JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Maruli Simanjuntak menyatakan, para prajurit atau perwira mereka sudah tak lagi terlibat penambangan ilegal.
Hal itu menanggapi pernyataan calon wakil presiden (cawapres) nomor urut 3 Mahfud MD dalam debat keempat Pilpres 2024 pada Minggu (21/1/2024).
Mahfud dalam debat menyatakan tidak mudah memberantas kegiatan penambangan ilegal karena pelakunya dilindungi oleh aparat.
"Aparat juga bisa aparatur sipil ya. Belum lengkap itu. Jadi kita sulit juga di zaman sekarang ini kalau kita misalnya begitu-begitu masuk video, kita takut sekarang. Jadi enggak seberani itu lagi kita," kata Maruli dalam jumpa pers di Markas Besar TNI, Jakarta, Senin (22/1/2024).
"Jadi saya bilang gitu, aparat tuh yang mana?" sambung Maruli.
Maruli mengatakan, saat ini TNI menegakkan hukum militer terhadap seluruh prajurit dengan tegas dan disertai dengan sanksi berat.
Menurut Maruli, dengan cara itu maka para prajurit dan perwira tidak lagi terlibat dalam aktivitas terlarang seperti pertambangan ilegal.
"Kita sudah mulai. Memang kadang-kadang hukum itu akan taat setelah ada pemaksaan lah. Koridor ini kan. Kami pun sebetulnya di kondisi itu kira-kira. Kalau kita bermain tambang begitu-begitu, menjaga-menjaga, difoto, saya yakin responsnya cepat," ucap Maruli.
Baca juga: KSAD Mengaku Terganggu, Usai Netralitas TNI Dipertanyakan Karena Penganiayaan Relawan Ganjar
Maruli justru menyebut kewenangan buat memberikan izin tambang ada di tangan kementerian.
"Yang memberikan secara hukum, secara legalitas. Kami tuh enggak tahu sebetulnya, tapi kalau itu ada arah indikasi ke sana ya silakan dilaporkan," ujar Maruli.
Maruli juga membenarkan laporan tentang keterlibatan anggota TNI dalam menjaga kawasan tambang ilegal beberapa tahun silam. Akan tetapi, kata dia, para pelakunya sudah diberi sanksi dan saat ini pengaduan terkait kegiatan ilegal itu sudah berkurang.
"Saya kira laporan seperti ini ada bangsa sekitar berapa tahun yang lalu. Tentara ikut dalam penambangan-penambangan ini," ujar Maruli.
Baca juga: Oknum TNI Aniaya Relawan Ganjar, KSAD: Ada Aksi, Ada Reaksi
"Itu banyak yang dicabut jabatannya, anggota-anggota juga banyak. Sehingga menurut apa yang kita dapatkan informasi sekarang ini sangat berkurang drastis untuk yang mengurus-mengurus hal tersebut," sambung Maruli.
Sebelumnya diberitakan, Mahfud MD dalam debat capres keempat menyatakan tidak mudah bagi pemerintah buat menyelesaikan sengketa tanah adat dan kegiatan pertambangan ilegal.
Menurut Mahfud, berdasarkan rekapitulasi yang dibuat oleh Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam) dari 10.000 pengaduan itu 2587 adalah kasus tanah adat.
"Jadi ini memang masalah besar di negeri ini. Ada orang yang mengatakan aturannya kan sudah ada, tinggal laksanakan, enggak semudah itu. Justru ini aparatnya yang tidak mau melaksanakan aturan. Akalnya banyak sekali," kata Mahfud dalam debat Cawapres, Minggu (21/2024).
Baca juga: Soal Hukuman Oknum TNI Pengeroyok Relawan Ganjar, Panglima: Ranahnya KSAD
Mahfud kemudian bercerita bahwa ada banyak pemalsuan tanah izin tambang yang izinnya dicabut oleh Mahkamah Agung, tapi tidak dilaksanakan.
"Itu empat hari yang lalu, ketika kami ketemu di KPK, saya ulangi. KPK mengatakan, itu banyak tuh penguasaan tanah, izin-izin tambang sudah dicabut, pengalaman saya, ada yang sudah dicabut oleh Mahkamah Agung tidak dilaksanakan sampai satu tahun setengah," ujarnya.
"Ada perintah dari Mahkamah Agung itu IUP yang di sana dicabut, ini vonis sudah inkrah, satu setengah tahun tidak jalan," ucapnya.
Mahfud mengatakan, untuk mengatasi masalah tersebut, ia pun akan menertibkan birokrasi pemerintah dan aparat penegak hukum.
Baca juga: Muhaimin Sebut Hilirisasi di Sektor Tambang Ugal-ugalan
"Kalau ditanyakan apa yang harus kita lakukan, strateginya penertiban birokrasi pemerintah dan aparat penegak hukum," ujarnya.
"Karena kalau jawabannya laksanakan aturan itu normatif, jadi kalau aparat penegak hukum orang paling atas yang bisa memerintahkan siapa pimpinan penegak hukum itu," ucap Mahfud.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.