Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Andang Subaharianto
Dosen

Antropolog, dosen di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember, Rektor UNTAG Banyuwangi, Sekjen PERTINASIA (Perkumpulan Perguruan Tinggi Nasionalis Indonesia)

Titik Balik Revolusi Mental Jokowi

Kompas.com - 08/02/2024, 10:35 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

“Gerakan hidup baru” digelorakan Soekarno sebagai bagian dari revolusi mental. Menurut Soekarno, dua fase dari tiga fase revolusi bangsa telah dilalui. Dua fase itu adalah fase revolusi fisik (1945-1949) dan fase survival (1950-1955). Satu fase lagi sebagai tantangan, yakni fase investasi.

“Sekarang kita berada pada taraf investment, yaitu taraf menanamkan modal-modal dalam arti seluas-luasnya: investment of human skill, material investment, dan mental investment,” ujar Soekarno (Latif, 2020).

Mengapa investasi mental? Soekarno menyadari bahwa kolonialisme telah membentuk “mentalitas jajahan”. Mentalitas rendah diri, penuh perasaan tak berdaya, tak percaya diri.

Kata Soekarno, bangsa besar, tapi bermental kecil. Suka bertengkar untuk urusan sepele.

Membangun jiwa

Inti revolusi mental Soekarno dan Jokowi pada hakikatnya sama: “membangun jiwa”. Seperti kata WR Soepratman pada lagu “Indonesia Raya”: Bangunlah Jiwanya, Bangunlah Badannya untuk Indonesia Raya.

Di dalam ”jiwa” itu terdapat karakter, etos, semangat, nilai-nilai. Di dalam ”jiwa” itu pula kita bisa merasakan dan mengerti hidup berkebangsaan, menumbuhkan ”kecerdasan kolektif” sebangsa dan senasib, seperjuangan.

Sementara itu, ”badan” adalah instrumen bagi kelangsungan ”jiwa”. Sejarah Eropa menunjukkan bahwa bangsa-bangsa Barat mencapai kemakmuran dengan menguasai ilmu pengetahuan & teknologi setelah menemukan ”Pencerahan” (aufklarung).

Meski dikritik keras oleh Soekarno bahwa “Jiwa Pencerahan” Barat bersifat menjajah. Jiwa menjajah inilah yang ditolak Soekarno. Bangsa Indonesia ke depan tak boleh menjajah, maka Soekarno menawarkan “Jiwa Pancasila”.

Singkat kata, inti revolusi mental sesungguhnya adalah membangun jiwa yang merdeka, mengubah cara pandang, pikiran, sikap, dan perilaku yang menghambat dan menghalang-halangi Indonesia menjadi bangsa besar, maju dan mampu berkompetisi dengan bangsa-bangsa lain di dunia.

Jiwa bangsa yang terpenting adalah jiwa merdeka, jiwa kebebasan untuk meraih kemajuan. Tentu saja kemajuan yang tak menjajah, kemajuan yang berkeadilan sosial, kemajuan yang dibingkai nilai-nilai Pancasila.

Nilai-nilai esensialnya meliputi etos kemajuan, etika kerja, motivasi berprestasi, disiplin, taat hukum dan aturan. Juga berpandangan optimistis, produktif-inovatif, adaptif, kerja sama dan gotong royong, serta berorientasi pada kebajikan publik dan kemaslahatan umum.

Jokowi di mata saya menumbuhkan optimisme. Ya, optimisme sebagai bangsa merdeka yang kelak menemukan arti kemerdekaan yang sesungguhnya.

Titik balik

Jokowi beruntung. Situasi dan kondisi politik pasca-Pilpres 2014 relatif kondusif untuk mendukung implementasi nilai-nilai revolusi mental di pemerintahannya.

Bappenas dan Kemenko PMK (Pembangunan Manusia dan Kebudayaan) selaku “leading sector” dapat segera bekerja menerjemahkan dan memandu program-progam revolusi mental di kementerian dan lembaga negara.

Jokowi lalu melengkapinya dengan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 12 Tahun 2016 tentang Gerakan Nasional Revolusi Mental.

Revolusi mental Jokowi terbukti berdampak positif terhadap kinerja pemerintahannya. Banyak prestasi yang diraih berkat nilai-nilai esensial dari revolusi mental tersebut.

Meski di sana-sini masih terdapat hal-hal negatif yang kontraproduktif dengan nilai-nilai revolusi mental itu, misalnya soal korupsi.

Prestasi-prestasi tersebut secara politik lalu mengantarkan Jokowi dicalonkan kembali oleh PDIP pada Pilpres 2019 dan terpilih kembali sebagai sebagai presiden 2019-2024. Kompetitornya saat itu adalah Prabowo Subianto berpasangan dengan Sandiaga Uno.

Namun, saya membaca terjadi titik balik justru menjelang akhir jabatan periode kedua. Nilai-nilai esensial revolusi mental yang dibangunnya dengan susah payah sejak tahun awal menjabat presiden dinodainya sendiri.

Retorika dan tampilannya, serta bangunan kebangsaan yang dipeloporinya, yang mengundang kekaguman, runtuh seketika.

Lalu, memunculkan kritik tajam dan sinisme kepada Jokowi yang serba bertolak belakang dengan prestasi-prestasi sebelumnya yang mengundang decak kagum sebagian besar masyarakat.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Anggota Komisi VIII Kritik Kemensos karena Tak Hadir Rapat Penanganan Bencana di Sumbar

Anggota Komisi VIII Kritik Kemensos karena Tak Hadir Rapat Penanganan Bencana di Sumbar

Nasional
PAN Tak Mau Ada Partai Baru Dukung Prabowo Langsung Dapat 3 Menteri

PAN Tak Mau Ada Partai Baru Dukung Prabowo Langsung Dapat 3 Menteri

Nasional
Ahli Sebut Keawetan dan Usia Tol MBZ Berkurang karena Spesifikasi Material Diubah

Ahli Sebut Keawetan dan Usia Tol MBZ Berkurang karena Spesifikasi Material Diubah

Nasional
PKB Siapkan Ida Fauziyah Jadi Kandidat Cagub Jakarta, Bukan Anies

PKB Siapkan Ida Fauziyah Jadi Kandidat Cagub Jakarta, Bukan Anies

Nasional
PKB Akui Pertimbangkan Airin Jadi Bacagub di Pilkada Banten 2024

PKB Akui Pertimbangkan Airin Jadi Bacagub di Pilkada Banten 2024

Nasional
Bantah Dapat Jatah 4 Menteri dari Prabowo, PAN: Jangan Tanggung-tanggung, 6 Lebih Masuk Akal

Bantah Dapat Jatah 4 Menteri dari Prabowo, PAN: Jangan Tanggung-tanggung, 6 Lebih Masuk Akal

Nasional
Kisah Runiti Tegar Berhaji meski Suami Meninggal di Embarkasi

Kisah Runiti Tegar Berhaji meski Suami Meninggal di Embarkasi

Nasional
Jokowi Mengaku Tak Bahas Rencana Pertemuan dengan Megawati Saat Bertemu Puan di Bali

Jokowi Mengaku Tak Bahas Rencana Pertemuan dengan Megawati Saat Bertemu Puan di Bali

Nasional
Soal Efek Samping Vaksin AstraZeneca, Menkes Sebut WHO Sudah Ingatkan Risikonya

Soal Efek Samping Vaksin AstraZeneca, Menkes Sebut WHO Sudah Ingatkan Risikonya

Nasional
Kemendikbud Akan Turun Periksa Kenaikan UKT, Komisi X DPR: Semoga Bisa Jawab Kegelisahan Mahasiswa

Kemendikbud Akan Turun Periksa Kenaikan UKT, Komisi X DPR: Semoga Bisa Jawab Kegelisahan Mahasiswa

Nasional
TII Serahkan Petisi Pansel KPK, Presiden Jokowi Didesak Pilih Sosok Berintegritas

TII Serahkan Petisi Pansel KPK, Presiden Jokowi Didesak Pilih Sosok Berintegritas

Nasional
Dilaporkan Nurul Ghufron ke Polisi, Ketua Dewas KPK: Ini Tidak Mengenakkan

Dilaporkan Nurul Ghufron ke Polisi, Ketua Dewas KPK: Ini Tidak Mengenakkan

Nasional
Tak Takut Dilaporkan ke Bareskrim, Dewas KPK: Orang Sudah Tua, Mau Diapain Lagi Sih?

Tak Takut Dilaporkan ke Bareskrim, Dewas KPK: Orang Sudah Tua, Mau Diapain Lagi Sih?

Nasional
Kemendikbud Kini Sebut Pendidikan Tinggi Penting, Janji Buka Akses Luas untuk Publik

Kemendikbud Kini Sebut Pendidikan Tinggi Penting, Janji Buka Akses Luas untuk Publik

Nasional
26 Tahun Reformasi, Aktivis 98 Pajang Nisan Peristiwa dan Nama Korban Pelanggaran HAM

26 Tahun Reformasi, Aktivis 98 Pajang Nisan Peristiwa dan Nama Korban Pelanggaran HAM

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com