Bahkan, keluarga pasien hingga tenaga medis bisa ikut diuntungkan secara psikis.
Sementara di ranah pendidikan, filosofi clown teacher juga sedang dipopulerkan untuk menciptakan atmosfer pembelajaran yang lebih progresif.
Nilai positif dari badut, seperti antusiasme hingga fleksibilitas, dianggap bermanfaat saat dipraktikkan dalam kelas (McCusker, 2023).
Kedua, digunakannya kata “statesman” atau “negarawan” amat membatasi klasifikasi tokoh yang bisa ditempeli cap clownmanship itu sendiri.
Barangkali, lebih baik diartikan politikus secara umum saja, alih-alih merujuk pada negarawan yang secara definitif merupakan figur yang ahli dalam kenegaraan atau pemimpin yang mampu mengelola masalah negara dengan kebijaksanaan dan kewibawaan.
Namun, karena penulis belum bisa menemukan padanan untuk istilah clownmanship dari fenomena yang juga masih hangat ini, tanpa ada niatan untuk merendahkan badut dan negarawan, izinkan penulis menggunakan terminologi tersebut untuk menjelaskan fenomena gawat yang terjadi secara global dan sedang menjangkiti kita ini.
Kini, clownmanship tercatat sebagai gejala destruktif humor dalam konteks perpolitikan. Dari The Trouble with Jokes (2023), clownmanship dijadikan strategi politikus untuk menutupi hal tertentu atau melepaskan diri dari tanggung jawab.
Kebetulan, tiga ciri utama clownmanship mengarah pada jejak-jejak yang ditinggalkan pasangan Prabowo-Gibran.
Pertama, tokoh clownmanship sama sekali tidak ragu dan malu untuk menutupi kurangnya pengalaman dan wawasannya – bahkan menabrak konstitusi – dengan gimmick atau pernyataan yang sama sekali tidak menyentuh substansinya.
Contohnya, setiap ditanya soal pelanggaran etik paman Gibran sekaligus ketua Mahkamah Konstitusi yang sudah dicopot, Anwar Usman – yang mengabulkan gugatan atas UU Nomor 7 tahun 2017 mengenai batas usia capres-cawapres – pasangan tersebut memilih untuk memberikan jawaban normatif: “menyerahkan kepada masyarakat”, “kalau rakyat tidak suka Prabowo-Gibran, jangan pilih!”, dan sebagainya.
Yang dipermasalahkan masyarakat sebenarnya adalah syarat pendaftarannya yang menabrak konstitusi, bukan perkara dipilih atau tidaknya di bilik suara setelah terdaftar. Sebab begitu sudah menjadi peserta resmi, tiap paslon pastinya punya peluang untuk menang.
Strategi ini mirip seperti yang dilakukan Boris Johnson sebelum menjabat sebagai Perdana Menteri Inggris.
Di periode keduanya sebagai wali kota London, ia ditanya oleh jurnalis yang ingin tahu benarkah ia politikus yang jauh dari rakyat dan tinggal di menara gading: berapa harga sebungkus roti tawar?
Johnson tampak kesulitan menjawabnya. Lalu ia pun menawarkan jawaban pengganti, “Tapi saya bisa memberi tahu Anda harga sebotol wine. Gimana kalau begitu?”
Kedua, clownmanship lekat dengan sikap dan humor yang agresif. Donald Trump, sebenarnya, bukan presiden yang anti dengan humor.