Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pilpres Bukan Hanya soal Mencoblos, Pemilih Harus Kawal Jalannya "Permainan"

Kompas.com - 17/11/2023, 05:15 WIB
Fitria Chusna Farisa

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengingatkan pemilih untuk terus mengawal penyelenggaraan Pemilu Presiden (Pilpres) 2024.

Titi mengatakan, pilpres bukan hanya soal mencoblos pada hari pemungutan suara. Namun, ada tahapan panjang sebelum dan sesudah itu.

“Pemilu itu bukan hanya soal mencoblos, tapi juga memastikan seluruh rangkaian prosesnya diselenggaran dengan benar dan kredibel, sesbagaimana aturan main yang demokratis,” kata Titi kepada Kompas.com, Kamis (16/11/2023).

Untuk mewujudkan pemilih yang berdaya, kata Titi, literasi politik harus terus ditingkatkan. Berangkat dari cita-cita itu, elite politik dapat mengajak pemilih untuk berorientasi pada politik gagasan dan program yang ditawarkan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres).

Baca juga: KPU Mulai Pesan 1,2 Miliar Surat Suara Pemilu 2024

Namun, pada saat yang sama, pemilih harus tetap aktif mengawal jalannya penyelenggaraan tahapan pemilu.

“Mulai dari mengawal aturan main yang digunakan, manajemen tahapan, aktor-aktornya, sampai dengan penegakan hukum yang dilakukan,” ujar Titi.

Memang, kata Titi, akan selalu ada persoalan dalam setiap tahapan pemilu. Misalnya, kekisurhan yang terjadi di tahapan pencalonan baru-baru ini terkait Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang syarat usia capres-cawapres.

Ke depan, tahapan pemilu akan dihadapkan dengan berbagai tantangan lainnya, seperti politik transaksional, penyebaran berita bohong, disinformasi, dan lainnya.

Baca juga: KPU RI Diadukan ke DKPP karena Terima Pencalonan Gibran

Titi menyebut, dibutuhkan kedewasaan elite politik dan pemilih untuk menyikapi kemungkinan itu. Menurutnya, ruang adu gagasan mesti diciptakan, dibarengi dengan keberanian untuk mengkritisi proses yang bermasalah atau menyimpang.

Sikap kritis ini semata bertujuan untuk mewujudkan pemilu yang konstitusional dan berlegitimasi tinggi.

“Jadi hal yang wajar dan sah-sah saja mempersoalkan proses yang dianggap bermasalah, asalkan tetap dikontekstualisasi dalam pendidikan politik yang mengarahkan pada gagasan dan rekam jejak yang mampu menopang itu,” kata Titi.

“Jadi bukan untuk membangun sentimen emosional semata, tapi lebih dari itu ada ajakan kuat untuk melakukan penilaian secara substansial dan programatis kepada para kandidat peserta pemilu,” tuturnya.

Adapun Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menetapkan tiga pasangan capres-cawapres peserta Pemilu 2024.

Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar menjadi capres-cawapres nomor urut 1. Pasangan calon ini diusung oleh Koalisi Perubahan untuk Persatuan yang terdiri dari Partai Nasdem, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Keadilan Sejahtera (PKS), dan Partai Ummat.

Sementara, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka menyanding nomot urut 2. Pasangan capres-cawapres ini diusung oleh Koalisi Indonesia Maju (KIM).

KIM sendiri merupakan kongsi dari Partai Gerindra, Partai Golkar, Partai Demokrat, Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Bulan Bintang (PBB), Partai Gelora, Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Partai Garuda, dan Partai Rakyat Adil Makmur (Prima).

Baca juga: KPU Pantau Anggaran Belanja Iklan Kampanye Medsos Peserta Pemilu 2024

Pasangan capres-cawapres lainnya, Ganjar Pranowo-Mahfud MD, tercatat sebagai peserta nomor urut 3. Pasangan ini didukung oleh PDI Perjuangan, Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Hanura, dan Partai Perindo.

Untuk diketahui, tahapan Pemilu 2024 akan memasuki masa kampanye pada 28 November 2023. Kampanye bakal berlangsung selama 75 hari hingga 10 Februari 2024.

Pada 14 Februari 2024 akan digelar pemungutan suara serentak di seluruh Indonesia. Tak hanya untuk memilih presiden dan wakil presiden, tetapi juga anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Refly Harun Anggap PKB dan Nasdem 'Mualaf Oposisi'

Refly Harun Anggap PKB dan Nasdem "Mualaf Oposisi"

Nasional
Berharap Anies Tak Maju Pilkada, Refly Harun: Levelnya Harus Naik, Jadi 'King Maker'

Berharap Anies Tak Maju Pilkada, Refly Harun: Levelnya Harus Naik, Jadi "King Maker"

Nasional
Perkara Besar di Masa Jampidum Fadil Zumhana, Kasus Sambo dan Panji Gumilang

Perkara Besar di Masa Jampidum Fadil Zumhana, Kasus Sambo dan Panji Gumilang

Nasional
Refly Harun: Anies Tak Punya Kontrol Terhadap Parpol di Koalisi Perubahan

Refly Harun: Anies Tak Punya Kontrol Terhadap Parpol di Koalisi Perubahan

Nasional
Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

Nasional
Indonesia Dorong Pemberian Hak Istimewa ke Palestina di Sidang PBB

Indonesia Dorong Pemberian Hak Istimewa ke Palestina di Sidang PBB

Nasional
Beban Melonjak, KPU Libatkan PPK dan PPS Verifikasi Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai

Beban Melonjak, KPU Libatkan PPK dan PPS Verifikasi Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai

Nasional
Peran Kritis Bea Cukai dalam Mendukung Kesejahteraan Ekonomi Negara

Peran Kritis Bea Cukai dalam Mendukung Kesejahteraan Ekonomi Negara

Nasional
Refly Harun Ungkap Bendera Nasdem Hampir Diturunkan Relawan Amin Setelah Paloh Ucapkan Selamat ke Prabowo

Refly Harun Ungkap Bendera Nasdem Hampir Diturunkan Relawan Amin Setelah Paloh Ucapkan Selamat ke Prabowo

Nasional
UU Pilkada Tak Izinkan Eks Gubernur Jadi Cawagub, Wacana Duet Anies-Ahok Buyar

UU Pilkada Tak Izinkan Eks Gubernur Jadi Cawagub, Wacana Duet Anies-Ahok Buyar

Nasional
Jemaah Haji Tak Punya 'Smart Card' Terancam Deportasi dan Denda

Jemaah Haji Tak Punya "Smart Card" Terancam Deportasi dan Denda

Nasional
Sebelum Wafat, Jampidum Kejagung Sempat Dirawat di RSCM 2 Bulan

Sebelum Wafat, Jampidum Kejagung Sempat Dirawat di RSCM 2 Bulan

Nasional
Jampidum Kejagung Fadil Zumhana Meninggal Dunia

Jampidum Kejagung Fadil Zumhana Meninggal Dunia

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, PKS: Kontrol Terhadap Pemerintah Wajib

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, PKS: Kontrol Terhadap Pemerintah Wajib

Nasional
Istri di Minahasa Dibunuh karena Mengigau, Komnas Perempuan Sebut Fenomena Femisida

Istri di Minahasa Dibunuh karena Mengigau, Komnas Perempuan Sebut Fenomena Femisida

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com