Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Anies Dapat Keluhan soal Dosen PPPK, Pekerjaan Profesional tetapi Tak Diberi Uang Pensiun

Kompas.com - 23/01/2024, 18:42 WIB
Fika Nurul Ulya,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Calon presiden nomor urut 1, Anies Baswedan menerima keluhan soal nasib dosen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) saat acara "Desak Anies" di Yogyakarta, Selasa (23/1/2024).

Keluhan itu disampaikan oleh seorang perempuan bernama Syifa yang mengaku sebagai anak salah satu dosen PPPK.

Sembari menangis di depan Anies, Syifa mengeluh orangtuanya tidak mendapat uang pensiun karena menjadi dosen PPPK.

Baca juga: Anies Bakal Nyoblos di Lebak Bulus, Cak Imin di Kemang

Hal itu terjadi saat kampus tempat orang tuanya mengajar berubah menjadi universitas negeri. Padahal, sebelumnya saat masih menjadi universitas swasta, orangtuanya adalah dosen tetap.

"Saya melihat sendiri persoalan ini, karena kedua orangtua saya adalah dosen yang juga terdampak dari regulasi ini. Yang awalnya mereka adalah dosen tetap di universitas swasta, akhirnya terpaksa menandatangani PPPK harus menjadi dosen kontrak," kata Syifa di acara tersebut, dikutip dari tayangan YouTube Kompas TV, Selasa.

"Dan akhirnya hal ini berdampak pada tidak ada pensiunan. Kemudian hak-hak mereka yang pada UU Dosen, diberitahukan dosen adalah profesional dan seseorang yang punya jenjang karier, seperti profesor, guru besar, dan lain-lain. Menurut saya tidak tepat PPPK diterapkan pada posisi dosen," ujar dia.

Baca juga: Anies Sebut Pengangkatan Guru Honorer Lebih Penting Ketimbang IKN

Syifa lantas mengusulkan kepada Anies agar mampu mengubah regulasi tersebut ketika terpilih menjadi presiden tahun ini.

"Usulannya adalah untuk dijadikan PNS, Pak, karena tidak cocok dengan PPPK," ungkap Syifa.

Menanggapi hal itu, Anies mengatakan, perekrutan kepegawaian memang harus diterapkan dengan prinsip keadilan.

Menurut Anies, pemerintah tidak bisa mengatakan untung dan rugi dalam melakukan pengangkatan sebagai aparatur sipil negara (ASN).

"Prinsipnya begini, bagi pemerintah tidak ada yang namanya rugi dan untung. Bagi pemerintah itu adanya menjalankan konstitusi dan tidak, menjalankan aturan dan tidak. Sesederhana itu," tutur Anies di kesempatan yang sama.

"Jadi tidak bisa pemerintah bilang, 'Kami tidak bisa melakukan pengangkatan karena nanti merugikan'. Enggak ada yang namanya pemerintah itu rugi," ujar dia.


Anies menuturkan, pemerintah perlu menjalankan konstitusi. Bila memiliki program untuk mengubah institusi pendidikan swasta menjadi pendidikan negeri, maka pegawainya pun perlu diasesmen secara adil.

"Jangan sampai kendaraannya jadi negeri, yang menjalankannya justru tidak bisa ikut menjadi rombongan pemerintah. Itu prinsip sederhana sekali. Jadi menurut saya gunakan prinsip keadilan," tutur Anies.

Baca juga: Anies Ingin Yogyakarta Jadi Pusat Pengembangan Perfilman Nasional

Lebih lanjut, mantan Gubernur DKI Jakarta ini mengaku akan menampung usulan-usulan tersebut. Ia menjanjikan usulan yang baik akan diimplementasi jika terpilih menjadi pemimpin.

"Nanti kami akan lihat semua yang dibahas di Desak Anies menjadi catatan bagi kami. Kami ingin usulan-usulan yang muncul di Desak Anies, bila itu usulan baik, bila kita bertugas itu akan dijadikan sebagai bagian dari perubahan yang akan kita laksanakan," ucap Anies.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Biaya Ibadah Umrah dan Kurban SYL pun Hasil Memeras Pejabat Kementan

Biaya Ibadah Umrah dan Kurban SYL pun Hasil Memeras Pejabat Kementan

Nasional
SYL Sebut Perjalanan Dinas Atas Perintah Presiden untuk Kepentingan 280 Juta Penduduk

SYL Sebut Perjalanan Dinas Atas Perintah Presiden untuk Kepentingan 280 Juta Penduduk

Nasional
DKPP Sebut Anggarannya Turun saat Kebanjiran Kasus Pelanggaran Etik

DKPP Sebut Anggarannya Turun saat Kebanjiran Kasus Pelanggaran Etik

Nasional
Lima Direktorat di Kementan Patungan Rp 1 Miliar Bayari Umrah SYL

Lima Direktorat di Kementan Patungan Rp 1 Miliar Bayari Umrah SYL

Nasional
DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik, Diprediksi Terus Bertambah Jelang Pilkada

DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik, Diprediksi Terus Bertambah Jelang Pilkada

Nasional
KPK Bakal Usut Dugaan Oknum BPK Minta Rp 12 Miliar Terkait 'Food Estate' Ke Kementan

KPK Bakal Usut Dugaan Oknum BPK Minta Rp 12 Miliar Terkait "Food Estate" Ke Kementan

Nasional
Pejabat Kementan Tanggung Sewa 'Private Jet' SYL Rp 1 Miliar

Pejabat Kementan Tanggung Sewa "Private Jet" SYL Rp 1 Miliar

Nasional
Pejabat Kementan Tanggung Kebutuhan SYL di Brasil, AS, dan Arab Saudi

Pejabat Kementan Tanggung Kebutuhan SYL di Brasil, AS, dan Arab Saudi

Nasional
Gubernur Maluku Utara Akan Didakwa Terima Suap dan Gratifikasi Rp 106,2 Miliar

Gubernur Maluku Utara Akan Didakwa Terima Suap dan Gratifikasi Rp 106,2 Miliar

Nasional
MK Jadwalkan Putusan 'Dismissal' Sengketa Pileg pada 21-22 Mei 2024

MK Jadwalkan Putusan "Dismissal" Sengketa Pileg pada 21-22 Mei 2024

Nasional
Mahfud Ungkap Jumlah Kementerian Sudah Diminta Dipangkas Sejak 2019

Mahfud Ungkap Jumlah Kementerian Sudah Diminta Dipangkas Sejak 2019

Nasional
Tanggapi Ide Tambah Kementerian, Mahfud: Kolusinya Meluas, Rusak Negara

Tanggapi Ide Tambah Kementerian, Mahfud: Kolusinya Meluas, Rusak Negara

Nasional
[POPULER NASIONAL] Perbandingan Jumlah Kementerian Masa Megawati sampai Jokowi | Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah

[POPULER NASIONAL] Perbandingan Jumlah Kementerian Masa Megawati sampai Jokowi | Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah

Nasional
Tanggal 12 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 12 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 11 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 11 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com