NEGARA-negara miskin dan terbelakang sangat rentan terhadap korupsi terlepas dari bentuk pemerintahan mereka seperti apa, apakah otokrasi atau demokrasi tingkat korupsinya akan sangat tinggi.
Charron dan Lapuente (2009), mengklaim bahwa dampak demokratisasi terhadap kualitas pemerintahan bergantung pada tingkat kekayaan ekonomi: pada tingkat pembangunan ekonomi yang rendah, demokrasi diperkirakan akan memberikan dampak negatif.
Demokrasi mungkin berguna dalam pemberantasan korupsi karena memungkinkan penggunaan perangkat dan strategi lebih luas, tetapi demokrasi bukanlah solusi yang tepat.
Demokrasi juga menjanjikan adanya mekanisme chek and balances antarlembaga negara, namun kontrol itu tidak berjalan efektif.
Negara-negara dengan tingkat korupsi yang paling tinggi memperlihatkan bahwa negara dengan kemiskinan akut.
Baik otokrasi maupun demokrasi keduanya tidak memberikan jaminan bahwa korupsi akan diberantas, malah justru negara-negara dengan kekuasaan segelintir elite lebih mampu mengontrol korupsi ketimbang negara demokrasi.
Indonesia negara demokrasi, tetapi juga negara terkorup di Asia Tenggara (Trancparancy Internasional 2022).
Kenyataan itulah yang kita saksikan hari-hari ini di Indonesia. Korupsi, kolusi dan nepotisme berjalan semakin menguat di semua institusi negara, baik itu legislatif, eksekutif maupun yudikatif.
Korupsi yang terjadi di Indonesia menyebar secara meluas dan mendalam di institusi politik dan institusi negara.
Misalnya, korupsi di Kementerian Komunikasi dan Informasi. Dalam pembangunan infrastruktur telekomunikasi (BTS) 4G tergambar jelas betapa kita masih menjadi negara korup dengan kategori meluas dan mendalam.
Mental korup ini menggambarkan pejabat dan politisi kita yang miskin dan oportunis. Mereka miskin dalam moral, rakus kekuasaan dan kekayaan demi pengakuan dan eksistensi untuk merawat diri dan kekuasaan mereka.
Dalam kasus korupsi BTS 4G kita melihat bagaimana “perampokan uang negara” dilakukan dengan cara terstruktur, sistematis dan massif.
Mulai dari perencanaan, pengadaan, pencurian uang negara, pengamanan hasil curian supaya lolos dari jeratan hukum dilakukan secara terstruktur dan sistematis dengan korupsi yang begitu masif.
Kita seperti hidup dalam negara para kleptokrat, di mana para koruptor telah merencanakan semua kejahatannya dengan sangat sistematis.
Setidaknya ada tiga tahap dalam kasus Korupsi BTS yang dikategorikan sebagai kejahatan terstruktur, sistematis dan masif (TSM), yaitu: 1) Memulai skema korupsi; 2) Menyembunyikan dan mencuci hasil kejahatan korupsi; 3) Menutupi kejahatan dengan menyuap penegak hukum.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.