Ini pula yang menjadi alasan utama agenda makan siang antara Jokowi dan ketiga capres tersebut dipertontonkan ke publik demi membangun persepsi pilpres tahun depan berlangsung jujur dan adil bagi semua kandidat.
Meski sulit mempercayai ucapan Jokowi tidak akan berpihak pada salah satu kandidat mengingat Gibran merupakan anak kandungnya.
Apalagi pada komunikasi politik Jokowi dalam menjawab pertanyaan terkait koalisi, kandidasi calon, dukungan dan dinamika politik dalam beberapa pekan terakhir, kerap berbeda antara ucapan dan kenyataan.
Secara substansi dalam pertemuan Jokowi dan ketiga capres di meja makan kemarin, tidak dalam pembahasan dinamika koalisi dan politik elektoral.
Alasannya para capres yang bertemu Jokowi tidak berdiri sendiri karena memiliki keterikatan kepentingan yang tidak terpisahkan dengan partai politik pengusungnya masing-masing.
Pun jika pertemuan tersebut memang serius dalam tujuan pelaksanaan pemilu yang aman, damai dan adil pasti melibatkan cawapres dan para ketua umum partai politik peserta pemilu.
Justru nuansa gimik politik menghadirkan asumsi liar yang tidak terelakkan terkait apa yang terjadi di balik meja makan Istana Merdeka adalah kekhawatiran Jokowi pascatidak lagi menjabat sebagai presiden.
Posisi politik Jokowi yang sebenarnya tidak terlalu menguntungkan dalam seluruh rangkaian politik Pilpres 2024.
Pilihan Jokowi untuk menarik garis demarkasi dengan PDI Perjuangan dengan pencalonan Gibran menjadi cawapres adalah pertaruhan yang sangat berisiko.
Mengingat PDI Perjuangan sebagai partai yang menguasai legislatif selama ini merupakan jangkar utama pembela kebijakan Jokowi, baik ketika masih menjabat sebagai wali kota Surakarta dan Gubernur DKI Jakarta maupun Presiden Republik Indonesia.
Seandainya pasangan Prabowo-Gibran terpilih, tepat ketika presiden dan wakil presiden dilantik pada 20 Oktober 2024, seluruh kekuasaan akan berpusat kepada presiden, bukan wakil presiden.
Artinya kekuasan yang selama ini digenggam oleh Jokowi sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan akan diambil oleh Prabowo.
Sementara Gibran sebagai wapres akan mendapatkan peran bila presiden berhalangan tetap sebagai mana ketentuan undang-undang atau presiden memberi penugasaan pada wakil presiden.
Apalagi Gibran bukan ketua umum atau tokoh sentral partai politik yang memiliki kekuatan besar di parlemen layaknya Jusuf Kalla.
JK saat menjadi Wakil Presiden periode 2004-2009 adalah ketua umum Partai Golkar dan ketika menjabat Wakil Presiden periode 2014-2019 adalah tokoh bepengaruh di Partai Golkar.