Jika Anies mengesankan dirinya sebagai intelektual dengan mengumbar data, Ganjar tampil sebagai eksekutor yang percaya diri sebagai ciri khas PDIP.
Ia tidak banyak berteori, tetapi menyentuh emosi publik dengan contoh kasus sejumlah warga yang ditemuinya di Papua dan Nusa Tenggara Timur.
Ganjar menunjukkan bahwa ia dan cawapresnya Mahfud MD turun ke lapangan, menyapa warga masyarakat dan mendengar secara langsung apa keluhan atau kebutuhan warga setempat.
Bahkan pernyataan yang membelalakkan mata publik saat Ganjar Pranowo ‘menghajar’ Prabowo dengan melontarkan isu pelanggaran HAM.
Secara halus Ganjar sebenarnya meminta Prabowo untuk memfasilitasi dan membantu keluarga korban menemukan di mana korban berada. Tetapi sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, Prabowo bertahan dari serangan tajam Ganjar dan menyerang balik dengan mengatakan Ganjar memainkan isu lima tahunan dengan pertanyaannya sebagai “tendensius”.
Setelah selesainya debat pertama itu muncul pertanyaan; sesungguhnya apa yang didapat oleh masyarakat? Apakah debat capres-cawapres itu memengaruhi persepsi publik untuk beralih pilihan?
Sejauh mana manfaat yang diperoleh rakyat jika debat hanya digunakan sebagai obral janji yang sulit terealisasi?
Sebagaimana publik di Amerika Serikat, mereka kerap mengalihkan dukungan ke capres Partai Republik atau Partai Demokrat, tergantung pada program yang akan dijalankan.
Partai tidak penting lagi, tetapi orang yang akan menjalankan program itu. Maka isu-isu yang menyangkut hajat hidup orang Amerika itulah yang mereka usung; isu kesehatan, perlindungan/jaminan hari tua, pendidikan gratis, subsidi terhadap pengangguran, kepemilikan perumahan sampai keberadaan pendatang seperti Hispanik atau Asia.
Isu-isu yang menyasar kebutuhan dasar rakyat itulah yang diangkat sebagai materi debat, sehingga publik menunggu-nunggu apa gerangan program para kandidat presiden itu.
Di Indonesia publik tidak bisa berharap debat bisa dijadikan acuan atau janji yang dapat diminta realisasinya jika terpilih.
Selain sekadar memperkenalkan capres-cawapres kepada publik oleh penyelenggara Pemilu, sebagian masyarakat malah menganggap debat sekadar tontonan untuk tidak mengatakan sebagai hiburan.
Galibnya, ketiga kandidat kompak menyoroti kinerja pemerintahan yang sekarang dijalankan Presiden Joko Widodo selama hampir 10 tahun, khususnya kritik terhadap kekurangannya.
Ganjar maupun Anies yang diharapkan memberi pencerahan, rupanya luput karena berfokus pada strategi menyerang Prabowo.
Sedang Prabowo tidak mungkin diharapkan mengkritik pemerintah saat ini karena beliau justru berada di dalamnya. Selain bagian dari pemerintah, ia juga berkali-kali menegaskan dirinya sebagai loyalis Jokowi.
Sejumlah lembaga survei masih menempatkan Prabowo-Gibran Rakabuming Raka sebagai peraih elektabilitas tertinggi, disusul pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud MD, kemudian di posisi terakhir Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar.
Akankah debat capres-cawapres mengubah komposisi elektabilitas masing-masing peserta debat sebelum pelaksanaan debat selanjutnya dilaksanakan?
Benar bahwa hasil debat tidak terlalu signifikan dalam menaikkan elektabilitas capres-cawapres, tetapi tetap menarik menunggu hasilnya.
Masih ada dua kali lagi debat capres dan dua kali debat cawapres. Tentu publik akan antusias menunggu debat cawapres yang akan dilangsungkan pada Jumat malam, 22 Desember 2023.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.