JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2015-2019 Agus Rahardjo menyebut bahwa produk hukum yang seharusnya direvisi bukan Undang-Undang (UU) KPK melainkan UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Pernyataan tersebut disampaikan Agus saat menjelaskan terkait pemberantasan korupsi yang memburuk di periode kedua Presiden Joko Widodo (Jokowi).
“Kalau kita mau memberantas korupsi sebenarnya yang perlu direvisi malah UU Nomor 31 Tahun 1999, Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,” ujar Agus Rahardjo dalam wawancara dengan Rosi dalam program ROSI di Kompas TV, Kamis (30/11/2023).
Agus mengatakan, UU Pemberantasan Tipikor di Indonesia belum memenuhi kriteria yang disarankan United Nation Convention Against Corruption (UNCAC) atau Perserikatan Bangsa-Bangsa Melawan Korupsi.
Menurutnya, banyak dari undang-undang itu yang belum direvisi atau ditambahkan.
Di antaranya terkait private sector, perampasan aset, illicit enrichment (kekayaan tidak wajar), dan trading influence (perdagangan pengaruh).
Agus Rahardjo juga mengatakan, UU terkait perampasan aset yang saat ini dibahas pemerintah dan DPR, seharusnya tidak terpisah dari UU Tipikor.
Lebih lanjut, Agus mengatakan, jika produk hukum yang direvisi bukan UU KPK melainkan melengkapi kekurangan-kekurangan tersebut maka pemberantasan korupsi di Indonesia saat ini lebih baik.
“Dan sebenarnya itu (UU Perampasan Aset) enggak usah sendiri, masuk dalam UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Semuanya termasuk itu,” kata Agus.
Baca juga: Agus Rahardjo Mengaku Tulis Surat Terbuka ke Jokowi, Tolak Firli Bahuri Pimpin KPK
Diketahui, revisi UU KPK sampai saat ini masih terus saja dipermasalahkan banyak pihak karena dinilai melemahkan lembaga antirasuah dan pemberantasan korupsi.
Dalam UU yang disahkan tahun 2019 tersebut, KPK berada di rumpun eksekutif dan di bawah presiden. Hal ini dikhawatirkan membuat KPK tidak independen.
Selain itu, KPK juga dimungkinkan melakukan penghentian penyidikan perkara karena dilengkapi dengan mekanisme Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3).
Baca juga: Agus Rahardjo Cerita Saat KPK Diserang Isu Sarang Taliban Sebelum Revisi UU KPK
Sementara itu, Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia pada 2022 adalah 34/100. Skor itu memperlihatkan penurunan dari pencapaian IPK pada 2021 yang meraih 38/100.
Penurunan Skor IPK pada 2022 itu menempatkan Indonesia pada peringkat 110 dari 180 negara yang disurvei oleh Transparency International Indonesia (TII).
Pada 2021, IPK Indonesia berada pada peringkat 96. Penurunan skor IPK itu membuat posisi Indonesia semakin mendekati deretan negara-negara terkorup di dunia. Bahkan, di kawasan Asia Tenggara, IPK Indonesia berada di bawah Malaysia.
Pemberantasan korupsi di era kedua pemerintahan Jokowi juga tercoreng oleh dugaan korupsi Ketua KPK Firli Bahuri.
Firli Bahuri ditetapkan sebagai tersangka terkait kasus dugaan pemerasan terhadap eks Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL), menerima gratifikasi, dan hadiah/janji.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.