Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Jannus TH Siahaan
Doktor Sosiologi

Doktor Sosiologi dari Universitas Padjadjaran. Pengamat sosial dan kebijakan publik. Peneliti di Indonesian Initiative for Sustainable Mining (IISM). Pernah berprofesi sebagai Wartawan dan bekerja di industri pertambangan.

Mencegah Proyeksi Suram Demokrasi

Kompas.com - 13/11/2023, 05:45 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

MENJADI politisi adalah menjadi ‘binatang politik’ (political animal/zoon politicon), demikian kata filosof fenomenal asal Yunani, Aristoteles.

Mengapa? Karena, yang membedakan binatang dengan manusia, salah satu yang utama, adalah politik. Binatang tak berpolitik, sementara manusia justru sebaliknya. Karena itulah lahir istilah binatang politik tersebut.

Memang bunyinya sangat tidak enak didengar, bahkan boleh jadi menjijikkan. Namun saya rasa, setelah kita memahami maksud atau raison de'tre-nya, cukup masuk akal terminologi tersebut disematkan kepada para politisi.

Setidaknya dari perspektif idealitas teoritik, melalui jalur politik, para politisi memperjuangkan hal-hal yang mereka anggap mulia sekaligus yang menjadi tujuan besar semua lapisan rakyat yang diwakilinya, seperti keadilan, kesejahteraan, keamanan ataupun kebahagiaan bersama.

Dalam proses perjuangan tersebut, manusia bisa melakukan apa saja agar semakin dekat dengan tujuannya. Mulai dari menggandeng sesama manusia yang memiliki tujuannya yang sama, lalu meninggalkannya di jalan setelah tak dibutuhkan lagi.

Atau menjatuhkan orang-orang yang kemungkinan akan mempersulit tercapainya tujuan tersebut, atau pula dengan mengubah aturan-aturan main yang dianggap kurang produktif atas tercapainya tujuan, dan lain sebagainya. Semuanya biasanya dilakukan oleh manusia dalam rangka berpolitik.

Dalam beberapa kajian, karena faktor perkembangan politik yang kian pragmatis, politik didefinisikan secara agak negatif pragmatis.

Sebut saja pengertian politik dari pakar politik Harold Laswell, misalnya. Beliau memberi makna praktis pada politik hanya sebatas soal "siapa dapat apa, kapan, dan bagaimana (who gets what, when, and how).

Sebagian lagi, generasi awal penganut mazhab behavioralisme, seperti pakar politik dari University of Chicago , David Easton, memaknai politik dalam kerangka yang lebih fungsional.

Beliau menyebut politik sebagai segala upaya untuk mendistribusikan nilai-nilai (kesejahteraan, keadilan, kemaslahatan, dan lain-lain) secara otoritatif.

Entah bagaimana cara kita memandangnya, jika kita bertanya kepada para politisi di partai politik atau parlemen, misalnya, politik bagi mereka adalah tentang bagaimana agar partainya menang pada pemilihan selanjutnya dan menempatkan sebanyak-banyaknya wakil di kursi-kursi yang ada di parlemen.

Dan hasil termanis selanjutnya bagi mereka adalah bahwa mereka berhasil menjadikan politisi andalannya sebagai presiden atau menteri-menteri dalam kabinet.

Lantas, setelah itu, apakah mereka akan melakukan pendistribusian nilai-nilai tersebut? Saya kira, hal tersebut akan jadi topik lainnya, tentu dengan catatan, jika mereka masih ingat.

Berbeda kasus, misalnya, saat kita bertanya pada para politisi di Palestina atau para politisi pejuang di era prakemerdekaan Indonesia.

Bagi mereka, politik adalah jalan menuju pembebasan. Bebas dari penjajahan, bebas dari kolonialisme dan aneksasi negara lain atas negara mereka.

Begitu pula jika kita tanya kepada politisi-politisi Papua pro Indonesia, misalnya. Bagi mereka, politik adalah membesarkan Indonesia di negeri Papua, agar kehadiran negara Republik Indonesia bisa dirasakan oleh segenap masyarakat ‘Bumi Cenderawasih’ Papua.

Pada kedua contoh terakhir, sangat jelas terlihat siapa dan apa yang sedang mereka perjuangkan.

Kemudian pertanyaannya, bagaimana dengan politisi-politisi Indonesia saat ini? Lebih spesifik lagi, bagaimana dengan capres-cawapres kita yang akan berlaga pada Pemilu 2024 nanti?

Bagaimana dengan "constitutional dan political engineering" yang dilakukan oleh salah satu kubu pasangan capres-cawapres baru-baru ini?

Cukup disayangkan memang, dunia perpolitikan kita agak kurang ideal penampakannya. Saat ini, kontestasi untuk posisi presiden, misalnya, sudah dimulai dengan intrik politik ‘kacangan’, yang kental dengan pertimbangan pragmatis di satu sisi dan minus spirit kenegarawanan di sisi lain.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sekjen DPR Indra Iskandar Minta KPK Tunda Pemeriksaan

Sekjen DPR Indra Iskandar Minta KPK Tunda Pemeriksaan

Nasional
Pansel Capim KPK Masih Digodok, Komposisinya 5 Unsur Pemerintah dan 4 Wakil Masyarakat

Pansel Capim KPK Masih Digodok, Komposisinya 5 Unsur Pemerintah dan 4 Wakil Masyarakat

Nasional
Bukan Pengurus Pusat PDI-P, Ganjar Disarankan Bikin Ormas agar Tetap Eksis di Politik

Bukan Pengurus Pusat PDI-P, Ganjar Disarankan Bikin Ormas agar Tetap Eksis di Politik

Nasional
Korlantas Polri Kerahkan 1.530 Personel BKO untuk Agenda World Water Forum Bali

Korlantas Polri Kerahkan 1.530 Personel BKO untuk Agenda World Water Forum Bali

Nasional
Program Deradikalisasi BNPT Diapresiasi Selandia Baru

Program Deradikalisasi BNPT Diapresiasi Selandia Baru

Nasional
Kirim Surat Tilang Lewat WA Disetop Sementara, Kembali Pakai Pos

Kirim Surat Tilang Lewat WA Disetop Sementara, Kembali Pakai Pos

Nasional
Polri Setop Sementara Kirim Surat Tilang Lewat WhatsApp, Bakal Evaluasi Lebih Dulu

Polri Setop Sementara Kirim Surat Tilang Lewat WhatsApp, Bakal Evaluasi Lebih Dulu

Nasional
Selain Eko Patrio, PAN Juga Dorong Yandri Susanto Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran

Selain Eko Patrio, PAN Juga Dorong Yandri Susanto Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Fahira Idris Kecam Serangan di Rafah, Sebut Israel dan Sekutu Aib Peradaban Umat Manusia

Fahira Idris Kecam Serangan di Rafah, Sebut Israel dan Sekutu Aib Peradaban Umat Manusia

Nasional
PELNI Buka Lowongan Kerja Nahkoda dan KKM Periode Mei 2024

PELNI Buka Lowongan Kerja Nahkoda dan KKM Periode Mei 2024

Nasional
Ungkit Kasus Firli dan Lili, ICW Ingatkan Jokowi Tak Salah Pilih Pansel Capim KPK

Ungkit Kasus Firli dan Lili, ICW Ingatkan Jokowi Tak Salah Pilih Pansel Capim KPK

Nasional
Biaya Ibadah Umrah dan Kurban SYL pun Hasil Memeras Pejabat Kementan

Biaya Ibadah Umrah dan Kurban SYL pun Hasil Memeras Pejabat Kementan

Nasional
SYL Sebut Perjalanan Dinas Atas Perintah Presiden untuk Kepentingan 280 Juta Penduduk

SYL Sebut Perjalanan Dinas Atas Perintah Presiden untuk Kepentingan 280 Juta Penduduk

Nasional
DKPP Sebut Anggarannya Turun saat Kebanjiran Kasus Pelanggaran Etik

DKPP Sebut Anggarannya Turun saat Kebanjiran Kasus Pelanggaran Etik

Nasional
Lima Direktorat di Kementan Patungan Rp 1 Miliar Bayari Umrah SYL

Lima Direktorat di Kementan Patungan Rp 1 Miliar Bayari Umrah SYL

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com