Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kala Megawati Lempar Tudingan Kecurangan, Kubu Gibran Menjawab Tantang Pembuktian

Kompas.com - 14/11/2023, 05:20 WIB
Fitria Chusna Farisa

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Eskalasi politik antara PDI Perjuangan dengan kubu Koalisi Indonesia Maju (KIM) masih berlanjut. Baru-baru ini, Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri melempar tudingan soal kecurangan Pemilu 2024.

Tuduhan itu disampaikan Mega ketika menyinggung putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal uji materi syarat usia calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) yang dianggap memuluskan jalan putra sulung Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka, ke panggung pemilihan sebagai cawapres pendamping Prabowo Subianto.

Sebagaimana diketahui, lewat Putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023, MK membolehkan seseorang yang belum berusia 40 tahun menjadi capres atau cawapres selama punya pengalaman sebagai kepala daerah atau pejabat negara lain yang dipilih melalui pemilu.

Putusan ini memberi tiket untuk Gibran Rakabuming Raka melaju ke panggung Pilpres 2024. Sebab, meski baru berusia 36 tahun, Gibran punya bekal sebagai Wali Kota Surakarta.

Baca juga: 5 Poin Suara Hati Megawati: Dari Sejarah MK hingga Kecurangan Pemilu

Putusan tersebut menuai polemik lantaran diketuk oleh Anwar Usman, adik ipar Jokowi sekaligus paman dari Gibran, yang saat itu menjabat sebagai ketua mahkamah. Belakangan, Anwar dicopot dari kursi Ketua MK.

Seolah tak terima atas tudingan kecurangan ini, kubu KIM meminta Megawati membuktikan ucapannya. Bahkan, Gibran tak takut jika dirinya dilaporkan.

Tudingan Megawati

Dalam pernyataannya, Megawati mengaku sangat prihatin dan menyayangkan terjadinya dinamika politik yang melibat MK belakangan ini. Ia menyebut, peristiwa ini memperlihatkan terjadinya manipulasi hukum.

“Apa yang terjadi di Mahkamah Konstitusi akhir-akhir ini telah menyadarkan kita semua bahwa berbagai manipulasi hukum kembali terjadi. Itu semua akibat praktik kekuasaan yang telah mengabaikan kebenaran hakiki, politik atas dasar nurani,” kata Mega dalam tayangan YouTube PDI Perjuangan, Minggu (12/11/2023).

Mega bilang, rekayasa hukum tidak boleh terjadi lagi. Katanya, hukum harus menjadi alat yang menghadirkan kebenaran, mewujudkan keadilan, dan alat untuk mengayomi bangsa dan negara.

Baca juga: Buka Suara soal Putusan MK, Megawati Cium Kecurangan Pemilu Mulai Terjadi

Megawati pun berpesan kepada seluruh pihak untuk mengawal Pemilu 2024. Pemilu mendatang hendaknya digunakan sebagai momentum untuk mendapatkan pemimpin terbaik yang benar-benar mewakili kehendak rakyat, mengayomi Indonesia agar menjadi bangsa hebat unggul dan berdiri di atas kaki sendiri.

“Jangan lupa terus kawal demokrasi berdasarkan nurani. Jangan takut untuk bersuara. Jangan takut untuk berpendapat, selama segala sesuatunya tetap berakar pada kehendak hati rakyat,” ucapnya.

Sebagai warga bangsa, lanjut Mega, setiap anak negeri wajib mengawal dan menegakkan demokrasi, agar tidak terjadi kesewenang-wenangan.

Menurutnya, kedaulatan rakyat harus terus dijunjung tinggi. Pemilu harus diselenggarakan secara demokratis, jujur, adil, langsung, umum, bebas dan rahasia tanpa ada kecuali. Tak boleh ada intimidasi rakyat seperti dulu lagi.

“Jangan biarkan kecurangan pemilu yang akhir ini terlihat sudah mulai akan terjadi lagi. Gunakan hak pilihmu dengan tuntunan nurani,” katanya.

Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri menggandeng Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka, usai menghadiri pelantikan Wali Kota Semarang, Senin (30/1/2022)Kompas.com/Akun Twitter Gibran Rakabuming Raka @Gibran_Tweet Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri menggandeng Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka, usai menghadiri pelantikan Wali Kota Semarang, Senin (30/1/2022)
Megawati menambahkan, keputusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) mencopot Anwar Usman dari kursi Ketua MK telah memberikan cahaya terang di tengah kegelapan demokrasi saat ini.

“Keputusan MKMK tersebut menjadi bukti bahwa kekuatan moral, politik, kebenaran, dan politik akal sehat tetap berdiri kokoh meski menghadapi rekayasa hukum konstitusi,” tutur putri Proklamator Soekarno itu.

Pembuktian

Merespons pernyataan Megawati, Sekretaris Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, Nusron Wahid, mengatakan, kecurangan pemilu tidak bisa diketahui apabila kampanye belum dimulai.

Nusron menyebutkan, aturan terkait kampanye Pemilu 2024 bahkan belum berlaku. Sebab, kampanye baru dimulai pada 28 November 2023.

“Pertandingan belum dimulai dan belum selesai. Kita tidak bisa mengatakan di mana ada penyelewengan, kampanye saja belum dimulai. Kok sudah katakan ada penyelewengan?” kata Nusron saat konferensi pers di rumah relawan Prabowo, Palmerah, Jakarta Barat, Minggu (12/11/2023).

“Kalau gitu dikatakan sudah ada penyelewengan, apa yang disebut penyelewengan? Oleh karena itu, saya tidak mau komentar, silakan tanya kepada Bu Mega,” tutur Nusron.

Baca juga: Tanggapi Putusan MK, Megawati: Rekayasa Hukum Tidak Boleh Terjadi Lagi

Secara pribadi, Nusron mengaku menghormati Megawati sebagai tokoh dan presiden kelima RI. Namun, ia meminta Mega membuktikan ucapannya soal tudingan kecurangan pemilu.

“Kalau dikatakan sudah ada bentuk penyelewengan ya silakan dibuktikan. Jangan membuat insinuasi dan kabar burung. Sekali lagi fakta yang kita angkat, bukan cerita. Pemilu itu kita bicara fakta, bukan bicara fiksi,” ujar politikus Partai Golkar itu.

Fokus pemenangan

Sementara, politikus Partai Golkar yang juga Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengatakan, pihaknya tak ambil pusing atas tudingan Megawati terkait kecurangan pemilu.

"Kalau kita dari kubunya Prabowo-Gibran itu senyum saja, orang mau bicara apa, itu hak mereka semua dan kita senyum dan kita tetap fokus bekerja untuk kemenangan," kata Bahlil usai menghadiri deklarasi Relawan Go Gibran di SCBD, Jakarta Selatan, Minggu (12/12023).

Menurut Bahlil, Koalisi Indonesia Maju enggan terseret dalam dialektika atau perdebatan mengenai putusan etik MKMK maupun putusan MK yang kontroversial. Bahlil mengaku, koalisinya fokus memenangkan Prabowo-Gibran.

Baca juga: Cerita Pendirian MK, Megawati Singgung Penculikan Aktivis

Tak takut dilaporkan

Gibran sendiri tampak santai menanggapi ini. Putra sulung Jokowi itu meminta pihak yang menuding adanya kecurangan untuk membuktikan. Bahkan, Gibran mempersilakan pihak tersebut melapor.

"Ya dibuktikan saja kalau ada kucurangan-kecurangan dan dilaporkan saja," kata Gibran di Solo, Jawa Tengah, Senin (13/11/2023).

Soal tudingan aparat tidak netral dan mendukung paslon Prabowo-Gibran, Wali Kota Surakarta itu juga mengaku tak masalah jika dilaporkan.

"Ya dilaporkan aja kalau ada bukti-bukti (tidak netral)," katanya.

“Amunisi”

Merespons ini, peneliti Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (PRP BRIN) Firman Noor menyebut, kontroversi terkait putusan MK sengaja dimanfaatkan PDI-P untuk “menyerang” Gibran dan kubu Koalisi Indonesia Maju.

Fakta bahwa Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 bermasalah memang tak terbantahkan. Oleh karenanya, narasi itu bakal terus dimainkan partai banteng untuk mendelegitimasi Prabowo-Gibran sebagai pihak lawan.

Harapannya, publik menjadi bersimpati dan memberikan dukungan buat PDI-P serta bakal capres-cawapres yang mereka usung, Ganjar Pranowo-Mahfud MD.

“Mengkritisi etika atau eksistensi keberadaan salah satu pasangan, yang kita tahu siapa, jangan-jangan itu adalah bagian dari strategi kampanye juntuk mendelegitimasi orang untuk tidak memilih pasangan itu,” kata Firman kepada Kompas.com, Senin (13/11/2023).

“Karena memang ini bagian dari amunisi yang bisa dimanfaatkan untuk mendelegitimasi,” ujarnya.

Namun demikian, menurut Firman, cara yang dipakai PDI-P ini belum tentu berhasil. Memang, PDI-P bisa terlihat heroik karena menggulirkan narasi anti-nepotisme.

Partai pimpinan Megawati itu mungkin mendulang keuntungan elektoral jika menggunakan cara-cara yang tepat untuk “memainkan” narasi kritis terhadap putusan MK.

“Kalau upaya yang sistematis dan meyakinkan itu bisa dilakukan oleh PDI-P atau siapa pun, bukan tidak mungkin itu akan menggerus suara Prabowo dan Gibran. Kalau memang canggih mainnya meyakinkan, elegan,” ujar Firman.

Baca juga: Megawati Mulai Cium Kecurangan Pemilu 2024, TKN Prabowo-Gibran Merespons

Namun, sebaliknya, PDI-P juga bisa menderita kerugian apabila salah langkah dalam “memanfaatkan” situasi ini. Jika demikian, bukannya mendulang keuntungan elektoral, suara partai banteng justru bisa tergerus.

“Tapi kalau caranya salah, malah terlihat brutal, ya bukan tidak mungkin yang disudutkan ini malah kelihatan jadi yang terzalimi,” kata Firman.

Dihubungi terpisah, peneliti Indikator Politik Indonesia, Bawono Kumoro, menilai, tudingan Megawati soal dugaan kecurangan pemilu merupakan tuduhan serius. Wajar apabila kubu Prabowo-Gibran meminta adanya pembuktian.

“Memang tudingan bahwa telah terjadi kecurangan dalam Pemilu 2024 itu tudingan yang serius, harus dibuktikan oleh pihak yang melempar tudingan tersebut,” kata Bawono kepada Kompas.com, Senin (13/11/2023).

Bawono bilang, jika narasi soal kecurangan itu gagal dibuktikan, justru akan menyebabkan kegaduhan penyelenggaraan pemilu. Tuduhan Megawati tersebut juga bisa disinyalir sebagai bahan kampanye negatif untuk menyerang pihak lawan.

“Dan ini sekadar sebagai bahan negative campaign untuk mendelegitimasi pasangan calon Prabowo-Gibran,” tuturnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tanggal 19 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 19 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 18 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 18 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Di Sidang SYL, Saksi Akui Ada Pembelian Keris Emas Rp 105 Juta Pakai Anggaran Kementan

Di Sidang SYL, Saksi Akui Ada Pembelian Keris Emas Rp 105 Juta Pakai Anggaran Kementan

Nasional
Dede Yusuf Minta Pemerintah Perketat Akses Anak terhadap Gim Daring

Dede Yusuf Minta Pemerintah Perketat Akses Anak terhadap Gim Daring

Nasional
Mesin Pesawat Angkut Jemaah Haji Rusak, Kemenag Minta Garuda Profesional

Mesin Pesawat Angkut Jemaah Haji Rusak, Kemenag Minta Garuda Profesional

Nasional
Anggota Fraksi PKS Tolak Presiden Bebas Tentukan Jumlah Menteri: Nanti Semaunya Urus Negara

Anggota Fraksi PKS Tolak Presiden Bebas Tentukan Jumlah Menteri: Nanti Semaunya Urus Negara

Nasional
Usai Operasi di Laut Merah, Kapal Perang Belanda Tromp F-803 Merapat di Jakarta

Usai Operasi di Laut Merah, Kapal Perang Belanda Tromp F-803 Merapat di Jakarta

Nasional
Kriteria KRIS, Kemenkes: Maksimal 4 Bed Per Ruang Rawat Inap

Kriteria KRIS, Kemenkes: Maksimal 4 Bed Per Ruang Rawat Inap

Nasional
Soroti DPT Pilkada 2024, Bawaslu: Pernah Kejadian Orang Meninggal Bisa Memilih

Soroti DPT Pilkada 2024, Bawaslu: Pernah Kejadian Orang Meninggal Bisa Memilih

Nasional
Direktorat Kementan Siapkan Rp 30 Juta Tiap Bulan untuk Keperluan SYL

Direktorat Kementan Siapkan Rp 30 Juta Tiap Bulan untuk Keperluan SYL

Nasional
Setuju Sistem Pemilu Didesain Ulang, Mendagri: Pilpres dan Pileg Dipisah

Setuju Sistem Pemilu Didesain Ulang, Mendagri: Pilpres dan Pileg Dipisah

Nasional
Menko Airlangga: Kewajiban Sertifikasi Halal Usaha Menengah dan Besar Tetap Berlaku 17 Oktober

Menko Airlangga: Kewajiban Sertifikasi Halal Usaha Menengah dan Besar Tetap Berlaku 17 Oktober

Nasional
Serius Transisi Energi, Pertamina Gandeng KNOC dan ExxonMobil Kembangkan CCS

Serius Transisi Energi, Pertamina Gandeng KNOC dan ExxonMobil Kembangkan CCS

Nasional
Bawaslu Akui Kesulitan Awasi 'Serangan Fajar', Ini Sebabnya

Bawaslu Akui Kesulitan Awasi "Serangan Fajar", Ini Sebabnya

Nasional
Kontras Desak Jokowi dan Komnas HAM Dorong Kejagung Selesaikan Pelanggaran HAM Berat Secara Yudisial

Kontras Desak Jokowi dan Komnas HAM Dorong Kejagung Selesaikan Pelanggaran HAM Berat Secara Yudisial

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com