Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mungkinkah Gibran Didiskualifikasi karena DKPP Putuskan KPU Langgar Etik?

Kompas.com - 07/02/2024, 13:11 WIB
Fitria Chusna Farisa

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) baru-baru ini menjatuhkan sanksi etik kepada seluruh komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI lantaran memproses pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden (cawapres) Pemilu 2024.

Putusan DKPP tersebut menimbulkan tanda tanya, adakah peluang Gibran untuk didiskualifikasi sebagai cawapres peserta pemilu?

Tiga kemungkinan

Terkait ini, anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini menjelaskan bahwa sedikitnya, ada tiga hal yang bisa menyebabkan capres-cawapres peserta pemilu didiskualifikasi.

Pertama, apabila berdasarkan rekomendasi Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) capres-cawapres terbukti melakukan pelanggaran secara terstruktur, sistematis, dan masif karena menjanjikan dan/atau memberikan uang atau materi lainnya untuk memengaruhi penyelanggara pemilu dan/atau pemilih.

Baca juga: Survei Populi Center: Prabowo-Gibran 52,5 Persen, Anies-Muhaimin 22,1 Persen, Ganjar-Mahfud 16,9 Persen

Capres-cawapres yang terbukti melakukan pelanggaran ini bukan hanya didiskualifikasi, tetapi juga terancam hukuman pidana.

Pasal 286 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu berbunyi sebagai berikut:

  1. Pasangan calon, calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, pelaksana kampanye, dan/atau tim kampanye dilarang menjanjikan dan/atau memberikan uang atau materi lainnya untuk memengaruhi penyelenggara pemilu dan/atau pemilih.
  2. Pasangan calon serta calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota yang terbukti melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan rekomendasi Bawaslu dapat dikenai sanksi administratif pembatalan sebagai pasangan calon serta calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota oleh KPU.
  3. Pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan pelanggaran yang terjadi secara terstruktur, sistematis, dan masif.
  4. Pemberian sanksi terhadap pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak menggugurkan sanksi pidana.

Baca juga: Giliran Sivitas Akademika UNJ Bersuara: Desak Jokowi Netral dan Soroti Pencalonan Gibran

Kemungkinan kedua, capres-cawapres juga dapat didiskualifikasi jika melakukan pelanggaran administratif pemilu secara terstruktur, sistematis, dan masif.

Ketentuan ini diatur dalam Pasal 463 UU Pemilu berikut:

  1. Dalam hal terjadi pelanggaran administratif Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 460 yang terjadi secara terstruktur, sistematis, dan masif, Bawaslu menerima, memeriksa, dan merekomendasikan pelanggaran administratif Pemilu dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja.
  2. Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan secara terbuka dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  3. KPU wajib menindaklanjuti putusan Bawaslu dengan menerbitkan keputusan KPU dalam waktu paling lambat 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak diterbitkannya putusan Bawaslu.
  4. Keputusan KPU sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat berupa sanksi administratif pembatalan calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, dan Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden.

Ketiga, capres-cawapres didiskualifikasi apabila terdapat putusan Mahkamah Konstitusi terkait perselisihan hasil pemilu yang mendiskualifikasi peserta pemilu dari kemenangannya atau kepesertaannya di pemilu yang mengakibatkan tidak bisa ikut pilpres putaran kedua.

Etik

Titi mengatakan, putusan DKPP sendiri menyangkut persoalan etika. DKPP tidak boleh melampaui masalah penegakan etika, apalagi mengubah keputusan administratif penyelenggara pemilu.

Oleh karenanya, meski memutuskan KPU RI melanggar etik, DKPP menyatakan bahwa langkah KPU meloloskan Gibran dalam pilpres telah sesuai dengan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 90/PUU-XXI/2023 mengenai syarat minimal usia calon presiden dan calon wakil presiden.

Atas putusan ini, DKPP seolah hanya menekankan soal pelanggaran etika para komisioner KPU, tanpa menyentuh implementasi Putusan MK. DKPP seakan hendak menyatakan bahwa putusan mereka tidak berkaitan dengan pencalonan Gibran.

Kendati begitu, Titi mengatakan, ini tak mengesampingkan fakta bahwa pencalonan Gibran pada Pilpres 2024 memang bermasalah.

“Putusan DKPP tidak dapat digunakan untuk mendiskualifikasi Gibran, namun pelanggaran etika tersebut akan terus digunakan untuk mendelegitimasi pencalonannya yang memang problematik sejak awal,” kata Titi kepada Kompas.com, Selasa (7/2/2024).

“Putusan DKPP ini menegaskan bahwa ada banyak masalah etika dalam proses pencalonan Gibran,” lanjutnya.

Ketua KPU Hasyim Asy'ari memberikan keterangan pers terkait Pemilu 2024 di kantor KPU, Jakarta, Selasa (28/11/2023). ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/nym.ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A Ketua KPU Hasyim Asy'ari memberikan keterangan pers terkait Pemilu 2024 di kantor KPU, Jakarta, Selasa (28/11/2023). ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/nym.
Titi menduga, Putusan DKPP tak akan banyak berpengaruh terhadap pencalonan Gibran. Selain karena putusan tersebut tidak dapat dijadikan dasar untuk mendiskualifikasi, pun mendorong Gibran supaya mundur dari pilpres seolah mustahil.

Sebab, UU Pemilu mengatur larangan mundur bagi capres atau cawapres yang sudah ditetapkan sebagai pasangan calon tetap.

“Sebagaimana diatur dalam Pasal 236 ayat (2), Pasal 552, dan Pasal 553 UU 7 Tahun 2017 yang mengatur ketentuan pidana dan denda bagi calon yang mengundurkan diri,” tuturnya.

Kendati demikian, lanjut Titi, putusan DKPP ini dapat digunakan sebagai pertimbangan para pemilih untuk rasional dan kritis.

Pemilih diharapkan menggunakan hak pilih dengan menimbang segala aspek terkait capres-cawapres, sehingga pilihan bisa dijatuhkan secara benar, bijaksana, dan bertanggung jawab.

“Tidak mengabaikan dinamika yang terjadi, jusatru itu jadi referensi dalam menjatuhkan pilihan. Apalagi mengingat pilpres sudah dalam hitungan hari,” tandas pengajar Universitas Indonesia (UI) itu.

Baca juga: Muncul Desakan Gibran Mundur Usai DKPP Putuskan KPU Langgar Etik, Mungkinkah?

Putusan DKPP

Sebelumnya diberitakan, DKPP menjatuhkan sanksi peringatan keras terakhir kepada Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari, Senin (5/2/2024).

Hasyim dinilai melanggar kode etik karena memproses pendaftaran Gibran sebagai calon wakil presiden, tanpa mengubah syarat usia minimum capres-cawapres pada Peraturan KPU Nomor 19 Tahun 2023 sesuai Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023.

Selain itu, DKPP menjatuhkan sanksi peringatan keras kepada 6 Komisioner KPU, yakni August Mellaz, Betty Epsilo Idroos, Mochamad Afifuddin, Yulianto Sudrajat, Parsadaan Harahap, dan Idham Holik.

Dalam pertimbangan putusan yang dibacakan oleh Anggota DKPP I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi, KPU seharusnya segera melakukan konsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan pemerintah setelah Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 pada 16 Oktober 2023.

Ini diperlukan agar Peraturan KPU Nomor 19 Tahun 2023 selaku aturan teknis pilpres bisa segera direvisi akibat dampak putusan MK.

“Para teradu baru mengajukan konsultasi kepada DPR pada 23 Oktober 2023, atau 7 hari setelah putusan MK diucapkan," kata Wiarsa.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Revisi UU Kementerian Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang

Revisi UU Kementerian Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang

Nasional
[POPULER NASIONAL] Babak Baru Kasus Vina Cirebon | 'Crazy Rich' di Antara 21 Tersangka Korupsi Timah

[POPULER NASIONAL] Babak Baru Kasus Vina Cirebon | "Crazy Rich" di Antara 21 Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Tanggal 21 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 21 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kemendikbud Sebut Kuliah Bersifat Tersier, Pimpinan Komisi X: Tidak Semestinya Disampaikan

Kemendikbud Sebut Kuliah Bersifat Tersier, Pimpinan Komisi X: Tidak Semestinya Disampaikan

Nasional
Wapres Minta Alumni Tebuireng Bangun Konsep Besar Pembangunan Umat

Wapres Minta Alumni Tebuireng Bangun Konsep Besar Pembangunan Umat

Nasional
Khofifah-Emil Dardak Mohon Doa Menang Pilkada Jatim 2024 Usai Didukung Demokrat-Golkar

Khofifah-Emil Dardak Mohon Doa Menang Pilkada Jatim 2024 Usai Didukung Demokrat-Golkar

Nasional
Pertamina Raih Penghargaan di InaBuyer 2024, Kado untuk Kebangkitan UMKM

Pertamina Raih Penghargaan di InaBuyer 2024, Kado untuk Kebangkitan UMKM

Nasional
Soal Isu Raffi Ahmad Maju Pilkada 2024, Airlangga: Bisa OTW ke Jateng dan Jakarta, Kan Dia MC

Soal Isu Raffi Ahmad Maju Pilkada 2024, Airlangga: Bisa OTW ke Jateng dan Jakarta, Kan Dia MC

Nasional
Cegah MERS-CoV Masuk Indonesia, Kemenkes Akan Pantau Kepulangan Jemaah Haji

Cegah MERS-CoV Masuk Indonesia, Kemenkes Akan Pantau Kepulangan Jemaah Haji

Nasional
Dari 372 Badan Publik, KIP Sebut Hanya 122 yang Informatif

Dari 372 Badan Publik, KIP Sebut Hanya 122 yang Informatif

Nasional
Jemaah Haji Indonesia Kembali Wafat di Madinah, Jumlah Meninggal Dunia Menjadi 4 Orang

Jemaah Haji Indonesia Kembali Wafat di Madinah, Jumlah Meninggal Dunia Menjadi 4 Orang

Nasional
Hari Keenam Penerbangan, 34.181 Jemaah Haji tiba di Madinah

Hari Keenam Penerbangan, 34.181 Jemaah Haji tiba di Madinah

Nasional
Jokowi Bahas Masalah Kenaikan UKT Bersama Menteri Pekan Depan

Jokowi Bahas Masalah Kenaikan UKT Bersama Menteri Pekan Depan

Nasional
KIP: Indeks Keterbukaan Informasi Publik Kita Sedang-sedang Saja

KIP: Indeks Keterbukaan Informasi Publik Kita Sedang-sedang Saja

Nasional
Digelar di Bali Selama 8 Hari, Ini Rangkaian Kegiatan World Water Forum 2024

Digelar di Bali Selama 8 Hari, Ini Rangkaian Kegiatan World Water Forum 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com