JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menyoroti komitmen pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam memberantas korupsi, karena sudah 6 orang menterinya tersandung perkara rasuah.
Menurut Fickar, seharusnya kemampuan intelijen yang dimiliki pemerintahan Jokowi tidak digunakan secara maksimal buat ikut membentuk pemerintahan yang bersih, sesuai kehendak masyarakat.
"Seharusnya pengetahuan atas isi 'dapur parpol' dimanfaatkan untuk memilih pembantu menteri yang berintegritas," kata Fickar saat dihubungi pada Kamis (12/10/2023).
Akan tetapi, lanjut Fickar, ternyata data intelijen itu tidak dipergunakan buat menyaring menteri-menteri serta para pejabat di kementerian yang berintegritas.
Baca juga: Syahrul Yasin Limpo Siap Datangi KPK Jumat Besok
Hal itu, kata Fickar, terlihat dari jumlah menteri kabinet pemerintahan Presiden Jokowi yang terjerat korupsi lebih banyak dari masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
"Ternyata dengan pemecahan rekor ini dapat disimpulkan bahwa data informasi itu seperti tidak bermanfaat sama sekali. Bisa karena sengaja tak dimanfaatkan karena tidak berdaya (menolak keinginan parpol), atau memang tidak mengerti untuk menggunakannya," ucap Fickar.
Menurut Fickar, pelajaran yang bisa diambil dari hal itu adalah pemerintahan mendatang harus meletakkan pengawasan ketat sebagai bagian penilaian kinerja menteri, dalam suatu sistem yang melekat (sistemik) yang memungkinkan penggantian setiap saat.
"Di samping itu penegakan hukum yang ketat juga bisa menjadi pilihan," ujar Fickar.
Sebelumnya diberitakan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan eks Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo sebagai tersangka dugaan korupsi. Alhasil hal itu menambah deretan menteri di kabinet pemerintahan Presiden Jokowi yang tersangkut rasuah.
Wakil Ketua KPK Johanis Tanak menyatakan, Syahrul diduga memeras dan menerima gratifikasi dari Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian (Sekjen Kementan) Kasdi Subagyono dan Direktur Alat dan Mesin Pertanian, Kementan Muhammad Hatta.
“Diperoleh kecukupan alat bukti untuk dinaikkan ke tahap penyidikan dengan menetapkan dan mengumumkan tersangka, satu SYL menteri SYL 2019-2024,” kata Tanak dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu (11/10/2023).
Saat ini KPK baru menahan Kasdi. Sedangkan Syahrul yang seharusnya diperiksa sebagai tersangka kemarin ternyata tidak hadir dengan alasan menjenguk ibunya yang sakit.
KPK menjerat Syahrul, Hatta, dan Kasdi dengan tiga pasal yakni Pasal 12 huruf e dan Pasal 12 B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.