Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ari Junaedi
Akademisi dan konsultan komunikasi

Doktor komunikasi politik & Direktur Lembaga Kajian Politik Nusakom Pratama.

Kepemimpinan Nir-Etika

Kompas.com - 13/02/2024, 19:19 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Tidak hanya rakyat kecil berpendidikan rendah yang “dibodohi”, elite-elite kekuasaan yang demi menambah pundi-pundi kekayaan dan pelanggengan jabatannya jatuh “rebah” dan “menyembah” kekuasaan. Semuanya berkelindan menyukseskan suksesi tanpa moral.

Jika pada Soeharto kita bisa belajar arti kerakusan materi yang menumpuk pada keluarga dan kroni-kroninya, maka di rezim Jokowi kita bisa melihat betapa etika dan moral telah rusak dan “ambyar” berkeping-keping.

Jika suara guru besar, akademisi dan mahasiswa dianggap “buzzer”, maka hanya di era ini suara influencer ditabalkan sebagai suara kebenaran.

Kita tidak lagi mendapat keteladanan, yang ada hanyalah pertunjukkan kebobrokan demi kebobrokan etika dan moral.

Tidak malu mengatakan "tidak kampanye", padahal kampanye. Tidak malu mengatakan "anaknya tidak tertarik dengan politik", jebule jadi merajalela.

Dari Ferdinand Marcos, kisah pilu presiden bertangan besi di Filipina harusnya kita menyimak. Tumpulnya nurani dan besarnya syahwat kekuasaan begitu membutakan Marcos.

Desakan adanya reformasi dan pemurnian demokrasi dihadapi dengan senjata dan acungan laras tank.

Marcos “dijilat” dan dikelilingi antek-anteknya. Begitu arus perlawanan rakyat semakin membesar dan tidak bisa dibendung lagi, para antek-anteknya berbalik badan mengecam Marcos.

Marcos menggarong habis-habisan kekayaan negara. Hidup mewah di tanah pengasingan, bernama Hawai.

Berkat kekayaannya yang ditimbun tanpa malu, kini keluarganya bisa meraih tampuk kekuasaan (kembali) dengan memanfaatkan rendahnya daya nalar rakyat Filipina yang terbuai gaya “tari-tarian” Bongbong Marcos saat berkampanye.

Dari Syah Iran Reza Pahlevi yang jatuh karena revolusi antimonarki 1979 kita juga bisa melihat, loyalis dan penjilat Reza Pahlevi yang pertama kali berbalik badan ketika kekuasaan Reza di ujung tanduk.

Dari Soerharto kita bisa menarik pelajaran ketika di awal hari Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Harmoko menyebut Soeharto masih mendapat dukungan kuat dari rakyat, tetapi di penghujung hari bisa berkata sebaliknya kalau rakyat tidak lagi menginginkan Soeharto berkuasa lagi.

Cukup sudah, dari semua sejarah kepemimpinan kita bisa belajar dan memahami arti pemimpin yang tumpul nurani, etika dan moralnya.

Jika ada pemimpin yang masih bebal juga, maka tunggulah suatu saat akan terjengkang dari tampuk kekuasaan dan malu tiada tara di kemudian hari.

“Ketika akal sehat dan nurani dicederai, etika dilecehkan, hukum dikangkangi, kita sebenarnya tidak sedang menjalani demokrasi. Kita cuma melanggengkan oligarkhi. Bukalah mata hati dan suarakan nuranimu.” – Nugroho F. Yudho/wartawan senior.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bukan Pengurus Pusat PDI-P, Ganjar Disarankan Bikin Ormas agar Tetap Eksis di Politik

Bukan Pengurus Pusat PDI-P, Ganjar Disarankan Bikin Ormas agar Tetap Eksis di Politik

Nasional
Korlantas Polri Kerahkan 1.530 Personel BKO untuk Agenda World Water Forum Bali

Korlantas Polri Kerahkan 1.530 Personel BKO untuk Agenda World Water Forum Bali

Nasional
Program Deradikalisasi BNPT Diapresiasi Selandia Baru

Program Deradikalisasi BNPT Diapresiasi Selandia Baru

Nasional
Kirim Surat Tilang Lewat WA Disetop Sementara, Kembali Pakai Pos

Kirim Surat Tilang Lewat WA Disetop Sementara, Kembali Pakai Pos

Nasional
Polri Setop Sementara Kirim Surat Tilang Lewat WhatsApp, Bakal Evaluasi Lebih Dulu

Polri Setop Sementara Kirim Surat Tilang Lewat WhatsApp, Bakal Evaluasi Lebih Dulu

Nasional
Selain Eko Patrio, PAN Juga Dorong Yandri Susanto Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran

Selain Eko Patrio, PAN Juga Dorong Yandri Susanto Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Fahira Idris Kecam Serangan di Rafah, Sebut Israel dan Sekutu Aib Peradaban Umat Manusia

Fahira Idris Kecam Serangan di Rafah, Sebut Israel dan Sekutu Aib Peradaban Umat Manusia

Nasional
PELNI Buka Lowongan Kerja Nahkoda dan KKM Periode Mei 2024

PELNI Buka Lowongan Kerja Nahkoda dan KKM Periode Mei 2024

Nasional
Ungkit Kasus Firli dan Lili, ICW Ingatkan Jokowi Tak Salah Pilih Pansel Capim KPK

Ungkit Kasus Firli dan Lili, ICW Ingatkan Jokowi Tak Salah Pilih Pansel Capim KPK

Nasional
Biaya Ibadah Umrah dan Kurban SYL pun Hasil Memeras Pejabat Kementan

Biaya Ibadah Umrah dan Kurban SYL pun Hasil Memeras Pejabat Kementan

Nasional
SYL Sebut Perjalanan Dinas Atas Perintah Presiden untuk Kepentingan 280 Juta Penduduk

SYL Sebut Perjalanan Dinas Atas Perintah Presiden untuk Kepentingan 280 Juta Penduduk

Nasional
DKPP Sebut Anggarannya Turun saat Kebanjiran Kasus Pelanggaran Etik

DKPP Sebut Anggarannya Turun saat Kebanjiran Kasus Pelanggaran Etik

Nasional
Lima Direktorat di Kementan Patungan Rp 1 Miliar Bayari Umrah SYL

Lima Direktorat di Kementan Patungan Rp 1 Miliar Bayari Umrah SYL

Nasional
DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik, Diprediksi Terus Bertambah Jelang Pilkada

DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik, Diprediksi Terus Bertambah Jelang Pilkada

Nasional
KPK Bakal Usut Dugaan Oknum BPK Minta Rp 12 Miliar Terkait 'Food Estate' Ke Kementan

KPK Bakal Usut Dugaan Oknum BPK Minta Rp 12 Miliar Terkait "Food Estate" Ke Kementan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com