Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Andang Subaharianto
Dosen

Antropolog, dosen di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember, Rektor UNTAG Banyuwangi, Sekjen PERTINASIA (Perkumpulan Perguruan Tinggi Nasionalis Indonesia)

Memaknai Pernyataan Megawati "Orde Baru Akhirnya Juga Jatuh"

Kompas.com - 12/01/2024, 11:51 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Megawati punya bahan dan hak menyampaikan kritik dan petuahnya. Ia adalah politikus paling senior saat ini.

Ia melewati tahun-tahun akhir pemerintahan ayahandanya, Bung Karno. Megawati mengikuti secara aktif dan penuh zaman Orde Baru (rezim Soeharto), dan mengalaminya secara aktif dan penuh era reformasi hingga menjelang Pemilu 2024.

Bahkan Megawati merupakan sosok penting saat Soeharto berkuasa hingga Soeharto tumbang dan berlanjut di era reformasi. Parpol asuhannya memenangi pemilu pertama era reformasi.

Maka, sangat masuk akal bila kritik dan petuahnya direfleksikan secara historis dengan menyatakan: “Maaf beribu maaf, toh Orde Baru akhirnya juga jatuh.”

Buat saya, pernyataan tersebut mendalam sekali. Bukan tuduhan terhadap praktik kekuasaan hari ini yang diidentifikasi mirip Orde Baru, melainkan “jasmerah” (jangan sekali-kali meninggalkan sejarah) banget.

Apalagi Megawati tahu bahwa sebagian besar pelaku politik hari ini adalah orang-orang yang turut mengalami proses politik akhir Orde Baru. Baik saat itu sudah menjadi pelaku maupun sekadar penonton.

Bagi generasi yang melewati masa-masa Orde Baru, mestinya tak ingin melihat Indonesia kembali pada masa kelam itu.

Sungguh kelam, karena itu reformasi bertekat membuang jauh praktik politik ala Orde Baru, menyingkirkan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) yang menjadi penyakit kronis Orde Baru.

Orde Baru dikenal totalitarian. Kekuasaannya masuk ke seluruh sendi kehidupan masyarakat. Bukan hanya ranah politik, ranah kebudayaan pun dicengkeramnya.

Tak ada ruang publik yang luput dari pengawasan rezim penguasa. Kampus disterilisasi dari ide-ide kritis melalui kebijakan Normalisasi Kehidupan Kampus (NKK).

Kekuasaan benar-benar sentralistik di tangan Presiden Soeharto. Tak terbagi, tak terbatasi.

Ada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), tapi semata-mata stempel kehendak presiden. Seluruh lembaga negara dan organisasi kemasyarakatan dalam hegemoninya.

Hukum mengikuti kehendak kekuasaan. Bahkan bahasa ditata sedemikian rupa. Tak ada kalimat “Harga BBM naik” pada zaman Orde Baru. Kalimat itu harus dieufemismekan menjadi “Harga BBM disesuaikan.”

Begitu kuatnya kekuasaan Orde Baru nyaris tak terprediksi akan runtuh. Soeharto boleh jadi tak pernah menduga akan dijatuhkan.

Hal itu tampak dari pelaksanaan Pemilu 1997. Seperti Pemilu sebelumnya, tak ada lawan politik. Tak ada aspirasi lain. Hanya satu aspirasi: Soeharto terpilih kembali sebagai presiden.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pospek Kinerja Membaik, Bank Mandiri Raih Peringkat AAA dengan Outlook Stabil dari Fitch Ratings

Pospek Kinerja Membaik, Bank Mandiri Raih Peringkat AAA dengan Outlook Stabil dari Fitch Ratings

Nasional
Refly Harun Anggap PKB dan Nasdem 'Mualaf Oposisi'

Refly Harun Anggap PKB dan Nasdem "Mualaf Oposisi"

Nasional
Berharap Anies Tak Maju Pilkada, Refly Harun: Levelnya Harus Naik, Jadi 'King Maker'

Berharap Anies Tak Maju Pilkada, Refly Harun: Levelnya Harus Naik, Jadi "King Maker"

Nasional
Perkara Besar di Masa Jampidum Fadil Zumhana, Kasus Sambo dan Panji Gumilang

Perkara Besar di Masa Jampidum Fadil Zumhana, Kasus Sambo dan Panji Gumilang

Nasional
Refly Harun: Anies Tak Punya Kontrol Terhadap Parpol di Koalisi Perubahan

Refly Harun: Anies Tak Punya Kontrol Terhadap Parpol di Koalisi Perubahan

Nasional
Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

Nasional
Indonesia Dorong Pemberian Hak Istimewa ke Palestina di Sidang PBB

Indonesia Dorong Pemberian Hak Istimewa ke Palestina di Sidang PBB

Nasional
Beban Melonjak, KPU Libatkan PPK dan PPS Verifikasi Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai

Beban Melonjak, KPU Libatkan PPK dan PPS Verifikasi Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai

Nasional
Peran Kritis Bea Cukai dalam Mendukung Kesejahteraan Ekonomi Negara

Peran Kritis Bea Cukai dalam Mendukung Kesejahteraan Ekonomi Negara

Nasional
Refly Harun Ungkap Bendera Nasdem Hampir Diturunkan Relawan Amin Setelah Paloh Ucapkan Selamat ke Prabowo

Refly Harun Ungkap Bendera Nasdem Hampir Diturunkan Relawan Amin Setelah Paloh Ucapkan Selamat ke Prabowo

Nasional
UU Pilkada Tak Izinkan Eks Gubernur Jadi Cawagub, Wacana Duet Anies-Ahok Buyar

UU Pilkada Tak Izinkan Eks Gubernur Jadi Cawagub, Wacana Duet Anies-Ahok Buyar

Nasional
Jemaah Haji Tak Punya 'Smart Card' Terancam Deportasi dan Denda

Jemaah Haji Tak Punya "Smart Card" Terancam Deportasi dan Denda

Nasional
Sebelum Wafat, Jampidum Kejagung Sempat Dirawat di RSCM 2 Bulan

Sebelum Wafat, Jampidum Kejagung Sempat Dirawat di RSCM 2 Bulan

Nasional
Jampidum Kejagung Fadil Zumhana Meninggal Dunia

Jampidum Kejagung Fadil Zumhana Meninggal Dunia

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, PKS: Kontrol Terhadap Pemerintah Wajib

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, PKS: Kontrol Terhadap Pemerintah Wajib

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com