Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

5 Poin "Suara Hati" Megawati: Dari Sejarah MK hingga Kecurangan Pemilu

Kompas.com - 13/11/2023, 11:16 WIB
Fitria Chusna Farisa

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri buka suara soal dinamika politik yang terjadi baru-baru ini yang melibatkan Mahkamah Konstitusi (MK).

Sebagaimana diketahui, Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 memuluskan jalan putra sulung Presiden Joko Widodo yang sedianya kader PDI-P, Gibran Rakabuming Raka, menuju panggung Pemilu Presiden (Pilpres) 2024 sebagai bakal calon wakil presiden (cawapres) pendamping bakal calon presiden (capres) Koalisi Indonesia Maju, Prabowo Subianto.

Putusan tersebut kontroversial, sampai-sampai Anwar Usman yang merupakan adik ipar Jokowi sekaligus paman dari Gibran, dicopot dari kursi Ketua MK.

Menanggapi ini, Megawati angkat bicara. Dalam video berjudul “Suara Hati Nurani” yang ditayangkan YouTube PDI Perjuangan, Minggu (12/11/2023), Mega menyinggung soal sejarah pembentukan MK, reformasi dan pemerintahan otoriter, hingga manipulasi hukum.

1. Pembentukan MK

Megawati mengatakan, konstitusi merupakan pranata kehidupan berbangsa dan bernegara yang harus diikuti dengan selurus-lurusnya.

Konstitusi, kata dia, tidak hanya ditaati sebagai sebuah hukum dasar tertulis, tetapi harus memiliki roh yang mewakili kehendak dan tekad tentang bagaimana tata pemerintahan negara disusun dan dikelola dengan sebaik-baiknya, sebagaimana cita-cita para pendiri bangsa.

Baca juga: Suhartoyo Dilantik Jadi Ketua MK Gantikan Anwar Usman

Untuk mencapai tujuan tersebut, dibentuklah Mahkamah Konstitusi yang keberadaannya diatur dalam Undang-undang Dasar 1945, khususnya Pasal 7B, Pasal 24 ayat (2), dan Pasal 24C.

“Dari namanya saja Mahkamah Konstitusi ini seharusnya sangat-sangat berwibawa, memiliki tugas yang sangat berat dan penting guna mewakili seluruh rakyat Indonesia di dalam mengawal konstitusi demokrasi,” kata Megawati.

MK didirkan pada Agustus 2003, ketika pemerintahan RI dipimpin Megawati. Mega mengaku, sebagai presiden saat itu, dirinya sangat serius menggarap pembentukan MK.

Didampingi Menteri Sekretaris Negara, Megawati sendiri yang mencarikan gedung untuk kantor MK. Diputuskanlah gedung MK di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, di ring satu berdekatan dengan Istana Kepresidenan.

“Sehingga Mahkamah Konstitusi tersebut harus bermanfaat bukan bagi perorangan, tapi bagi rakyat, bangsa, dan negara,” kata Presiden kelima RI itu.

2. Reformasi dan pemerintah otoriter

Megawati juga menyebut bahwa pembentukan MK merupakan bagian dari reformasi yang dikehendaki oleh rakyat. Reformasi menjadi momen perlawanan rakyat terhadap watak dan kultur pemerintahan yang pada waktu itu sangat otoriter.

“Dalam kultur dan sangat sentralistik ini, lahirlah nepotisme, kolusi, dan korupsi. Praktik kekuasaan yang seperti inilah yang mendorong lahirnya reformasi,” kata Mega.

Baca juga: Anwar Usman Tak Hadiri Pelantikan Suhartoyo Jadi Ketua MK

Semangat reformasi yang berkobar-kobar itu, kata Mega, menggerakkan rakyat sehingga berhasil mengantarkan Indonesia ke era demokrasi. Bukan hal mudah untuk mencapai titik tersebut.

Sebab, di balik tercapainya reformasi, ada pengobranan rakyat dan mahasiswa melalui peristiwa Kerusuhan 27 Juli (Kudatuli), peristiwa Trisakti, peristiwa Semanggi, penculikan para aktivis, dan lain-lain.

Halaman:
Baca tentang


Terkini Lainnya

PAN Gelar Rakornas Pilkada Serentak, Prabowo Subianto Bakal Hadir

PAN Gelar Rakornas Pilkada Serentak, Prabowo Subianto Bakal Hadir

Nasional
KPK Ancam Pidanakan Pihak yang Halangi Penyidikan TPPU Gubernur Malut

KPK Ancam Pidanakan Pihak yang Halangi Penyidikan TPPU Gubernur Malut

Nasional
KPK Sita Aset Gubernur Malut Rp 15 Miliar dari Nilai TPPU Rp 100 Miliar Lebih

KPK Sita Aset Gubernur Malut Rp 15 Miliar dari Nilai TPPU Rp 100 Miliar Lebih

Nasional
Mantu Jokowi Akan Maju Pilkada Sumut, PDI-P Singgung Jangan Ada 'Abuse of Power'

Mantu Jokowi Akan Maju Pilkada Sumut, PDI-P Singgung Jangan Ada "Abuse of Power"

Nasional
Menantu Jokowi Bakal Maju Pilkada Sumut, PDI-P: Jangan Terjadi Intervensi

Menantu Jokowi Bakal Maju Pilkada Sumut, PDI-P: Jangan Terjadi Intervensi

Nasional
Isu Tambah Kementerian dan Bayang-bayang Penambahan Beban Anggaran

Isu Tambah Kementerian dan Bayang-bayang Penambahan Beban Anggaran

Nasional
Eks Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin Mangkir dari Panggilan KPK

Eks Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin Mangkir dari Panggilan KPK

Nasional
Kementan Era SYL Diduga Beri Auditor BPK Rp 5 Miliar demi Opini WTP, Anggota DPR: Memalukan

Kementan Era SYL Diduga Beri Auditor BPK Rp 5 Miliar demi Opini WTP, Anggota DPR: Memalukan

Nasional
Sekjen DPR Indra Iskandar Minta KPK Tunda Pemeriksaan

Sekjen DPR Indra Iskandar Minta KPK Tunda Pemeriksaan

Nasional
Pansel Capim KPK Masih Digodok, Komposisinya 5 Unsur Pemerintah dan 4 Wakil Masyarakat

Pansel Capim KPK Masih Digodok, Komposisinya 5 Unsur Pemerintah dan 4 Wakil Masyarakat

Nasional
Bukan Pengurus Pusat PDI-P, Ganjar Disarankan Bikin Ormas agar Tetap Eksis di Politik

Bukan Pengurus Pusat PDI-P, Ganjar Disarankan Bikin Ormas agar Tetap Eksis di Politik

Nasional
Korlantas Polri Kerahkan 1.530 Personel BKO untuk Agenda World Water Forum Bali

Korlantas Polri Kerahkan 1.530 Personel BKO untuk Agenda World Water Forum Bali

Nasional
Program Deradikalisasi BNPT Diapresiasi Selandia Baru

Program Deradikalisasi BNPT Diapresiasi Selandia Baru

Nasional
Kirim Surat Tilang Lewat WA Disetop Sementara, Kembali Pakai Pos

Kirim Surat Tilang Lewat WA Disetop Sementara, Kembali Pakai Pos

Nasional
Polri Setop Sementara Kirim Surat Tilang Lewat WhatsApp, Bakal Evaluasi Lebih Dulu

Polri Setop Sementara Kirim Surat Tilang Lewat WhatsApp, Bakal Evaluasi Lebih Dulu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com