Katakanlah, misalnya, adik atau saudara Jokowi memilih mendukung Prabowo. Itu belum memberikan kepastian kepada publik bahwa Jokowi juga akan mendukung Prabowo. Karena status anak dan saudara tidaklah sama.
Contoh lainnya dari masa lalu adalah salah satu adik Megawati Soekarnoputri, yaitu almh Rachmawati Soekarnoputri yang sedari dulu tetap memberikan dukungan kepada Prabowo alias tidak mendukung Megawati dan PDIP.
Keduanya berbeda pilihan politik dan mempertontonkan perbedaan tersebut di ruang publik, sekalipun keduanya bersaudara.
Namun akan sangat tidak mungkin bagi Megawati untuk mendukung Ganjar Pranowo jika ternyata nanti menjelang pemilihan, Prabowo justru berpasangan sama Puan Maharani atau Prananda.
Sudah hampir bisa dipastikan Megawati akan membatalkan pencalonan Ganjar, lalu beralih mendukung anaknya yang mendampingi kandidat lain.
Nah, itulah yang akan terjadi jika Prabowo berhasil menggandeng Gibran sebagai bakal calon wakil presiden, tentunya setelah urusan di Mahkamah Konstitusi (MK) selesai yang keputusan akhirnya berpihak kepada Gibran.
Bahkan saya cukup yakin, meskipun Jokowi memilih bersikap netral atas isu Gibran ini, namun Ibu Iriana nampaknya hampir pasti menyukai opsi Gibran menjadi bakal calon wakil presiden.
Ibu mana yang tak mau melihat karier anaknya naik, apalagi naik drastis. Semua ibu lumrah pasti akan mendukungnya.
Jadi pendeknya, Gibran adalah kartu terakhir Prabowo yang nampaknya akan cukup mematikan bagi PDIP.
Jika Gibran sampai berhasil menjadi bakal calon wakil presiden untuk Prabowo, maka hampir pasti mayoritas ceruk suara Jokowi akan tersedot oleh Prabowo. Artinya, Gibran adalah kartu sakti Prabowo.
Sementara itu, langkah terbaik untuk PDIP saat ini, sebelum hal itu terjadi, adalah berusaha dengan segala "resource" yang dimiliki untuk menjegal Gibran di MK. Di titik inilah pertarungannya saat ini.
Karena itu, PDIP harus habis-habisan melakukan segala upaya yang mungkin dan bisa dilakukan agar Gibran segera menjadi tidak konstitusional untuk ikut berlaga dan kartu sakti Prabowo gugur seketika.
Tapi jika itu gagal, strategi baru harus diramu ulang karena lawan PDIP tidak hanya Anies Baswedan dan Prabowo Subianto, tapi juga sang petahana Presiden Jokowi.
Kemenangan masih mungkin diraih oleh Ganjar Pranowo dan PDIP, selama strategi yang dipakai tepat dan mumpuni. Mari kita tunggu saja dinamika selanjutnya yang tentu menjadi obyek yang terus menarik diamati.
Kemudian di sisi Presiden Jokowi, tentu perkembangan seperti ini akan menjadi dilema politik tersendiri yang akan sulit dipecahkan.
Namun belajar dari pengalaman dan sejarah, sebut saja misalnya dari Soeharto di sini dan Hosni Mubarak di Mesir, mengecilkan skop kepentingan politik seorang pemimpin petahana hanya sebatas mengedepankan kepentingan keluarga biasanya akan berujung tidak baik.
Bisa merusak tatanan demokrasi negeri ini yang telah dibangun bersama selama 20 tahun terakhir di satu sisi dan bisa pula berujung tamatnya riwayat dinasti politik keluarga tersebut di sisi lain. Miris bukan?
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.