Dan, benar, Sidang Umum (SU) MPR 1998 hasil Pemilu 1997 menetapkan kembali Soeharto sebagai presiden secara aklamasi.
Namun, tragis dan ironis, dua bulan kemudian, tepatnya Mei 1998, Soeharto dipaksa mengundurkan diri dari jabatan yang telah didudukinya selama 32 tahun.
Isu KKN (korupsi, kolusi, nepotisme) berhembus kencang bersamaan dengan krisis ekonomi. Pemerintah Orde Baru kehilangan kontrol dan legitimasi.
Ujungnya Presiden Soeharto terpaksa mengudurkan diri pada Mei 1998. Meski baru ditetapkan secara aklamasi oleh MPR pada SU MPR Maret 1998.
Saya membaca pernyataan Megawati “Maaf beribu maaf, toh Orde Baru akhirnya juga jatuh” bermaksud mengingatkan sekaligus ajakan. Mestinya pengalaman kelam masa Orde Baru tersebut tak terulang kembali pada Indonesia masa depan.
Ia mengritik keras rekayasa hukum untuk melanggengkan kekuasaan. Ia juga mengecam cara-cara kekerasan dan intimidasi. Apalagi dilakukan aparat negara.
Tak seharusnya kekuasaan dibiarkan semaunya. Kekuasaan harus dibatasi dan dibagi. Kekuasaan harus dilembagakan melalui pranata hukum.
Prinsip negara demokrasi itulah yang seharusnya sama-sama dijunjung tinggi oleh para pelaku politik.
Dari pidato pada HUT PDIP ke-51 tersebut, saya melihat, Megawati konsisten sebagai sosok politikus yang lebih dekat pada model rasionalitas substantif dalam perspektif Weber. Politik dihayati sebagai pelaksanaan prinsip keyakinan dan pencapaian idealisme.
Jalan politik dipahami sebagai jalan pelayanan dan pengabdian kepada rakyat, bangsa dan negara. Bukan sekadar pragmatisme memperoleh kekuasaan.
Nilai-nilai substantif dan etika tak boleh direduksi sekadar alat maksimalisasi perolehan kekuasaan.
Maka, menjadi politikus adalah bekerja demi publik, demi kebaikan bersama, bukan pribadi, bukan keluarga, bukan pula kelompok. Ada keteladanan dan etika yang berimplikasi pada pendidikan politik.
Suatu kritik-reflektif dan petuah yang mencerahkan, namun tak mudah. Sungguh ujian, terutama bagi PDIP.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.