Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Heru Margianto
Managing Editor Kompas.com

Wartawan Kompas.com. Meminati isu-isu politik dan keberagaman. Penikmat bintang-bintang di langit malam. 

Wajah Hoaks Sejak Zaman Romawi hingga Pilpres Indonesia 2024

Kompas.com - 10/02/2024, 14:14 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Laporan OII mencatat, tugas pasukan siber itu adalah menyusun strategi dan teknik propaganda di media sosial, memanipulasi suatu konten, mengambil data secara ilegal, hingga mengerahkan pasukan untuk menekan pihak tertentu, semisal aktivis dan pers.

Sementara itu, semakin banyak pemerintah dan politisi yang menggunakan media sosial untuk memengaruhi proses pemilu, demokrasi, dan hak asasi manusia.

Baca juga: Pasukan Siber Mengepung Dunia, Turut Mengancam Indonesia

Pilpres 2019

Meski tak sekeras Pilpres 2014, pilpres 2019 pun sarat dengan sebaran hoaks. Medium yang paling banyak digunakan adalah media sosial. Facebook masih menjadi tempat favorit.

Studi yang dilakukan Dewi Sad Tanti dan MT Hidayat tentang "Ragam dan Pola Sebaran Hoaks Jelang Pemilihan Umum Serentak Tahun 2019” mendapatkan, dari 1.467 konten hoaks yang diidentifikasi Kominfo sepanjang Januari-April 2019, sebanyak 58 persennya tersebar di Facebook.

Sisanya beredar di Twitter (14 persen), WhatsApp (6 persen), Youtube (2 persen), dan sejumlah mediun lainnya yang tidak disebutkan.

Di tahun 2019, Youtube masih belum populer. Situasinya akan berbeda di periode pilpres 2024 yang akan kita bahas selanjutnya.

Di periode ini format hoaks paling populer adalah foto dengan caption (48 persen), tulisan saja (15 persen), video dengan caption (1 persen), berbagai bentuk lainnya yang tidak disebutkan.

Meski sama-sama menyesatkan, namun sebaran hoaks pada pilpres 2014 dan 2019 memiliki tujuan berbeda.

Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Khoirunnisa Nur Agustyati, dalam diskusi mengatakan, sebaran hoaks pada pilpres 2014 dan 2019 memiliki tujuan berbeda.

Tujuan hoaks pada pilpres 2014 adalah mengubah persepsi masyarakat terhadap kandidat tertentu, menyerang kandidat tertentu, dan fokusnya untuk saling menjatuhkan antarkandidat. Hoaks 2014 mampu membuat polarisasi masyarakat yang berdampak pada pemilu 2019.

Pada pemilu 2019, hoaks yang beredar tujuannya adalah memelihara polarisasi yang ada karena kontestasi pilpres diikuti oleh kandidat yang sama: Joko Widodo dan Prabowo Subianto.

Tren baru hoaks di pilpres 2019 adalah mengubah pikiran publik terhadap penyelenggara pemilu untuk mendegradasi keabsahan penyelenggaraan pemilu. Dampaknya, publik hilang kepercayaan terhadap penyelenggara pemilu.

Baca juga: Perbedaan Tren Hoaks pada Pemilu 2014 dan 2019

Hoaks pilpres 2024

Apakah pilpres 2024 saat ini terbebas dari hoaks? Tentu tidak. Adagium nil novi sub ole, tidak ada yang baru di bawah matahari, tetap berlaku.

Dalam rilis yang disebarkan kepada media, Mafindo menemukan 2.330 hoaks sepanjang 2023, dengan hoaks politik sebanyak 1.992. Jumlah hoaks politik dua kali lipat lebih banyak dibanding hoaks sejenis pada pilpres 2019 yang jumlahnya 644.

“Persentase hoaks politik di 2023 sebanyak 55,5 persen yang ditemukan Mafindo, selain menjadi yang tertinggi, juga memposisikan hoaks politik kembali mendominasi topik hoaks pasca-2019,” kata Ketua Presidium Mafindo, Septiaji Eko Nugroho.

Kominfo juga menemukan persebaran hoaks yang banyak sepanjang 1 Juli 2023 hingga 5 Februari 2024. Ada 2.907 konten hoaks yang ditemukan kominfo di media sosial. Dari jumlah itu, 1.730 telah diturunkan.

Yang menarik dari pilpres 2024 adalah medan pertempurannya. Jika pada pemilu 2014 dan 2019 Facebook adalah sarang hoaks, kali ini sarangnya adalah Youtube.

Menurut Mafindo, sebanyak 44,6 persen konten berita bohong politik tersebar di Youtube. Diikuti Facebook (34,4 persen), Tiktok (9,3 persen), X (8 persen), WhatsApp (1,5 persen), dan Instagram (1,4 persen).

Jika bentuk konten hoaks sebelumnya banyak berupa foto dan narasi, sekarang konten hoaks didominasi oleh video.

Seiring perkembangan teknologi artificial intelligence (AI), para produsen hoaks juga menggunakan teknologi deepfake dalam memproduksi hoaks.

Deepfake adalah rekayasa digital untuk menghasilkan gambar dan suara sedemikian rupa sehingga sangat mirip dengan aslinya. Deepfake juga mampu menghasilkan gambar wajah orang yang tidak pernah ada sebelumnya.

Contoh konten hoaks dengan teknologi deepfake adalah video Presiden Jokowi yang seolah-olah berpidato dalam bahasa mandarin. Juga rekaman suara Anies Baswedan dan Surya Paloh yang dibuat dengan AI.

Secara substansi, hoaks memang bukan barang baru. Kabar bohong yang disebarkan secara masif adalah salah satu strategi jahat yang digunakan manusia sejak dulu kala.

Gaya juga selalu mirip-mirip. Biasanya menyentuh sisi emosional publik sehingga mudah tersebar dengan luas. Yang terus berubah adalah teknologi dan medium penyebarannya.

Baca juga: Hasil Manipulasi AI, Video Pidato Jokowi Berbahasa China

Menjadi seorang highlander atau manusia abadi yang tidak pernah mati pastilah amat membosankan, melihat manusia terus berkubang di lumpur hitam yang sama, lumpur kebohongan demi kebohongan untuk mencapai aneka rupa tujuannya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jawab Prabowo, Politikus PDI-P: Siapa yang Klaim Bung Karno Milik Satu Partai?

Jawab Prabowo, Politikus PDI-P: Siapa yang Klaim Bung Karno Milik Satu Partai?

Nasional
Pengamat Sarankan Syarat Pencalonan Gubernur Independen Dipermudah

Pengamat Sarankan Syarat Pencalonan Gubernur Independen Dipermudah

Nasional
Komnas Haji Minta Masyarakat Tak Mudah Tergiur Tawaran Haji Instan

Komnas Haji Minta Masyarakat Tak Mudah Tergiur Tawaran Haji Instan

Nasional
Libur Panjang, Korlantas Catat Peningkatan Arus Lalu Lintas

Libur Panjang, Korlantas Catat Peningkatan Arus Lalu Lintas

Nasional
DKPP Terima 233 Pengaduan Pemilu dalam 4 Bulan Terakhir

DKPP Terima 233 Pengaduan Pemilu dalam 4 Bulan Terakhir

Nasional
Prabowo: Beri Kami Waktu 4 Tahun untuk Buktikan ke Rakyat yang Tak Pilih Kita

Prabowo: Beri Kami Waktu 4 Tahun untuk Buktikan ke Rakyat yang Tak Pilih Kita

Nasional
Yusril: Penambahan Kementerian Prabowo Bukan Bagi-bagi Kekuasaan, Tak Perlu Disebut Pemborosan

Yusril: Penambahan Kementerian Prabowo Bukan Bagi-bagi Kekuasaan, Tak Perlu Disebut Pemborosan

Nasional
BPK di Pusara Sejumlah Kasus Korupsi...

BPK di Pusara Sejumlah Kasus Korupsi...

Nasional
Pengamat: Status WTP Diperjualbelikan karena BPK Diisi Orang Politik

Pengamat: Status WTP Diperjualbelikan karena BPK Diisi Orang Politik

Nasional
Pilkada 2024, Belum Ada Calon Perseorangan Serahkan KTP Dukungan ke KPU

Pilkada 2024, Belum Ada Calon Perseorangan Serahkan KTP Dukungan ke KPU

Nasional
Ada Jalur Independen, Berapa KTP yang Harus Dihimpun Calon Gubernur Nonpartai?

Ada Jalur Independen, Berapa KTP yang Harus Dihimpun Calon Gubernur Nonpartai?

Nasional
PPP: RUU Kementerian Negara Masuk Prolegnas, tetapi Belum Ada Rencana Pembahasan

PPP: RUU Kementerian Negara Masuk Prolegnas, tetapi Belum Ada Rencana Pembahasan

Nasional
Latihan Gabungan, Kapal Perang TNI AL Tenggelamkan Sasaran dengan Rudal Khusus hingga Torpedo

Latihan Gabungan, Kapal Perang TNI AL Tenggelamkan Sasaran dengan Rudal Khusus hingga Torpedo

Nasional
Menag Cek Persiapan Dapur dan Hotel di Madinah untuk Jemaah Indonesia

Menag Cek Persiapan Dapur dan Hotel di Madinah untuk Jemaah Indonesia

Nasional
 Melalui Platform SIMPHONI, Kemenkominfo Gencarkan Pembinaan Pegawai dengan Pola Kolaboratif

Melalui Platform SIMPHONI, Kemenkominfo Gencarkan Pembinaan Pegawai dengan Pola Kolaboratif

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com