JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman mengaku siap menghadapi putusan Majelis Kehormatan MK (MKMK) terkait dugaan pelanggaran etik dan konflik kepentingan yang bakal dibacakan pada Selasa (7/11/2023), dengan segala konsekuensinya.
"Semua harus siap, lah," ucap Anwar setelah diperiksa MKMK untuk kali kedua, Jumat (3/11/2023).
Anwar menjadi satu-satunya hakim konstitusi yang diperiksa MKMK dua kali.
Baca juga: Anwar Usman Bantah Dituding Enggan Bentuk Majelis Kehormatan MK Permanen
Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie menganggap, Anwar perlu diperiksa dua kali karena paling banyak dilaporkan serta untuk diberikan kesempatan membela diri.
Total, 15 dari 21 laporan pelanggaran etik yang masuk ke MKMK menyasar Anwar.
Anwar menepis anggapan bahwa dirinya jadi target lewat pemeriksaan kali kedua ini.
Ia mengatakan, pada pemeriksaan kedua ini, ia ditanya soal sesuatu yang baru, yakni bocornya dinamika internal Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) ke publik melalui sebuah berita investigasi.
"Tidak mengincar atau bagaimana. Tadi ada yang diklarifikasi," ujarnya.
Dari segi regulasi, Pasal 41 Peraturan MK Nomor 1 Tahun 2023 tentang MKMK mengatur jenis-jenis sanksi yang bisa dikenakan bagi hakim/panitera yang terbukti melanggar etik, yaitu teguran lisan, teguran tertulis, dan pemberhentian tidak dengan hormat.
Khusus pemberhentian tidak dengan hormat, Pasal 42 mengatur, hakim terlapor wajib diberikan kesempatan membela diri melalui Majelis Kehormatan Banding dengan komposisi anggota yang berbeda dengan MKMK.
Baca juga: MKMK Sebut Kasus Etik Anwar Usman dkk Tak Sulit Dibuktikan
Sebelumnya, Jimly Asshiddiqie menegaskan bahwa dugaan pelanggaran etik hakim konstitusi, dengan laporan terbanyak terhadap Anwar, bukan kasus sulit.
"Semua bukti-bukti sudah lengkap, baik keterangan ahli, saksi. Kalau ahli, pelapornya ahli semua. Lagipula kasus ini tidak sulit membuktikannya," kata Jimly sebelum memeriksa Anwar siang tadi.
Jimly juga memberi indikasi bahwa Anwar menjadi pusaran kasus etik ini, walaupun dari 21 laporan yang masuk, sebagian juga melaporkan dugaan pelanggaran etik hakim lainnya dengan jumlah tak sebanyak Anwar.
"Independensi para hakim yang bersembilan itu bisa kita nilai satu per satu. Cuma yang paling banyak masalah ya itu yang paling banyak dilaporkan," ucap Jimly.
MKMK memastikan akan membacakan putusan mereka tanggal 7 November 2023, sehari sebelum tenggat pengusulan bakal pasangan capres-cawapres pengganti ke KPU RI.
Jimly belum dapat menjamin apakah putusan etik ini bisa mengoreksi putusan MK dan berdampak pada pencalonan di KPU RI.
"Nanti tolong dilihat di putusan yang akan kami baca, termasuk jawaban atas tuntutan supaya putusan itu ada pengaruhnya terhadap putusan MK, sehingga berpengaruh terhadap pendaftaran capres," ungkapnya.
"Itu juga salah satu pertimbangan mengapa kita putuskan putusan itu kita bacakan tanggal 7," pungkas Jimly.
Dalam putusan nomor 90/PUU-XXI/2023, MK merumuskan sendiri norma bahwa seorang pejabat yang terpilih melalui pemilu dapat mendaftarkan diri sebagai capres-cawapres walaupun tak memenuhi kriteria usia minimum 40 tahun.
Hakim yang setuju putusan itu hanya Anwar Usman, Guntur Hamzah, dan Manahan Sitompul.
Baca juga: Eks Hakim Aswanto Bantah Anwar Usman Penyebab MKMK Tak Dibentuk Permanen
Hakim konstitusi Enny Nurbaningsih dan Daniel Yusmic menyampaikan alasan berbeda (concurring opinion), bahwa hanya gubernur yang berhak untuk itu.
Sementara itu, hakim konstitusi Arief Hidayat, Saldi Isra, Wahiduddin Adams, dan Suhartoyo menolak dan menyampaikan pendapat berbeda (dissenting opinion).
Putusan ini memberi tiket untuk putra sulung Jokowi yang juga keponakan Anwar, Gibran Rakabuming Raka, untuk melaju pada Pilpres 2024 dalam usia 36 tahun berbekal status Wali Kota Solo yang baru disandangnya 3 tahun.
Gibran pun secara aklamasi disepakati Koalisi Indonesia Maju (KIM) sebagai bakal cawapres pendamping Prabowo Subianto sejak Minggu (22/10/2023) dan telah didaftarkan sebagai bakal capres-cawapres ke KPU RI, Rabu (25/10/2023).
Baca juga: Diduga Bohong soal Alasan Mangkir Putus Perkara, Anwar Usman: Sumpah, Saya Minum Obat dan Ketiduran
Anwar membantah dirinya terlibat konflik kepentingan dalam memutus perkara ini, meski pendapat berbeda (dissenting opinion) hakim konstitusi yang tak setuju Putusan 90 itu mengungkap bagaimana keterlibatan Anwar mengubah sikap MK dalam waktu pendek.
Hingga kini, MK telah menerima secara resmi 21 aduan terkait dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim dari putusan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 tersebut.
Aduan tersebut bervariasi, mulai dari melaporkan Ketua MK Anwar Usman selaku paman Gibran, ada yang memintanya mengundurkan diri, ada yang melaporkan seluruh hakim konstitusi, ada yang melaporkan hakim yang menyampaikan pendapat berbeda (dissenting opinion), dan aduan yang mendesak agar segera dibentuk MKMK.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.