Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menkominfo: Kita Harus Atur Gimana Media Sosial Tak Serta Merta Jadi "E-Commerce"

Kompas.com - 25/09/2023, 18:10 WIB
Dian Erika Nugraheny,
Novianti Setuningsih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi mengatakan, pemerintah mengatur agar media sosial tidak serta-merta menjadi medium untuk perdagangan online (e-commerce).

Menurut Budi Arie, pemerintah ingin agar perdagangan terjadi secara adil baik secara online maupun offline.

"Kalau dari Kementerian Kominfo begini kita harus mengatur yang fair, bukan lagi free trade tapi fair trade. Perdagangan yang adil," ujar Budi Arie di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (25/9/2023).

"Jadi gimana sosial media ini tidak serta merta menjadi e-commerce. Karena ini algoritma nih, jadi negara harus hadir melindungi pelaku UMKM negeri kita yang fair jangan barang di sana banting harga murah kita klenger (babak belur)," katanya lagi.

Baca juga: Jokowi Perintahkan Ada Pemisahan antara Social Commerce dan E-commerce

Selain itu, pemerintah juga ingin mencegah agar data individu dalam e-commerce tidak disalahgunakan untuk hal-hal yang berisiko. Salah satunya untuk pinjaman online (pinjol).

"Ini kan semua platform akan ekspansi kan berbagai jenis dan itu harus kita tata supaya jangan ada monopolistik alamiah, enggak ditata tahu-tahu dikontrol sama dia," ujar Budi Arie.

Sementara itu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) memerintahkan agar ada pemisahan antara social commerce (media sosial yang melakukan aktivitas perdagangan secara online) dengan e-commerce.

Hal itu disampaikan Menteri Koperasi dan UKM (Menkop UKM) Teten Masduki usai mengikuti rapat terbatas (ratas) bersama Presiden Jokowi di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin.

"Tadi sudah clear arahan Presiden (bahwa) social commerce harus dipisah dengan e-commerce. Dan ini sudah antri banyak social commerce juga yang mau menjadi punya aplikasi transaksi," ujar Teten.

Baca juga: Pemerintah Putuskan Social E-commerce Hanya Boleh Promosi, Dilarang Transaksi

Teten mengatakan, dalam ratas, dibahas juga soal arus masuk barang yang dijual secara online.

Sebab, pemerintah memperhatikan adanya kondisi produk lokal kalah bersaing dengan produk dalam negeri dalam perdagangan secara online dan offline.

"Di offline dan di online disebut produk dari luar yang sangat murah dan dijual di platform global. Kita lagi mengatur perdagangan yang fair antara offline dan online karena di offline diatur lebih demikian ketat, di online masih bebas," kata Teten.

Oleh karena itu, ia sepakat perlu ada revisi atas Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 50 Tahun 2020.

Revisi menyasar pengaturan mengenai perdagangan secara online dan arus barang yang masuk dari luar negeri.

"Tadi arus barang sudah diatur tidak boleh lagi yang e-commerce di bawah 100 dollar AS. Di permendag (hasil revisi) nanti kan platform (media sosial) tidak boleh jual produknya sendiri," ujar Teten.

Ia juga mengatakan, revisi Permendag diharapkan mampu melindungi UMKM dan aktivitas perdagangan di pasar.

Baca juga: Pemerintah Akan Tutup Social Commerce jika Keukeuh Berjualan di Platformnya

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

PELNI Buka Lowongan Kerja Nahkoda dan KKM Periode Mei 2024

PELNI Buka Lowongan Kerja Nahkoda dan KKM Periode Mei 2024

Nasional
Ungkit Kasus Firli dan Lili, ICW Ingatkan Jokowi Tak Salah Pilih Pansel Capim KPK

Ungkit Kasus Firli dan Lili, ICW Ingatkan Jokowi Tak Salah Pilih Pansel Capim KPK

Nasional
Biaya Ibadah Umrah dan Kurban SYL pun Hasil Memeras Pejabat Kementan

Biaya Ibadah Umrah dan Kurban SYL pun Hasil Memeras Pejabat Kementan

Nasional
SYL Sebut Perjalanan Dinas Atas Perintah Presiden untuk Kepentingan 280 Juta Penduduk

SYL Sebut Perjalanan Dinas Atas Perintah Presiden untuk Kepentingan 280 Juta Penduduk

Nasional
DKPP Sebut Anggarannya Turun saat Kebanjiran Kasus Pelanggaran Etik

DKPP Sebut Anggarannya Turun saat Kebanjiran Kasus Pelanggaran Etik

Nasional
Lima Direktorat di Kementan Patungan Rp 1 Miliar Bayari Umrah SYL

Lima Direktorat di Kementan Patungan Rp 1 Miliar Bayari Umrah SYL

Nasional
DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik, Diprediksi Terus Bertambah Jelang Pilkada

DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik, Diprediksi Terus Bertambah Jelang Pilkada

Nasional
KPK Bakal Usut Dugaan Oknum BPK Minta Rp 12 Miliar Terkait 'Food Estate' Ke Kementan

KPK Bakal Usut Dugaan Oknum BPK Minta Rp 12 Miliar Terkait "Food Estate" Ke Kementan

Nasional
Pejabat Kementan Tanggung Sewa 'Private Jet' SYL Rp 1 Miliar

Pejabat Kementan Tanggung Sewa "Private Jet" SYL Rp 1 Miliar

Nasional
Pejabat Kementan Tanggung Kebutuhan SYL di Brasil, AS, dan Arab Saudi

Pejabat Kementan Tanggung Kebutuhan SYL di Brasil, AS, dan Arab Saudi

Nasional
Gubernur Maluku Utara Akan Didakwa Terima Suap dan Gratifikasi Rp 106,2 Miliar

Gubernur Maluku Utara Akan Didakwa Terima Suap dan Gratifikasi Rp 106,2 Miliar

Nasional
MK Jadwalkan Putusan 'Dismissal' Sengketa Pileg pada 21-22 Mei 2024

MK Jadwalkan Putusan "Dismissal" Sengketa Pileg pada 21-22 Mei 2024

Nasional
Mahfud Ungkap Jumlah Kementerian Sudah Diminta Dipangkas Sejak 2019

Mahfud Ungkap Jumlah Kementerian Sudah Diminta Dipangkas Sejak 2019

Nasional
Tanggapi Ide Tambah Kementerian, Mahfud: Kolusinya Meluas, Rusak Negara

Tanggapi Ide Tambah Kementerian, Mahfud: Kolusinya Meluas, Rusak Negara

Nasional
[POPULER NASIONAL] Perbandingan Jumlah Kementerian Masa Megawati sampai Jokowi | Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah

[POPULER NASIONAL] Perbandingan Jumlah Kementerian Masa Megawati sampai Jokowi | Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com