Upaya Gibran untuk tampil agresif membayangi diskusi substantif dan merendahkan kandidat lain, justru ia merendahkan dirinya sendiri dan kaum muda yang mencari teladan dalam politik.
Oleh karena itu, debat cawapres di Indonesia menggarisbawahi beberapa pelajaran penting bagi dunia politik.
Keunggulan substansi dibandingkan gaya dalam debat politik tidak dapat disangkal. Para kandidat harus berusaha keras untuk mengartikulasikan kebijakan dan visi mereka dengan jelas dan koheren.
Selain itu, menjaga ketenangan dan berinteraksi secara hormat dengan lawan bukan hanya merupakan cerminan dari integritas pribadi, tetapi juga menentukan arah wacana politik di masa depan.
Selain itu, debat ini menyoroti perlunya para pemimpin politik muda untuk mewujudkan keseimbangan antara ketegasan dan rasa hormat.
Seiring dengan perjalanan Indonesia dalam menghadapi lanskap politik yang kompleks, kualitas yang ditunjukkan oleh para pemimpin dalam debat tersebut akan sangat berpengaruh terhadap masa depan negara ini.
Dalam debat cawapres baru-baru ini, ukuran yang sebenarnya bukanlah tentang menobatkan MVP, melainkan mengevaluasi kemampuan masing-masing kandidat untuk mengartikulasikan kebijakan, filosofi, dan visi untuk negara dan rakyatnya.
Dalam aspek yang sangat penting ini, Mahfud dan Muhaimin menunjukkan kompetensi mereka secara mengagumkan.
Mereka terlibat dalam diskusi yang melampaui retorika belaka, menggali kebijakan substantif dan wacana filosofis yang mencerminkan pemahaman mendalam tentang tantangan bangsa dan visi yang jelas untuk masa depan.
Sebaliknya, penampilan Gibran sangat jauh dari tolok ukur ini. Pendekatannya kurang mendalam dan kurang matang untuk terlibat dalam wacana tingkat tinggi.
Sepertinya Gibran belum mencapai tingkat pemahaman dan wawasan yang diperlukan untuk berpartisipasi secara efektif dalam debat yang berpusat pada kebijakan dan filosofi nasional.
Kekurangan ini bukan hanya karena kurangnya pengalaman, tetapi juga menunjukkan keterputusan yang lebih mendalam dengan gravitasi isu-isu yang dihadapi.
Ketergantungannya pada taktik merendahkan diri dan taktik yang dangkal bukan hanya merupakan kesalahan taktis; hal ini menunjukkan kurangnya kesiapan lebih dalam untuk menangani tanggung jawab berat kepemimpinan wakil presiden.
Bagi pemuda Indonesia, yang merupakan pemilih terbanyak dalam pemilu kali ini, penampilan Gibran dalam debat tersebut sangat mengecewakan.
Kepemimpinan, khususnya di tingkat tinggi seperti presiden dan wakil presiden, memerlukan lebih dari hanya gimmick dan latar belakang keluarga.
Seorang pemimpin harus memiliki pemahaman mendalam tentang kebijakan, visi jangka panjang untuk negara, dan kemampuan untuk menginspirasi orang lain melalui debat yang berbobot.
Mahfud dan Muhaimin telah menunjukkan ini dengan lebih baik. Mereka membuktikan bahwa kepemimpinan sejati terbentuk dari komitmen yang kuat terhadap kemajuan negara dan kemampuan untuk menyampaikan visi yang jelas untuk masa depan.
Menjelang pemilihan umum, sangat penting bagi para pemilih, terutama generasi muda, untuk mencari dan mendukung pemimpin yang benar-benar memiliki kualitas-kualitas ini, dan tidak hanya menerima pemimpin yang tidak memenuhi standar tersebut.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.