Debat online jauh lebih kejam. Bullying, perundungan, penghinaan, dan pelecehan dengan berbagai parodi sering terjadi di media sosial: Youtube, Instagram, Tiktok dan Twitter.
Debat ini jauh lebih brutal dari debat di pasar, warung makan, café, gardu ronda, dan sawah-sawah.
Para netizen, karena tanpa nama dan lokasi, tidak tanggung-tanggung melebihkan statemen-statemen yang merendahkan. Menuduh dengan mudah. Membenci tanpa alasan. Tidak mau paham yang sebenarnya. Yang penting ramai dan buzzer dapat peran. Yang penting viral dan populer.
Debat di media sosial kita itu kejam, tanpa ampun. Tidak ada kebenaran yang dituju. Tidak ada hasil yang akan dicapai selain populartias status, gambar, video dan ucapan-ucapan menohok. Debat ini sudah menjadi kenyataan tak bisa dihindari.
Debat Calon Presiden dan Wakil Presiden tentu harus lain dengan debat tradisional di pasar, gardu ronda, atau media sosial.
Debat Calon Presiden harus debat yang bermakna. Debat itu harus menggambarkan bagaimana pemimpin Indonesia merespons berbagai persoalan nyata segala bidang yang akan dihadapi bangsa ini selama lima tahun ke depan. Debat ini serius.
Tidak seperti di pasar atau gardu ronda yang terlalu santai, debat Calon Presiden akan lebih produktif.
Disaksikan para pemilih, pendukung, lawan, kawan, dan orang-orang yang masih mengambang.
Jalan tengahnya, debat itu riil karena menanggapi persoalan kehidupan sosial, politik, hukum yang dihadapi bangsa, sekaligus mudah dipahami oleh berbagai elemen masyarakat.
Kebermaknaan debat tergantung dari pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dan jawaban-jawaban ketiga Calon Presiden.
Sebagai salah satu dari sebelas panelis, penulis harus menjaga komitmen dan integritas untuk merahasiakan pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan.
Penulis juga berusaha tidak memihak, menguntungkan salah satu, dan menjatuhkan. Penulis berusaha berkontribusi sebisanya untuk Pemilu yang lebih baik.
Pemilu ini adalah upaya untuk menunjukkan partisipasi warga negara yang merdeka dalam memilih.
Informasi-informasi yang selama ini berseliweran di media sosial bisa dijelaskan. Entah bisa dipahami atau tidak itu soal lain. Hoaks, rumor, gosip, dan berbagai berita bisa dilihat dari kualitas debat.
Ada banyak faktor bagaimana calon kontestan Pemilu akhirnya menjadi pemimpin. Tidak ada satu faktor pun yang menjadi penentu tunggal.