Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Prof. Al Makin
Rektor UIN Sunan Kalijaga

Guru Besar UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Prof. Dr. phil. Al Makin, S.Ag. MA, kelahiran Bojonegoro Jawa Timur 1972 adalah Profesor UIN Sunan Kalijaga. Penulis dikenal sebagai ilmuwan serta pakar di bidang filsafat, sejarah Islam awal, sosiologi masyarakat Muslim, keragaman, multikulturalisme, studi minoritas, agama-agama asli Indonesia, dialog antar iman, dan studi Gerakan Keagamaan Baru. Saat ini tercatat sebagai Ketua Editor Jurnal Internasional Al-Jami’ah, salah satu pendiri portal jurnal Kementrian Agama Moraref, dan ketua LP2M (Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat) UIN Sunan Kalijaga periode 2016-2020. Makin juga tercatat sebagai anggota ALMI (Asosiasi Ilmuwan Muda Indonesia) sejak 2017. Selengkapnya di https://id.m.wikipedia.org/wiki/Al_Makin.

Selamat Menyaksikan Debat Calon Presiden

Kompas.com - 12/12/2023, 09:08 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SUDAH lima kali pemilu setelah reformasi sejak 1999, tetap muncul pertanyaan apakah debat budaya Indonesia?

Dalam menyongsong penyelengaraan debat pertama calon presiden Republik Indonesia Pemilu 2024 kali ini, pertanyaan-pertanyaan seperti itu juga masih dikemukakan. Berikut ungkapan-ungkapan rasa ingin tahu itu.

Apakah berdebat di publik itu sopan? Apakah debat sesuai dengan ruh dan nafas etika dan kesopanan Nusantara? Perlukah debat calon pemimpin? Perlukah debat calon presiden dan wakil presiden?

Ada pertanyaan lebih mendasar lagi, karena kesannya debat politik adalah tradisi Barat. Tepatnya, debat presiden tidak lebih dari tiruan cara demokrasi liberal Amerika Serikat.

Kita saksikan di seluruh TV di dunia, debat presiden Amerika menjadi tontonan demokrasi yang menghibur dan menjengkelkan.

Debat menjadi ukuran uji nyali, sekaligus tawaran penampilan gaya pemimpin negara adidaya. Apakah, Indonesia meniru cowboy-cowboy itu?

Bahkan tentang kegunaan debat itu sendiri sering dipertanyakan, baik oleh pemilih yang masih mengambang ataupun simpatisan Calon Presiden dan Wakil Presiden yang sudah mantab.

Seberapa besar pengaruhnya pada eletabilitas mereka? Apakah para pemilih nanti mempertimbangkan hasil debat? Apakah ada gunanya berdebat di TV?

Masyarakat Nusantara, tidak usah pergi ke Amerika, juga mempunyai tradisi debat. Misalnya di pasar-pasar tradisional. Para penjual dan pembeli berdebat soal kualitas barang dan layaknya harga. Mereka bahkan seringkali saling menjatuhkan.

Pembeli merendahkan kualitas barang, sementara penjual bisa menghina pembeli yang tidak cukup modal.

Di kerumunan pasar-pasar tradisional, saling mencela, tanpa melibatkan emosi, sudah lazim. Penjual ingin mendapatkan harga tinggi, sehingga maraup untung. Pembeli berharap harga murah, tidak keluar duit banyak.

Tawar menawar penjual dan pembeli dengan segala cara dan tekniknya adalah bentuk debat sederhana. Debat itu sudah biasa di masyarakat kita, tidak melibatkan emosi berlebihan.

Setiap hari debat kusir bisa dijumpai. Kadangkala, penjual juga mempunyai trik. Barang ini sudah ditawar oleh banyak pembeli sebelumnya, dengan harga sekian.

Pembeli tidak kalah, dia pura-pura tidak butuh dan pergi meninggalkan lapak. Toh akhirnya mereka berjumpa lagi dengan harga yang lebih realistis, transaksi pun terjadi.

Di gardu ronda, warung-warung makan, sekarang di café-café terjadi debat bebas. Terserah apa saja bisa, topik bisa politik, ekonomi, tetangga, teman, cinta, rumah tangga, biaya sekolah dan lain-lain. Debat kusir, saling memojokkan, saling mencela, dan bergurau sudah biasa.

Debat online jauh lebih kejam. Bullying, perundungan, penghinaan, dan pelecehan dengan berbagai parodi sering terjadi di media sosial: Youtube, Instagram, Tiktok dan Twitter.

Debat ini jauh lebih brutal dari debat di pasar, warung makan, café, gardu ronda, dan sawah-sawah.

Para netizen, karena tanpa nama dan lokasi, tidak tanggung-tanggung melebihkan statemen-statemen yang merendahkan. Menuduh dengan mudah. Membenci tanpa alasan. Tidak mau paham yang sebenarnya. Yang penting ramai dan buzzer dapat peran. Yang penting viral dan populer.

Debat di media sosial kita itu kejam, tanpa ampun. Tidak ada kebenaran yang dituju. Tidak ada hasil yang akan dicapai selain populartias status, gambar, video dan ucapan-ucapan menohok. Debat ini sudah menjadi kenyataan tak bisa dihindari.

Suasana kantor KPU RI yang akan digunakan sebagai lokasi pelaksanaan debat perdana calon presiden.KOMPAS.com / VITORIO MANTALEAN Suasana kantor KPU RI yang akan digunakan sebagai lokasi pelaksanaan debat perdana calon presiden.
Debat Calon Presiden dan Wakil Presiden tentu harus lain dengan debat tradisional di pasar, gardu ronda, atau media sosial.

Debat Calon Presiden harus debat yang bermakna. Debat itu harus menggambarkan bagaimana pemimpin Indonesia merespons berbagai persoalan nyata segala bidang yang akan dihadapi bangsa ini selama lima tahun ke depan. Debat ini serius.

Tidak seperti di pasar atau gardu ronda yang terlalu santai, debat Calon Presiden akan lebih produktif.

Disaksikan para pemilih, pendukung, lawan, kawan, dan orang-orang yang masih mengambang.

Jalan tengahnya, debat itu riil karena menanggapi persoalan kehidupan sosial, politik, hukum yang dihadapi bangsa, sekaligus mudah dipahami oleh berbagai elemen masyarakat.

Kebermaknaan debat tergantung dari pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dan jawaban-jawaban ketiga Calon Presiden.

Sebagai salah satu dari sebelas panelis, penulis harus menjaga komitmen dan integritas untuk merahasiakan pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan.

Penulis juga berusaha tidak memihak, menguntungkan salah satu, dan menjatuhkan. Penulis berusaha berkontribusi sebisanya untuk Pemilu yang lebih baik.

Pemilu ini adalah upaya untuk menunjukkan partisipasi warga negara yang merdeka dalam memilih.

Informasi-informasi yang selama ini berseliweran di media sosial bisa dijelaskan. Entah bisa dipahami atau tidak itu soal lain. Hoaks, rumor, gosip, dan berbagai berita bisa dilihat dari kualitas debat.

Ada banyak faktor bagaimana calon kontestan Pemilu akhirnya menjadi pemimpin. Tidak ada satu faktor pun yang menjadi penentu tunggal.

Apalagi debat semata. Tidak. Dalam berbagai mitologi Nusantara, pemimpin itu akan menerima wahyu, amanat, dan taqdirnya.

Para calon pemimpin pada masa lalu berkelana, bertapa, menyepi untuk mendapatkan kekuatan spiritual dari alam gaib, langit, atau dewata.

Yang mendapatkan jimat, wahyu, atau anugerah akan naik tahta dan menjadi penjaga umat, negara, dan bangsa.

Calon Presiden saat ini sudah menawarkan visi dan misi secara terbuka. Gagasan, tawaran program kerja, dan strategi mencapainya bisa dicek dengan mudah.

Sudah berlimpah video, lawatan, kampanye, tulisan dan temu pemilih dalam berbagai event luring maupun daring. Semua ada jejak digitalnya.

Para pemilih bisa mempertegas pilihan hatinya untuk meyakinkan kembali. Yang belum memutuskan, silahkan pertimbangkan. Yang kebetulan belum menonton bisa diklik ulang di media sosial.

Debat yang bermakna jika semua menikmati dan memahaminya. Selamat menyaksikan debat calon presiden Indonesia 2024.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Istana Disebut Belum Terima Draf Revisi UU Kementerian Negara

Istana Disebut Belum Terima Draf Revisi UU Kementerian Negara

Nasional
Grace dan Juri Jadi Stafsus, Ngabalin Sebut Murni karena Kebutuhan Jokowi

Grace dan Juri Jadi Stafsus, Ngabalin Sebut Murni karena Kebutuhan Jokowi

Nasional
Revisi UU Kementerian Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang

Revisi UU Kementerian Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang

Nasional
[POPULER NASIONAL] Babak Baru Kasus Vina Cirebon | 'Crazy Rich' di Antara 21 Tersangka Korupsi Timah

[POPULER NASIONAL] Babak Baru Kasus Vina Cirebon | "Crazy Rich" di Antara 21 Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Tanggal 21 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 21 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kemendikbud Sebut Kuliah Bersifat Tersier, Pimpinan Komisi X: Tidak Semestinya Disampaikan

Kemendikbud Sebut Kuliah Bersifat Tersier, Pimpinan Komisi X: Tidak Semestinya Disampaikan

Nasional
Wapres Minta Alumni Tebuireng Bangun Konsep Besar Pembangunan Umat

Wapres Minta Alumni Tebuireng Bangun Konsep Besar Pembangunan Umat

Nasional
Khofifah-Emil Dardak Mohon Doa Menang Pilkada Jatim 2024 Usai Didukung Demokrat-Golkar

Khofifah-Emil Dardak Mohon Doa Menang Pilkada Jatim 2024 Usai Didukung Demokrat-Golkar

Nasional
Pertamina Raih Penghargaan di InaBuyer 2024, Kado untuk Kebangkitan UMKM

Pertamina Raih Penghargaan di InaBuyer 2024, Kado untuk Kebangkitan UMKM

Nasional
Soal Isu Raffi Ahmad Maju Pilkada 2024, Airlangga: Bisa OTW ke Jateng dan Jakarta, Kan Dia MC

Soal Isu Raffi Ahmad Maju Pilkada 2024, Airlangga: Bisa OTW ke Jateng dan Jakarta, Kan Dia MC

Nasional
Cegah MERS-CoV Masuk Indonesia, Kemenkes Akan Pantau Kepulangan Jemaah Haji

Cegah MERS-CoV Masuk Indonesia, Kemenkes Akan Pantau Kepulangan Jemaah Haji

Nasional
Dari 372 Badan Publik, KIP Sebut Hanya 122 yang Informatif

Dari 372 Badan Publik, KIP Sebut Hanya 122 yang Informatif

Nasional
Jemaah Haji Indonesia Kembali Wafat di Madinah, Jumlah Meninggal Dunia Menjadi 4 Orang

Jemaah Haji Indonesia Kembali Wafat di Madinah, Jumlah Meninggal Dunia Menjadi 4 Orang

Nasional
Hari Keenam Penerbangan, 34.181 Jemaah Haji tiba di Madinah

Hari Keenam Penerbangan, 34.181 Jemaah Haji tiba di Madinah

Nasional
Jokowi Bahas Masalah Kenaikan UKT Bersama Menteri Pekan Depan

Jokowi Bahas Masalah Kenaikan UKT Bersama Menteri Pekan Depan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com