Salin Artikel

Gimik Politik di Balik Meja Makan Istana

Baik Anies Baswedan, Ganjar Pranowo, dan Prabowo Subianto kompak memakai motif batik sama, yaitu batik parang yang secara filosofis menegaskan ketiganya siap mengarungi ombak pertarungan Pilpres 2024.

Sementara, Jokowi memilih memakai batik kontemporer yang jamak dipakai banyak orang tidak memiliki makna filosofis khusus.

Secara kasat mata, tujuan Jokowi mengundang ketiga capres tersebut ingin menjelaskan posisi politiknya netral di Pilpres 2024.

Namun di balik bahasa netral atau mendukung semua capres yang pernah disampaikan Presiden Jokowi dalam acara Peringatan Hari Santri Nasional 2023, tersirat pesan khusus.

Utamanya menyangkut keriuhan di media sosial pascakontroversi Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang meloloskan gugatan syarat capres/cawapres minimal 40 tahun atau pernah menjabat sebagai kepala daerah yang akhirnya menggolkan Gibran Rakabuming Raka menjadi cawapres dari Prabowo.

Keriuhan ini tentu saja memusingkan Jokowi. Pasalnya diksi “mahkamah keluarga” yang menegasikan akronim dari MK (Mahkamah Konstitusi) dan bahasa “politik dinasti” menghadirkan sentimen negatif pada Jokowi di akhir masa kepemimpinannya.

Sentimen negatif ini bisa jadi merusak kepuasan publik terhadap Jokowi yang sebelumnya berada dikisaran angka di atas 80 persen.

Pun hal ini akan berdampak pula pada personal branding Jokowi sebagai sosok yang merakyat dan anti-KKN bertransformasi menjadi sosok yang dianggap elitis dan mendukung nepotisme dengan mendorong anaknya maju sebagai cawapres di masa dirinya masih menjabat sebagai presiden.

Selain alasan Gibran adalah putra sulung Jokowi, benturan kepentingan dengan MK di kemudian hari tidak bisa dihindari.

Pada ujung kontestasi Pilpres 2024, Gibran dalam kapastitas sebagai cawapres akan diadili oleh pamannya sendiri, yaitu Ketua MK Anwar Usman. Terlepas pada akhirnya Gibran menang atau kalah.

Apalagi berdasarkan pengalaman pilpres-pilpres sebelumnya yang selalu berakhir di gugatan Mahkamah Konstitusi, konflik kepentingan bisa terjadi dalam memutuskan sengketa hasil Pemilu 2024.

Jokowi sedari awal tentu mengerti situasi yang mentautkan dirinya sebagai presiden aktif, Gibran sebagai cawapres, dan Anwar Usman sebagai Ketua MK.

Dinamika penolakan, sinisme dan anggapan bahwa Pilpres 2024 tidak netral dan penuh intervensi kekuasaan adalah situasi yang mutlak tidak terelakkan.

Jika Jokowi salah melangkah, bukan tidak mungkin Pemilu 2024 akan diboikot oleh masyarakat seperti yang pernah terjadi saat Pemilu 1997 sebagai dampak dari intervensi pemerintah terhadap Pemilu dan dualisme di tubuh PDI.

Ini pula yang menjadi alasan utama agenda makan siang antara Jokowi dan ketiga capres tersebut dipertontonkan ke publik demi membangun persepsi pilpres tahun depan berlangsung jujur dan adil bagi semua kandidat.

Meski sulit mempercayai ucapan Jokowi tidak akan berpihak pada salah satu kandidat mengingat Gibran merupakan anak kandungnya.

Apalagi pada komunikasi politik Jokowi dalam menjawab pertanyaan terkait koalisi, kandidasi calon, dukungan dan dinamika politik dalam beberapa pekan terakhir, kerap berbeda antara ucapan dan kenyataan.

Risiko politik Jokowi

Secara substansi dalam pertemuan Jokowi dan ketiga capres di meja makan kemarin, tidak dalam pembahasan dinamika koalisi dan politik elektoral.

Alasannya para capres yang bertemu Jokowi tidak berdiri sendiri karena memiliki keterikatan kepentingan yang tidak terpisahkan dengan partai politik pengusungnya masing-masing.

Pun jika pertemuan tersebut memang serius dalam tujuan pelaksanaan pemilu yang aman, damai dan adil pasti melibatkan cawapres dan para ketua umum partai politik peserta pemilu.

Justru nuansa gimik politik menghadirkan asumsi liar yang tidak terelakkan terkait apa yang terjadi di balik meja makan Istana Merdeka adalah kekhawatiran Jokowi pascatidak lagi menjabat sebagai presiden.

Posisi politik Jokowi yang sebenarnya tidak terlalu menguntungkan dalam seluruh rangkaian politik Pilpres 2024.

Pilihan Jokowi untuk menarik garis demarkasi dengan PDI Perjuangan dengan pencalonan Gibran menjadi cawapres adalah pertaruhan yang sangat berisiko.

Mengingat PDI Perjuangan sebagai partai yang menguasai legislatif selama ini merupakan jangkar utama pembela kebijakan Jokowi, baik ketika masih menjabat sebagai wali kota Surakarta dan Gubernur DKI Jakarta maupun Presiden Republik Indonesia.

Seandainya pasangan Prabowo-Gibran terpilih, tepat ketika presiden dan wakil presiden dilantik pada 20 Oktober 2024, seluruh kekuasaan akan berpusat kepada presiden, bukan wakil presiden.

Artinya kekuasan yang selama ini digenggam oleh Jokowi sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan akan diambil oleh Prabowo.

Sementara Gibran sebagai wapres akan mendapatkan peran bila presiden berhalangan tetap sebagai mana ketentuan undang-undang atau presiden memberi penugasaan pada wakil presiden.

Apalagi Gibran bukan ketua umum atau tokoh sentral partai politik yang memiliki kekuatan besar di parlemen layaknya Jusuf Kalla.

JK saat menjadi Wakil Presiden periode 2004-2009 adalah ketua umum Partai Golkar dan ketika menjabat Wakil Presiden periode 2014-2019 adalah tokoh bepengaruh di Partai Golkar.

Pun pada situasi berbeda, kita juga melihat bagaimana porsi kekuasaan wakil presiden non-partai politik yang sangat terbatas dari Boediono yang merupakan wakil presiden periode 2009-2014 dan Maruf Amin yang merupakan wakil presiden periode 2019-2024.

Tentu dari situasi ini, kita bisa menebak langkah Jokowi beberapa waktu ke depan akan lebih fokus dalam urusan posisi di partai politik.

Langkah pertama tentu membantu PSI lolos parlementary threshold (PT) agar wakilnya ada di DPR RI. Pun jika pada akhirnya PSI gagal lolos ke Senayan, maka pilihan terakhir adalah bergabung dengan partai politik parlemen untuk jabatan ketua umum.

Asumsinya sederhana, Jokowi tidak akan sulit pensiun dari politik ketika anak dan menantunya masih eksis di politik nasional. Pun kebertahanan dinasti politik Jokowi dalam sentral politik nasional membutuhkan kendali di partai politik.

Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri (PDI Perjuangan) dan Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (Partai Demokrat) adalah rujukan utama dalam membaca situasi ini.

Kedua mantan presiden itu mampu eksis di politik nasional hingga hari ini karena aksesibilitas kekuasaan di partai politik, baik dalam kapasitas jabatan ketua umum maupun ketua dewan pembina partai.

Pun seandainya Prabowo-Gibran kalah di Pilpres 2024 akan menyisakan penyesalan bagi Jokowi atas pilihan politik yang diambilnya saat ini.

Selain akses ke PDI Perjuangan sudah hampir tertutup, risiko lainnya adalah kebertahanan dinasti politik Jokowi juga akan terancam berhenti. Karena sejak 20 Oktober 2024 nanti, seluruh kekuasaan Jokowi akan diambilalih presiden yang dilantik.

https://nasional.kompas.com/read/2023/11/01/05450091/gimik-politik-di-balik-meja-makan-istana

Terkini Lainnya

 Melalui Platform SIMPHONI, Kemenkominfo Gencarkan Pembinaan Pegawai dengan Pola Kolaboratif

Melalui Platform SIMPHONI, Kemenkominfo Gencarkan Pembinaan Pegawai dengan Pola Kolaboratif

Nasional
PPP Anggap Wacana Tambah Menteri Sah-sah Saja, tapi Harus Revisi UU

PPP Anggap Wacana Tambah Menteri Sah-sah Saja, tapi Harus Revisi UU

Nasional
Eks KSAU Ungkap 3 Tantangan Terkait Sistem Pertahanan Udara Indonesia

Eks KSAU Ungkap 3 Tantangan Terkait Sistem Pertahanan Udara Indonesia

Nasional
Mayoritas Provinsi Minim Cagub Independen, Pakar: Syaratnya Cukup Berat

Mayoritas Provinsi Minim Cagub Independen, Pakar: Syaratnya Cukup Berat

Nasional
Soal Gagasan Penambahan Kementerian, 3 Kementerian Koordinator Disebut Cukup

Soal Gagasan Penambahan Kementerian, 3 Kementerian Koordinator Disebut Cukup

Nasional
 Belum Diatur Konstitusi, Wilayah Kedaulatan Udara Indonesia Dinilai Masih Lemah,

Belum Diatur Konstitusi, Wilayah Kedaulatan Udara Indonesia Dinilai Masih Lemah,

Nasional
PAN Setia Beri Dukungan Selama 15 Tahun, Prabowo: Kesetiaan Dibalas dengan Kesetiaan

PAN Setia Beri Dukungan Selama 15 Tahun, Prabowo: Kesetiaan Dibalas dengan Kesetiaan

Nasional
PAN Setia Dukung Prabowo Selama 15 Tahun, Zulhas: Ada Kesamaan Visi dan Cita-cita

PAN Setia Dukung Prabowo Selama 15 Tahun, Zulhas: Ada Kesamaan Visi dan Cita-cita

Nasional
Koalisi Vs Oposisi: Mana Cara Sehat Berdemokrasi?

Koalisi Vs Oposisi: Mana Cara Sehat Berdemokrasi?

Nasional
Pansel Capim KPK Diminta Tak Buat Kuota Pimpinan KPK Harus Ada Unsur Kejaksaan atau Kepolisian

Pansel Capim KPK Diminta Tak Buat Kuota Pimpinan KPK Harus Ada Unsur Kejaksaan atau Kepolisian

Nasional
Berkaca dari Kasus Firli, Pansel Capim KPK Diminta Lebih Dengarkan Masukan Masyarakat

Berkaca dari Kasus Firli, Pansel Capim KPK Diminta Lebih Dengarkan Masukan Masyarakat

Nasional
Sidang Kasus SYL Menguak Status Opini WTP BPK Masih Diperjualbelikan

Sidang Kasus SYL Menguak Status Opini WTP BPK Masih Diperjualbelikan

Nasional
Kemenag Sepakat Proses Hukum Penggerudukan Ibadah di Indekos Dilanjutkan

Kemenag Sepakat Proses Hukum Penggerudukan Ibadah di Indekos Dilanjutkan

Nasional
Soal Komposisi Pansel Capim KPK, Pukat UGM: Realitanya Presiden Amankan Kepentingan Justru Mulai dari Panselnya

Soal Komposisi Pansel Capim KPK, Pukat UGM: Realitanya Presiden Amankan Kepentingan Justru Mulai dari Panselnya

Nasional
PAN Lempar Kode Minta Jatah Menteri Lebih ke Prabowo, Siapkan Eko Patrio hingga Yandri Susanto

PAN Lempar Kode Minta Jatah Menteri Lebih ke Prabowo, Siapkan Eko Patrio hingga Yandri Susanto

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke