Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ari Junaedi
Akademisi dan konsultan komunikasi

Doktor komunikasi politik & Direktur Lembaga Kajian Politik Nusakom Pratama.

Kepemimpinan Nir-Etika

Kompas.com - 13/02/2024, 19:19 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Lapa nakkulle nialle parew sekrea tau niakpi naballaki annanga passalak. Sekremi,manngasempi ri gauk-gaukna adaka,
makaruana, bajik panngampepi ri tau jaina,
makatalluna, sakbarapi ri gauk antattabaiai, makaappakna, mallakpi ri karaeng sekrea, makalimana, mangassempi ri sesena rapanga,
makaannanna, manngassempi ritujunna bicaraya.

PAPPASANG Makassar merupakan pesan, nasihat, petuah atau amanat yang disampaikan, baik secara lisan maupun tulisan dari nenek moyang suku Makassar. Pappasang penuh dengan nilai-nilai budaya dan pesan moral.

Pappasang mengandung nilai-nilai luhur yang dapat dijadikan pedoman hidup orang Makassar terdahulu. Digunakan sebagai pengatur tingkah laku pergaulan dalam masyarakat (Detik.com, 12 Februari 2023).

Pappasang yang saya kutip di atas memiliki arti kurang lebih sebagai berikut: “Seorang dapat diangkat menjadi pejabat atau pemimpin apabila ia memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
Pertama, mengenal seluk beluk ketentuan adat. Kedua, berperilaku terpuji terhadap yang dipimpinnya. Ketiga, tabah terhadap musibah. Keempat, bertakwa kepada Allah SWT. Kelima, mendalami undang-undang (ketatanegaraan). Keenam, mengetahui seluk-beluk pelaksanaan hukum."

Tidak hanya dari Suku Makassar, dari ajaran-ajaran leluhur di Jawa – termasuk orang Solo pun pasti paham – dikenal dengan sifat kepemimpinan “Hasta Brata”.

Hasta mengandung pengertian delapan. Brata artinya perilaku atau sifat. Sifat kepemimpinan ini dilakukan ketika Sri Rama mengangkat Wibisana menjadi raja di Alengka dalam epos Ramayana karya Valmiki.

Kedelapan sifat kepemimpinan tersebut adalah: Pertama, Sifat Matahari. Makna seorang pemimpin bersifat seperti matahari adalah agar setiap pemimpin harus mampu memberi motivasi, spirit, daya hidup, dan memberi kekuatan kepada seluruh anak buah yang dipimpinnya.

Kedua, sifat bulan. Bila diamati, bulan itu bentuknya bulat indah dan menarik hati siapa saja yang melihat.

Seorang pemimpin harus memiliki sifat bulan, maksudnya agar setiap pemimpin harus dapat menyenangkan, menarik hati, dan memberi terang dalam kegelapan kepada semua anak buah yang dipimpinnya.

Ketiga, sifat bintang. Bintang mempunyai bentuk yang sangat eksotis dan menjadi hiasan langit di waktu malam serta dapat menjadi petunjuk arah atau kompas bagi mereka yang kehilangan arah.

Jadi, seorang pemimpin harus dapat berfungsi seperti bintang, maksudnya seorang pemimpin dapat memberi petunjuk, memberi arahan, dan bimbingan agar anak buahnya mampu menyelesaikan tugasnya dengan baik.

Keempat, sifat angin. Angin mempunyai sifat dapat mengisi setiap ruangan yang kosong, walaupun di ruangan yang kecil sekalipun.

Seorang pemimpin harus dapat berfungsi seperti angin, maksudnya agar setiap pemimpin dapat bertindak dengan cermat dan teliti serta tidak segan-segan terjun langsung ke masyarakat agar mengetahui kondisi yang sebenarnya.

Kelima, sifat api. Bila diamati, api sifatnya dapat membakar apa saja yang bersentuhan dengannya dan tegas. Jadi seorang pemimpin harus mampu bertindak seperti api artinya harus tegas dan adil tanpa pandang bulu.

Di samping tegas seorang pemimipin harus mempunyai prinsip yang konsisten serta dapat menahan emosi atau mengendalikan diri.

Keenam, sifat mendung. Mendung mempunyai sifat menakutkan atau berwibawa, tetapi setelah berubah menjadi air dalam hal ini hujan dapat menyegarkan semua makhluk hidup.

Untuk itu pemimpin harus dapat bersifat seperti mendung, yaitu harus dapat menjaga kewibawaan dengan berbuat jujur, terbuka dan semua yang menjadi programnya dapat bermanfaat bagi anak buah dan sesama.

Ketujuh, sifat samudra. Bentangan samudra luas dapat menampung apa saja yang akan masuk ke dalamnya.

Jadi seorang pemimpin harus berfungsi seperti samudra, yaitu mempunyai pandangan luas, merata, sanggup, mampu menerima berbagai macam persoalan serta tidak boleh pilih kasih dan membenci terhadap golongan apa pun.

Di samping itu seorang pemimpin harus berbesar jiwa, yaitu mau memaafkan kesalahan orang lain.

Kedelapan, sifat bumi. Bumi mempunyai sifat teguh atau sentosa dan apa yang ditanam di bumi akan menghasilkan sesuatu yang bermanfaat untuk kehidupan.

Kiranya seorang pemimpin harus dapat bersifat seperti bumi, yaitu berteguh hati dan selalu mampu memberi anugrah terhadap siapa saja yang berjasa terhadap nusa dan bangsa (Beritamagelang.id, 13 Desember 2021).

Bagaimana dengan zaman sekarang ini? Apakah Pappasang dan Hasta Brata tercermin dalam kepemimpinan Presiden Jokowi?

Publik saat ini tengah ramai membincangkan isi film “Dirty Vote” garapan Dhandy Dwi Laksono mengupas tentang praktik kecurangan Pemilu secara terstruktur, sistematis, dan masif yang dilakukan rezim Jokowi.

Film dokumenter yang menampilkan ulasan tiga pakar hukum tata negara, yakni Zainal Arifin Mochtar, Bivitri Susanti, dan Feri Amsari tersebut memang mulai tayang di saat Pemilu memasuki hari tenang.

Sebenarnya, isi film ini tidak ada yang baru karena memang telah terjadi dan memang benar itulah yang dilakukan rezim yang berkuasa untuk mengekalkan kekuasaannya. Menjadi aneh jika ada pihak-pihak yang keberatan.

Ada pihak yang berkelindan dengan kekuasaan melaporkan kalau tayangan yang mencerahkan akal itu malah dianggap menyebarkan kebencian dan fitnah.

Padahal jika ingin dibantah, cukuplah dibuat film tandingannya. Bukankah narasi harus dibalas dengan narasi? Bukan dilawan dengan makan siang dan susu gratis.

Proses pembusukkan demokrasi jika mau kita akui memang telah lama disiapkan dengan topeng-topeng kekuasaan yang dikemas dengan gaya pencitraan yang ulung. Kasian rakyat kecil yang selama ini “terbius” dengan kefanatikan.

Melongok gorong-gorong, membagi-bagikan sepeda, menyebar beras, melempar kaos, menebar amplop semuanya demi tujuan pewarisan kekuasaan untuk anak, menantu dan kelak – siapa tahu - untuk cucu dan cicitnya.

Tidak hanya rakyat kecil berpendidikan rendah yang “dibodohi”, elite-elite kekuasaan yang demi menambah pundi-pundi kekayaan dan pelanggengan jabatannya jatuh “rebah” dan “menyembah” kekuasaan. Semuanya berkelindan menyukseskan suksesi tanpa moral.

Jika pada Soeharto kita bisa belajar arti kerakusan materi yang menumpuk pada keluarga dan kroni-kroninya, maka di rezim Jokowi kita bisa melihat betapa etika dan moral telah rusak dan “ambyar” berkeping-keping.

Jika suara guru besar, akademisi dan mahasiswa dianggap “buzzer”, maka hanya di era ini suara influencer ditabalkan sebagai suara kebenaran.

Kita tidak lagi mendapat keteladanan, yang ada hanyalah pertunjukkan kebobrokan demi kebobrokan etika dan moral.

Tidak malu mengatakan "tidak kampanye", padahal kampanye. Tidak malu mengatakan "anaknya tidak tertarik dengan politik", jebule jadi merajalela.

Dari Ferdinand Marcos, kisah pilu presiden bertangan besi di Filipina harusnya kita menyimak. Tumpulnya nurani dan besarnya syahwat kekuasaan begitu membutakan Marcos.

Desakan adanya reformasi dan pemurnian demokrasi dihadapi dengan senjata dan acungan laras tank.

Marcos “dijilat” dan dikelilingi antek-anteknya. Begitu arus perlawanan rakyat semakin membesar dan tidak bisa dibendung lagi, para antek-anteknya berbalik badan mengecam Marcos.

Marcos menggarong habis-habisan kekayaan negara. Hidup mewah di tanah pengasingan, bernama Hawai.

Berkat kekayaannya yang ditimbun tanpa malu, kini keluarganya bisa meraih tampuk kekuasaan (kembali) dengan memanfaatkan rendahnya daya nalar rakyat Filipina yang terbuai gaya “tari-tarian” Bongbong Marcos saat berkampanye.

Dari Syah Iran Reza Pahlevi yang jatuh karena revolusi antimonarki 1979 kita juga bisa melihat, loyalis dan penjilat Reza Pahlevi yang pertama kali berbalik badan ketika kekuasaan Reza di ujung tanduk.

Dari Soerharto kita bisa menarik pelajaran ketika di awal hari Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Harmoko menyebut Soeharto masih mendapat dukungan kuat dari rakyat, tetapi di penghujung hari bisa berkata sebaliknya kalau rakyat tidak lagi menginginkan Soeharto berkuasa lagi.

Cukup sudah, dari semua sejarah kepemimpinan kita bisa belajar dan memahami arti pemimpin yang tumpul nurani, etika dan moralnya.

Jika ada pemimpin yang masih bebal juga, maka tunggulah suatu saat akan terjengkang dari tampuk kekuasaan dan malu tiada tara di kemudian hari.

“Ketika akal sehat dan nurani dicederai, etika dilecehkan, hukum dikangkangi, kita sebenarnya tidak sedang menjalani demokrasi. Kita cuma melanggengkan oligarkhi. Bukalah mata hati dan suarakan nuranimu.” – Nugroho F. Yudho/wartawan senior.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Zulhas Sebut Kader PAN yang Siap Jadi Menteri, Ada Yandri Susanto dan Eddy Soeparno

Zulhas Sebut Kader PAN yang Siap Jadi Menteri, Ada Yandri Susanto dan Eddy Soeparno

Nasional
Prabowo: Bung Karno Milik Seluruh Rakyat, Ada yang Ngaku-ngaku Seolah Milik Satu Partai

Prabowo: Bung Karno Milik Seluruh Rakyat, Ada yang Ngaku-ngaku Seolah Milik Satu Partai

Nasional
Jelang Munas Golkar, Soksi Nyatakan Dukung Airlangga Jadi Ketum Lagi

Jelang Munas Golkar, Soksi Nyatakan Dukung Airlangga Jadi Ketum Lagi

Nasional
Prabowo: Kalau Tak Mau Kerja Sama, Jangan Ganggu, Kami Mau Kerja...

Prabowo: Kalau Tak Mau Kerja Sama, Jangan Ganggu, Kami Mau Kerja...

Nasional
PAN Doa Dapat Banyak Jatah Menteri, Prabowo: Masuk Itu Barang

PAN Doa Dapat Banyak Jatah Menteri, Prabowo: Masuk Itu Barang

Nasional
KPK Cegah Pengusaha Muhaimin Syarif ke Luar Negeri Terkait Kasus Gubernur Malut

KPK Cegah Pengusaha Muhaimin Syarif ke Luar Negeri Terkait Kasus Gubernur Malut

Nasional
Zulhas: Banyak yang Salah Sangka Prabowo Menang karena Bansos, Keliru...

Zulhas: Banyak yang Salah Sangka Prabowo Menang karena Bansos, Keliru...

Nasional
Seluruh DPW PAN Dorong Zulhas Maju Jadi Ketua Umum Lagi

Seluruh DPW PAN Dorong Zulhas Maju Jadi Ketua Umum Lagi

Nasional
Di Depan Prabowo, Politisi PAN Berdoa Jatah Menteri Lebih Banyak dari Perkiraan

Di Depan Prabowo, Politisi PAN Berdoa Jatah Menteri Lebih Banyak dari Perkiraan

Nasional
Ditjen Imigrasi Periksa 914 WNA, Amankan WN Tanzania dan Uganda karena Diduga Terlibat Prostitusi

Ditjen Imigrasi Periksa 914 WNA, Amankan WN Tanzania dan Uganda karena Diduga Terlibat Prostitusi

Nasional
Disambut Hatta Rajasa, Prabowo Hadiri Rakornas Pilkada PAN

Disambut Hatta Rajasa, Prabowo Hadiri Rakornas Pilkada PAN

Nasional
Tambah Dua Tanker Gas Raksasa, Pertamina International Shipping Jadi Top Tier Pengangkut LPG Asia Tenggara

Tambah Dua Tanker Gas Raksasa, Pertamina International Shipping Jadi Top Tier Pengangkut LPG Asia Tenggara

Nasional
Jaksa KPK Diminta Hadirkan Auditor BPK yang Diduga Terima Suap Terkait Temuan 'Food Estate'

Jaksa KPK Diminta Hadirkan Auditor BPK yang Diduga Terima Suap Terkait Temuan "Food Estate"

Nasional
Kakorlantas Minta Personel Pengamanan WWF di Bali Jaga Etika

Kakorlantas Minta Personel Pengamanan WWF di Bali Jaga Etika

Nasional
KPU Pastikan Verifikasi Data Dukungan Calon Perseorangan Pilkada 2024

KPU Pastikan Verifikasi Data Dukungan Calon Perseorangan Pilkada 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com