Partai Muslim Indonesia (Parmusi).

Kebijakan fusi itu bertujuan menyederhanakan sistem partai politik pada Pemilihan Umum (Pemilu) 1973.

Quick count Litbang Kompas dalam Pemilu 2024 menggunakan metodologi stratified random sampling dengan margin of error di bawah 1 persen.

Quick count ini dibiayai secara mandiri oleh Harian Kompas.

Hasil quick count ini bukanlah hasil resmi. Komisi Pemilihan Umum (KPU) akan melakukan rekapitulasi suara secara berjenjang dari Kamis (15/2/ 2024) hingga Rabu (20/3/2024).

Penetapan hasil Pemilu dilakukan paling lambat 3 hari setelah memperoleh surat pemberitahuan atau putusan dari Mahkamah Konstitusi (MK).

https://nasional.kompas.com/read/2024/02/16/18260411/ppp-terseok-seok-di-pileg-2024-diduga-akibat-tak-punya-figur-kuat

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke