Salin Artikel

Debat Cawapres: Muhaimin dan Mahfud Bicara Kebijakan dan Visi-Misi, Gibran Merendahkan Diri

Debat keempat capres-cawapres digelar di Jakarta Convention Center (JCC) Senayan, Jakarta. Tiga calon wakil presiden, Muhaimin Iskandar, Gibran Rakabuming Raka, dan Mahfud MD, menghadiri debat dengan tema Pembangunan Berkelanjutan dan Lingkungan Hidup, Sumber Daya Alam dan Energi, Pangan, Agraria, Masyarakat Adat, dan Desa.

Penampilan Muhaimin, Mahfud MD, dan Gibran di bawah sorotan mata publik memberikan gambaran yang lebih dalam mengenai kemampuan, strategi, dan visi mereka untuk masa depan Indonesia.

Panggung debat, yang sering kali menjadi medan perang kecerdasan dan retorika, menghadirkan skenario yang menantang dalam menentukan 'Most Valuable Player' (MVP) kali ini.

Tugas ini diperumit dengan penampilan solid Mahfud dan Muhaimin, yang menunjukkan kejelasan yang patut dipuji dalam menyampaikan visi, misi, dan kebijakan mereka.

Kemampuan mereka untuk mengatasi provokasi ad-hominem dari Gibran patut dicatat. Mereka berhasil menjaga semangat debat, dengan fokus pada isu-isu substantif daripada terjerumus ke dalam pertengkaran verbal yang tidak produktif.

Mahfud, dengan wawasan politiknya yang luas dan latar belakangnya sebagai mantan ketua MK, memberikan perpaduan antara pengalaman dan kebijaksanaan.

Sikapnya yang tegas terhadap isu aktivisme lingkungan sangat mencolok. Dengan menegaskan bahwa aktivis lingkungan harus dilihat sebagai subjek hukum dan bukan sebagai penjahat, ia membawa perhatian pada isu kritis di negara yang sedang bergulat dengan tantangan lingkungan yang signifikan.

Perspektif ini menunjukkan pemahaman tentang isu-isu yang dihadapi dan pendekatan progresif untuk menghadapinya.

Sebaliknya, Muhaimin tampil luar biasa dari penampilan debat sebelumnya. Peningkatannya terlihat jelas ketika ia mengartikulasikan poin-poinnya dengan lebih jelas dan percaya diri.

Penekanannya pada kepemilikan tanah dan kebijakan pertanian mencerminkan pemahamannya yang mendalam tentang tantangan-tantangan akar rumput di Indonesia, yang menunjukkan kemampuannya untuk terhubung dengan keprihatinan masyarakat.

Pada awal debat, para kandidat menunjukkan fokus yang relatif sama pada substansi. Muhaimin, misalnya, secara halus menyoroti kesenjangan dalam kepemilikan tanah, isu penting dalam politik agraria Indonesia.

Pernyataannya mengenai kepemilikan lahan yang luas oleh segelintir orang sangat kontras dengan penderitaan para petani lokal, yang menggemakan tema yang sebelumnya diangkat oleh calon presiden Anies Baswedan.

Argumen ini menggarisbawahi kebutuhan mendesak akan reformasi agraria dan distribusi adil, yang beresonansi dengan sebagian besar penduduk Indonesia.

Sementara itu, Mahfud menyinggung kontradiksi dalam kebijakan pemerintah saat ini mengenai kedaulatan pangan.

Di tengah meningkatnya impor pangan, berkurangnya jumlah petani, dan meningkatnya subsidi pupuk, Mahfud secara kritis mengevaluasi program lumbung pangan pemerintah, dan menyatakan bahwa program tersebut gagal dan merusak lingkungan.

Argumennya menyoroti isu-isu yang lebih luas tentang ketidakkonsistenan kebijakan dan dampaknya terhadap sektor agraria, komponen penting dalam perekonomian dan tatanan sosial Indonesia.

Sebaliknya, pendekatan Gibran selama debat mengisyaratkan penyimpangan dari fokus pada isu-isu substantif.

Dalam menanggapi pernyataan Muhaimin mengenai dampak perubahan iklim terhadap ketersediaan pangan, jawaban Gibran yang mengatakan bahwa Muhaimin membaca dari catatan seolah mengesampingkan bobot isu tersebut.

Gayanya, yang ditandai dengan upaya-upaya untuk melucu dan sedikit sarkasme, menyimpang dari aspek-aspek substantif debat, mengindikasikan preferensi pada gaya daripada substansi.

Sebaliknya, penampilan Gibran tidak terlalu baik. Presentasinya kurang jelas, terutama saat segmen tanya jawab dengan sesama kandidat.

Sebagai putra dari presiden yang sedang menjabat, Gibran diharapkan dapat membawa perspektif dan energi baru dalam debat.

Namun, ketidakmampuannya untuk mengartikulasikan visi dan misinya secara koheren seharusnya bisa jauh lebih baik.

Penampilan Gibran tidak hanya jauh dari harapan, tetapi juga menimbulkan pertanyaan serius tentang kualitas wacana politik yang diwakilinya.

Sebagai kandidat muda yang diharapkan dapat membawa perspektif baru dan menyegarkan ke atas panggung, ketergantungannya pada taktik yang dangkal merupakan kesalahan besar.

Pendekatannya, yang dirusak oleh kurangnya kedalaman dan ketidaktertarikan untuk terlibat dengan isu-isu dengan tulus, merupakan kerugian bagi proses demokrasi.

Ini adalah pengingat yang jelas bahwa warisan politik atau hubungan kekeluargaan seharusnya tidak menutupi kebutuhan akan kompetensi dan pemahaman substantif tentang isu-isu tersebut.

Perilaku Gibran dalam debat tersebut bukan hanya kegagalan pribadi, tetapi juga merupakan cerminan dari tren yang mengkhawatirkan dalam politik di mana bentuk lebih penting daripada substansi, preseden yang tidak dapat diterima oleh Indonesia.

Penting bagi semangat wacana politik, generasi muda harus didorong untuk bersikap kritis dan berani, tetapi tetap hormat. Penampilan Gibran mengaburkan batas antara bersikap kritis dan menghina serta merendahkan.

Memahami perbedaan antara ketegasan dan kekasaran sangat penting bagi para calon politikus muda.

Upaya Gibran untuk tampil agresif membayangi diskusi substantif dan merendahkan kandidat lain, justru ia merendahkan dirinya sendiri dan kaum muda yang mencari teladan dalam politik.

Oleh karena itu, debat cawapres di Indonesia menggarisbawahi beberapa pelajaran penting bagi dunia politik.

Keunggulan substansi dibandingkan gaya dalam debat politik tidak dapat disangkal. Para kandidat harus berusaha keras untuk mengartikulasikan kebijakan dan visi mereka dengan jelas dan koheren.

Selain itu, menjaga ketenangan dan berinteraksi secara hormat dengan lawan bukan hanya merupakan cerminan dari integritas pribadi, tetapi juga menentukan arah wacana politik di masa depan.

Selain itu, debat ini menyoroti perlunya para pemimpin politik muda untuk mewujudkan keseimbangan antara ketegasan dan rasa hormat.

Seiring dengan perjalanan Indonesia dalam menghadapi lanskap politik yang kompleks, kualitas yang ditunjukkan oleh para pemimpin dalam debat tersebut akan sangat berpengaruh terhadap masa depan negara ini.

Dalam debat cawapres baru-baru ini, ukuran yang sebenarnya bukanlah tentang menobatkan MVP, melainkan mengevaluasi kemampuan masing-masing kandidat untuk mengartikulasikan kebijakan, filosofi, dan visi untuk negara dan rakyatnya.

Dalam aspek yang sangat penting ini, Mahfud dan Muhaimin menunjukkan kompetensi mereka secara mengagumkan.

Mereka terlibat dalam diskusi yang melampaui retorika belaka, menggali kebijakan substantif dan wacana filosofis yang mencerminkan pemahaman mendalam tentang tantangan bangsa dan visi yang jelas untuk masa depan.

Sebaliknya, penampilan Gibran sangat jauh dari tolok ukur ini. Pendekatannya kurang mendalam dan kurang matang untuk terlibat dalam wacana tingkat tinggi.

Sepertinya Gibran belum mencapai tingkat pemahaman dan wawasan yang diperlukan untuk berpartisipasi secara efektif dalam debat yang berpusat pada kebijakan dan filosofi nasional.

Kekurangan ini bukan hanya karena kurangnya pengalaman, tetapi juga menunjukkan keterputusan yang lebih mendalam dengan gravitasi isu-isu yang dihadapi.

Ketergantungannya pada taktik merendahkan diri dan taktik yang dangkal bukan hanya merupakan kesalahan taktis; hal ini menunjukkan kurangnya kesiapan lebih dalam untuk menangani tanggung jawab berat kepemimpinan wakil presiden.

Bagi pemuda Indonesia, yang merupakan pemilih terbanyak dalam pemilu kali ini, penampilan Gibran dalam debat tersebut sangat mengecewakan.

Kepemimpinan, khususnya di tingkat tinggi seperti presiden dan wakil presiden, memerlukan lebih dari hanya gimmick dan latar belakang keluarga.

Seorang pemimpin harus memiliki pemahaman mendalam tentang kebijakan, visi jangka panjang untuk negara, dan kemampuan untuk menginspirasi orang lain melalui debat yang berbobot.

Mahfud dan Muhaimin telah menunjukkan ini dengan lebih baik. Mereka membuktikan bahwa kepemimpinan sejati terbentuk dari komitmen yang kuat terhadap kemajuan negara dan kemampuan untuk menyampaikan visi yang jelas untuk masa depan.

Menjelang pemilihan umum, sangat penting bagi para pemilih, terutama generasi muda, untuk mencari dan mendukung pemimpin yang benar-benar memiliki kualitas-kualitas ini, dan tidak hanya menerima pemimpin yang tidak memenuhi standar tersebut.

https://nasional.kompas.com/read/2024/01/22/09054381/debat-cawapres-muhaimin-dan-mahfud-bicara-kebijakan-dan-visi-misi-gibran

Terkini Lainnya

Anggap Wajar Prabowo Wacanakan 41 Kementerian, Demokrat: Untuk Respons Tantangan Bangsa

Anggap Wajar Prabowo Wacanakan 41 Kementerian, Demokrat: Untuk Respons Tantangan Bangsa

Nasional
PAN Gelar Rakornas Pilkada Serentak, Prabowo Subianto Bakal Hadir

PAN Gelar Rakornas Pilkada Serentak, Prabowo Subianto Bakal Hadir

Nasional
KPK Ancam Pidanakan Pihak yang Halangi Penyidikan TPPU Gubernur Malut

KPK Ancam Pidanakan Pihak yang Halangi Penyidikan TPPU Gubernur Malut

Nasional
KPK Sita Aset Gubernur Malut Rp 15 Miliar dari Nilai TPPU Rp 100 Miliar Lebih

KPK Sita Aset Gubernur Malut Rp 15 Miliar dari Nilai TPPU Rp 100 Miliar Lebih

Nasional
Mantu Jokowi Akan Maju Pilkada Sumut, PDI-P Singgung Jangan Ada 'Abuse of Power'

Mantu Jokowi Akan Maju Pilkada Sumut, PDI-P Singgung Jangan Ada "Abuse of Power"

Nasional
Menantu Jokowi Bakal Maju Pilkada Sumut, PDI-P: Jangan Terjadi Intervensi

Menantu Jokowi Bakal Maju Pilkada Sumut, PDI-P: Jangan Terjadi Intervensi

Nasional
Isu Tambah Kementerian dan Bayang-bayang Penambahan Beban Anggaran

Isu Tambah Kementerian dan Bayang-bayang Penambahan Beban Anggaran

Nasional
Eks Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin Mangkir dari Panggilan KPK

Eks Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin Mangkir dari Panggilan KPK

Nasional
Kementan Era SYL Diduga Beri Auditor BPK Rp 5 Miliar demi Opini WTP, Anggota DPR: Memalukan

Kementan Era SYL Diduga Beri Auditor BPK Rp 5 Miliar demi Opini WTP, Anggota DPR: Memalukan

Nasional
Sekjen DPR Indra Iskandar Minta KPK Tunda Pemeriksaan

Sekjen DPR Indra Iskandar Minta KPK Tunda Pemeriksaan

Nasional
Pansel Capim KPK Masih Digodok, Komposisinya 5 Unsur Pemerintah dan 4 Wakil Masyarakat

Pansel Capim KPK Masih Digodok, Komposisinya 5 Unsur Pemerintah dan 4 Wakil Masyarakat

Nasional
Bukan Pengurus Pusat PDI-P, Ganjar Disarankan Bikin Ormas agar Tetap Eksis di Politik

Bukan Pengurus Pusat PDI-P, Ganjar Disarankan Bikin Ormas agar Tetap Eksis di Politik

Nasional
Korlantas Polri Kerahkan 1.530 Personel BKO untuk Agenda World Water Forum Bali

Korlantas Polri Kerahkan 1.530 Personel BKO untuk Agenda World Water Forum Bali

Nasional
Program Deradikalisasi BNPT Diapresiasi Selandia Baru

Program Deradikalisasi BNPT Diapresiasi Selandia Baru

Nasional
Kirim Surat Tilang Lewat WA Disetop Sementara, Kembali Pakai Pos

Kirim Surat Tilang Lewat WA Disetop Sementara, Kembali Pakai Pos

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke