Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Akhirnya Megawati Bicara Putusan MK: Singgung Manipulasi Hukum hingga Kecurangan Pemilu

Kompas.com - 13/11/2023, 05:20 WIB
Fitria Chusna Farisa

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri buka suara soal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang belakangan menimbulkan kegaduhan.

Seperti diketahui, pada Senin (16/10/2023), MK melalui putusan uji materi perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 menambahkan norma dalam Pasal 169 huruf q Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Lewat putusannya, MK membolehkan seseorang yang belum berusia 40 tahun menjadi calon presiden (capres) atau calon wakil presiden (cawapres) selama punya pengalaman sebagai kepala daerah atau pejabat negara lain yang dipilih melalui pemilu.

Putusan ini memberi tiket untuk putra sulung Presiden Joko Widodo yang sedianya juga kader PDI-P, Gibran Rakabuming Raka, melaju ke panggung Pemilu Presiden (Pilpres) 2024. Sebab, meski baru berusia 36 tahun, Gibran punya bekal sebagai Wali Kota Surakarta.

Pada Minggu (22/10/2023), Gibran secara aklamasi disepakati Koalisi Indonesia Maju (KIM) sebagai bakal cawapres pendamping Prabowo Subianto. Prabowo-Gibran juga telah mendaftar sebagai bakal capres-cawapres ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI pada Rabu (25/10/2023).

Baca juga: Buka Suara soal Putusan MK, Megawati Cium Kecurangan Pemilu Mulai Terjadi

Putusan MK tersebut kontroversial lantaran diketuk oleh Anwar Usman yang saat itu menjabat sebagai ketua mahkamah. Anwar merupakan adik ipar Jokowi, yang tak lain paman dari Gibran.

Saking gaduhnya, Anwar dan hakim konstitusi lain dilaporkan atas dugaan pelanggaran etik ke Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK).

Pada Selasa (7/11/2023), MKMK memutuskan mencopot Anwar dari jabatan Ketua MK. Adik ipar Jokowi itu terbukti melakukan pelanggaran berat.

“Menjatuhkan sanksi pemberhentian dari jabatan ketua mahkamah konstitusi kepada hakim terlapor,” kata Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie, dalam sidang yang digelar di Gedung MK, Jakarta Pusat.

Anwar melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik dan perilaku hakim konstitusi sebagaimana tertuang dalam Sapta Karsa Hutama prinsip ketakberpihakan, prinsip integritas, prinsip kecakapan dan kesetaraan, prinsip independensi, dan prinsip kepantasan dan kesopanan.

Baca juga: Cerita Pendirian MK, Megawati Singgung Penculikan Aktivis

Buntut pelanggaran ini, Anwar tidak berhak untuk mencalonkan diri atau dicalonkan sebagai pimpinan MK sampai masa jabatannya sebagai hakim konstitusi berakhir.

“Hakim terlapor tidak diperkenankan terlibat atau melibatkan diri dalam pemeriksaan dan pengambilan keputusan dalam perkara perselisihan hasil pemilihan presiden dan wakil presiden, pemilihan anggota DPR, DPD, dan DPRD, serta pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota yang memiliki potensi timbulnya benturan kepentingan,” tutur Jimly.

Lantas, apa kata Megawati terkait dinamika yang terjadi di MK belakangan ini?

Kenang pembentukan MK

Megawati mengatakan, konstitusi merupakan pranata kehidupan berbangsa dan bernegara yang harus diikuti dengan selurus-lurusnya.

Konstitusi, kata dia, tidak hanya ditaati sebagai sebuah hukum dasar tertulis, tetapi harus memiliki roh yang mewakili kehendak dan tekad tentang bagaimana tata pemerintahan negara disusun dan dikelola dengan sebaik-baiknya, sebagaimana cita-cita para pendiri bangsa.

Halaman:


Terkini Lainnya

Kakorlantas Minta Personel Pengamanan WWF di Bali Jaga Etika

Kakorlantas Minta Personel Pengamanan WWF di Bali Jaga Etika

Nasional
KPU Pastikan Verifikasi Data Dukungan Calon Perseorangan Pilkada 2024

KPU Pastikan Verifikasi Data Dukungan Calon Perseorangan Pilkada 2024

Nasional
554 Kloter Jemaah Haji Reguler Sudah Kantongi Visa, Siap Berangkat Mulai 12 Mei

554 Kloter Jemaah Haji Reguler Sudah Kantongi Visa, Siap Berangkat Mulai 12 Mei

Nasional
Anggap Wajar Prabowo Wacanakan 41 Kementerian, Demokrat: Untuk Respons Tantangan Bangsa

Anggap Wajar Prabowo Wacanakan 41 Kementerian, Demokrat: Untuk Respons Tantangan Bangsa

Nasional
PAN Gelar Rakornas Pilkada Serentak, Prabowo Subianto Bakal Hadir

PAN Gelar Rakornas Pilkada Serentak, Prabowo Subianto Bakal Hadir

Nasional
KPK Ancam Pidanakan Pihak yang Halangi Penyidikan TPPU Gubernur Malut

KPK Ancam Pidanakan Pihak yang Halangi Penyidikan TPPU Gubernur Malut

Nasional
KPK Sita Aset Gubernur Malut Rp 15 Miliar dari Nilai TPPU Rp 100 Miliar Lebih

KPK Sita Aset Gubernur Malut Rp 15 Miliar dari Nilai TPPU Rp 100 Miliar Lebih

Nasional
Mantu Jokowi Akan Maju Pilkada Sumut, PDI-P Singgung Jangan Ada 'Abuse of Power'

Mantu Jokowi Akan Maju Pilkada Sumut, PDI-P Singgung Jangan Ada "Abuse of Power"

Nasional
Menantu Jokowi Bakal Maju Pilkada Sumut, PDI-P: Jangan Terjadi Intervensi

Menantu Jokowi Bakal Maju Pilkada Sumut, PDI-P: Jangan Terjadi Intervensi

Nasional
Isu Tambah Kementerian dan Bayang-bayang Penambahan Beban Anggaran

Isu Tambah Kementerian dan Bayang-bayang Penambahan Beban Anggaran

Nasional
Eks Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin Mangkir dari Panggilan KPK

Eks Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin Mangkir dari Panggilan KPK

Nasional
Kementan Era SYL Diduga Beri Auditor BPK Rp 5 Miliar demi Opini WTP, Anggota DPR: Memalukan

Kementan Era SYL Diduga Beri Auditor BPK Rp 5 Miliar demi Opini WTP, Anggota DPR: Memalukan

Nasional
Sekjen DPR Indra Iskandar Minta KPK Tunda Pemeriksaan

Sekjen DPR Indra Iskandar Minta KPK Tunda Pemeriksaan

Nasional
Pansel Capim KPK Masih Digodok, Komposisinya 5 Unsur Pemerintah dan 4 Wakil Masyarakat

Pansel Capim KPK Masih Digodok, Komposisinya 5 Unsur Pemerintah dan 4 Wakil Masyarakat

Nasional
Bukan Pengurus Pusat PDI-P, Ganjar Disarankan Bikin Ormas agar Tetap Eksis di Politik

Bukan Pengurus Pusat PDI-P, Ganjar Disarankan Bikin Ormas agar Tetap Eksis di Politik

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com