Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komarudin Watubun
Politisi

Komarudin Watubun, SH, MH adalah anggota Komisi II DPR RI; Ketua Pansus (Panitia Khusus) DPR RI Bidang RUU Otsus Papua (2021); pendiri Yayasan Lima Sila Indonesia (YLSI) dan StagingPoint.Com; penulis buku Maluku: Staging Point RI Abad 21 (2017).

Republik Versus Dinasti Politik

Kompas.com - 12/02/2024, 12:40 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Bangsa Indonesia memiliki ketetapan tentang larangan nepotisme. Pada 13 November 1998, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) menetapkan Ketetapan MPR RI No. XI/MPR/1998 Tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih Dan bebas Korupsi, Kolusi, Dan Nepotisme. Pasal 2 ayat (2) Tap MPR RI ini berbunyi, “…penyelenggara negara harus jujur, adil, terbuka, dan terpercaya serta mampu membebaskan diri dari praktek korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).” Tiap pejabat publik harus mengumumkan dan bersedia diperiksa kekayaannya sebelum dan setelah menjabat (Pasal 3 ayat 1 No. XI/MPR/1998).

Berdasarkan Tap MPR No I/MPR/2003 tentang Peninjauan atas Materi dan Status Hukum Ketetapan MPRS/MPR Tahun 1960-2002, Tap MPR RI No. XI/MPR/1998 termasuk Tap MPR RI “tetap berlaku sampai dengan terbentuknya undang-undang”. UU No. 8/2015 tentang pemilihan gubernur, bupati, dan wali-kota, juga tidak menyebut ketetapan MPR ini.

Filosofi dasar Tap MPR RI No. XI/MPR/1998 ialah tanggungjawab penyelenggara negara kepada kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara. Ini pula merupakan prinsip dasar susunan republik sejak era pra-Masehi. Pasal 1 ayat (1) UUD 1945 berbunyi: “Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan, yang berbentuk Republik.” Praktiknya bukan hal mudah.

Kajian Benny Geys (2017) yang dirilis The Economic Journal, mengurai potensi risiko dinasti politik di Italia tahun 1985-2012. Riset itu melibatkan sekitar 540 ribu politisi daerah. Seleksi politik (jabatan) dikontrol oleh politisi; praktik ini tidak melahirkan persaingan adil, tapi ketidak-setaraan kesempatan publik, karena praktik nepotisme dan dinasti politik.

D. Szakonyi (2019) asal George Washington University (AS), meneliti risiko nepotisme terhadap sektor swasta di Republik Federasi Rusia menyimpulkan: “Nepotism creates a class of individuals invested in the current power structure” di Rusia 1999-2004.

Perusahan besar di Rusia, tulis Szakonyi, merekrut anggota keluarga pejabat guna mendapat kontrak bisnis. Nepotisme membentuk kolaborasi oligarki dan dinasti politik yang merugikan masyarakat atau nilai republik, tanpa terkontrol oleh publik.

Oliver Vanden Eynde dan Jonathan Lehne asal Ecole d'economie de Paris dan Yakub N Shapiro (Prancis) asal Princeton University (AS) tahun 2018 merilis hasil riset kontrak pembangunan 88.000 jalan desa tahun 2001-2013 di India. Hasil riset menunjukkan, politisi di 2.632 daerah pemilihan di 24 dari 28 negara bagian India, melakukan intervensi alokasi kontrak atas nama kerabat-sahabatnya. Artinya, nepotisme merugikan kepentingan dan hak masyarakat.

Risiko kolaborasi dinasti-politik dan oligarki melalui pilkada, papar Wijayanto et al. (2021) dalam ‘Nestapa Demokrasi Di masa Pandemi : Refleksi 2020, Outlook 2021’ ialah kepentingan masyarakat dikesampingkan.

Proteksi kepentingan umum atau hak masyarakat selama 2.500 tahun terakhir adalah isu, prinsip, dan nilai pokok dari pemerintahan republik.

Etika adalah solusi konflik kepentingan umum republik vs kepentingan privat-nipote. Sebek menulis, “The dispute of public and private interests is resolved in a system of principles, and the chief principles are justice and equality when the public is concerned.”

Republik vs Dinasti Politik

Kita baca buku ‘A Prince in a Republic’ atau Pangeran Republik karya John Monfries (2015) tentang Sultan Hamengkubuwono (HB) IX asal Yogyakarta. Pilihan republik adalah wujud sikap-karakter politik Sultan HB IX yang tulus mengorbankan milik, aset, hak, dan properti kesultanan Yogya untuk Republik Indonesia. Sultan HB IX adalah ‘role model’ pemimpin berjiwa dan berkarakter republik.

Selama 2.500 tahun terakhir, hanya ada satu filosofi dan prinsip pemerintahan anti-korupsi yakni republik. Republik Roma di Italia tahun 509 sebelum Masehi (SM) mengakhiri dinasti politik Raja Lucius Tarquinius Superbus, keturunan Etruscan, yang memerintah Roma tahun 753–509 SM.

Sejak itu, republik menyelenggarakan kekuasaan negara sebagai milik atau properti publik (res publica), bukan milik atau kepentingan orang per orang (monarki) dan golongan (oligarki). Maka suksesi jabatan pemerintahan, bukan berdasarkan hubungan-darah, tetapi pilihan rakyat sesuai kemampuan dan tanggung jawab melindung kepentingan umum.

Para pendiri Indonesia memilih bentuk republik tahun 1945. Pada 18 Agustus 1945, para pendiri bangsa yang tergabung dalam Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI), menyepakati Pembukaan UUD 45.

Alinea ke-4 Pembukaan UUD 45 berbunyi: “Negara RI yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”

Maka praktik korupsi adalah anti-republik. Kita baca data Desember 2016, lonjakan dinasti politik juga seiring dengan lonjakan praktik korupsi di Indonesia. Misalnya, 122 anggota DPR dan DPRD, 25 menteri atau kepala lembaga pemerintah, 4 duta besar, 7 komisioner, 17 gubernur, 51 bupati dan wali kota, 130 pejabat eselon I dan sampai eselon III, serta 14 hakim sudah dipenjara karena korupsi.

Upaya memperpanjang masa jabatan presiden juga berisiko anti-republik. Sebab Pasal 7 UUD 1945 menetapkan, “Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan.” Prinsip pokok sistem presidensil yang dianut oleh UUD 945 antara lain ialah pembatasan masa jabatan presiden menurut UUD.

Di sisi lain, rujukan putusan MK No. 33/PUU-XIII/2015 ialah Pasal 28 J ayat (2) UUD 1945 tentang Hak Asasi Manusia (HAM). Namun, pelaksanaan HAM harus menerapkan ‘prinsip merugikan’ (harm principle) atau sejauh tidak merugikan hak-hak orang lain dan kepentingan umum.

Filsuf John Stuart Mill (1879) asal Inggris misalnya mengadopsi prinsip Paus Inosentius XII abad 17 M bahwa nipote ditolerir sejauh tidak berisiko melanggar nilai keadilan dan kesetaraan khususnya hak orang lain dan kepentingan umum (republik).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Program Deradikalisasi BNPT Diapresiasi Selandia Baru

Program Deradikalisasi BNPT Diapresiasi Selandia Baru

Nasional
Kirim Surat Tilang Lewat WA Disetop Sementara, Kembali Pakai Pos

Kirim Surat Tilang Lewat WA Disetop Sementara, Kembali Pakai Pos

Nasional
Polri Setop Sementara Kirim Surat Tilang Lewat WhatsApp, Bakal Evaluasi Lebih Dulu

Polri Setop Sementara Kirim Surat Tilang Lewat WhatsApp, Bakal Evaluasi Lebih Dulu

Nasional
Selain Eko Patrio, PAN Juga Dorong Yandri Susanto Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran

Selain Eko Patrio, PAN Juga Dorong Yandri Susanto Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Fahira Idris Kecam Serangan di Rafah, Sebut Israel dan Sekutu Aib Peradaban Umat Manusia

Fahira Idris Kecam Serangan di Rafah, Sebut Israel dan Sekutu Aib Peradaban Umat Manusia

Nasional
PELNI Buka Lowongan Kerja Nahkoda dan KKM Periode Mei 2024

PELNI Buka Lowongan Kerja Nahkoda dan KKM Periode Mei 2024

Nasional
Ungkit Kasus Firli dan Lili, ICW Ingatkan Jokowi Tak Salah Pilih Pansel Capim KPK

Ungkit Kasus Firli dan Lili, ICW Ingatkan Jokowi Tak Salah Pilih Pansel Capim KPK

Nasional
Biaya Ibadah Umrah dan Kurban SYL pun Hasil Memeras Pejabat Kementan

Biaya Ibadah Umrah dan Kurban SYL pun Hasil Memeras Pejabat Kementan

Nasional
SYL Sebut Perjalanan Dinas Atas Perintah Presiden untuk Kepentingan 280 Juta Penduduk

SYL Sebut Perjalanan Dinas Atas Perintah Presiden untuk Kepentingan 280 Juta Penduduk

Nasional
DKPP Sebut Anggarannya Turun saat Kebanjiran Kasus Pelanggaran Etik

DKPP Sebut Anggarannya Turun saat Kebanjiran Kasus Pelanggaran Etik

Nasional
Lima Direktorat di Kementan Patungan Rp 1 Miliar Bayari Umrah SYL

Lima Direktorat di Kementan Patungan Rp 1 Miliar Bayari Umrah SYL

Nasional
DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik, Diprediksi Terus Bertambah Jelang Pilkada

DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik, Diprediksi Terus Bertambah Jelang Pilkada

Nasional
KPK Bakal Usut Dugaan Oknum BPK Minta Rp 12 Miliar Terkait 'Food Estate' Ke Kementan

KPK Bakal Usut Dugaan Oknum BPK Minta Rp 12 Miliar Terkait "Food Estate" Ke Kementan

Nasional
Pejabat Kementan Tanggung Sewa 'Private Jet' SYL Rp 1 Miliar

Pejabat Kementan Tanggung Sewa "Private Jet" SYL Rp 1 Miliar

Nasional
Pejabat Kementan Tanggung Kebutuhan SYL di Brasil, AS, dan Arab Saudi

Pejabat Kementan Tanggung Kebutuhan SYL di Brasil, AS, dan Arab Saudi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com