JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman meminta agar pengangkatan Suhartoyo sebagai suksesornya dibatalkan, sehingga ia masih bisa duduk sebagai orang nomor 1 di MK.
Hal itu tertuang dalam isi gugatan yang dilayangkan Anwar ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta pada 24 November 2023. Perkara ini terdaftar dengan Nomor Perkara 604/G/2023/PTUN.JKT.
Sejak perkara didaftarkan, kubu Anwar bungkam soal isi gugatan. Pihak MK juga mengaku belum pernah mengetahui pasti isi gugatan.
Baru pada hari ini, Rabu (31/8/2024), PTUN Jakarta menggelar sidang pembacaan gugatan dan sikap majelis atas permohonan pihak terkait secara elektronik.
"Menyatakan batal atau tidak sah Keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 17 Tahun 2023, tanggal 9 November 2023 tentang Pengangkatan Ketua Mahkamah Konstitusi Masa Jabatan 2023-2028," tulis petitum nomor 1 dalam pokok perkara gugatan Anwar, sebagaimana tercantum dalam situs resmi PTUN Jakarta.
Petitum kedua, ipar Presiden Joko Widodo itu meminta PTUN Jakarta mewajibkan Ketua MK saat ini, Suhartoyo, mencabut Keputusan MK di atas.
Ia juga meminta Ketua MK merehabilitasi nama baik dan memulihkan kedudukannya sebagai Ketua MK serta membayar biaya perkara ini.
Tak hanya permohonan dalam pokok perkara, Anwar juga melayangkan gugatan sela.
Baca juga: Jokowi, Anwar Usman, dan KPU RI Digugat agar Minta Maaf Lewat Media Selama Seminggu
Sepanjang perkara ini disidang dan belum putus secara inkrah, Anwar meminta supaya Keputusan MK soal pengangkatan Suhartoyo ditangguhkan pelaksanaannya.
Kisruh Anwar bermula setelah MK menerbitkan putusan nomor 90/PUU-XXI/2023 pada Oktober 2023.
Putusan itu membukakan pintu untuk putra sulung Jokowi, Gibran Rakabuming Raka (36), maju sebagai calon wakil presiden pendamping Prabowo Subianto berbekal status sebagai Wali Kota Solo meskipun belum memenuhi kriteria usia minimum 40 tahun.
Buntut putusan ini, Anwar dicopot dari jabatannya sebagai Ketua MK oleh Majelis Kehormatan MK (MKMK) karena terbukti terlibat pelanggaran etika berat.
Baca juga: Jokowi, Anwar Usman, dan KPU RI Digugat ke PN Jakpus atas Dugaan Perbuatan Melanggar Hukum
Ketua MKMK, I Dewa Gede Palguna, mengaku menyurati PTUN Jakarta dalam kasus ini dan memiliki alasan khusus di balik langkah ini.
Palguna menilai, majelis hakim PTUN Jakarta harus mempertimbangkan banyak hal dalam memutus perkara gugatan Anwar Usman, karena perkara ini berbeda dengan perkara-perkara pada umumnya yang digugat ke PTUN.
Sikap PTUN Jakarta melalui putusannya nanti dianggap genting karena akan menjadi yurisprudensi bagi praktik penyelenggaraan negara.
"Ini bukan seperti putusan pejabat atau tata usaha negara seperti ada pembongkaran rumah, beda jauh itu. Ini langsung kaitannya dengan penegakan konstitusi dan undang-undang dasar. Itu poinnya mengapa kami merasa harus hadir di sana," ungkap Palguna kepada wartawan pada Kamis (18/1/2024).
"Pada waktu itu kami menyampaikan, yang jelas MKMK itu punya kepentingan terhadap gugatan itu. Karena yang digugat adalah Surat Keputusan (SK) MK, dan SK itu dibuat--di dalam konsiderannya--itu nyata-nyata disebut putusan MKMK," tambahnya.
Baca juga: Surati PTUN, MKMK Anggap Gugatan Anwar Usman Perkara Genting
Hal ini menimbulkan masalah yang dianggap tak sepele, karena ini artinya PTUN akan mengadili sesuatu berkenaan dengan putusan etik.
"Yang mau kita sampaikan, ini bukan perkara tata usaha negara biasa. Itu dampaknya besar karena menyangkut langsung persoalan praktik ketatanegaraan. Anda terbayang tidak apa yang akan terjadi dengan ini?" ujar pakar hukum tata negara itu.
Eks hakim konstitusi 2 periode itu menyebutkan bahwa MKMK siap menjawab dan menyampaikan penjelasan soal hakikat peradilan etik dan kaitannya dengan peradilan tata usaha negara.
MKMK juga disebut akan menjelaskan mengapa lembaga tersebut diperlukan dalam konteks etik para hakim konstitusi.
Baca juga: MK: Anwar Usman Tak Ikut Adili Sengketa Pemilu Prabowo-Gibran dan PSI
Anwar sendiri membantah sedang melakukan "operasi senyap" untuk melawan keputusan pencopotan dirinya.
"Naudzubillahimindzalik," ujarnya, Kamis (18/1/2024).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.