Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Furqan Jurdi
Praktisi Hukum dan Penulis

Aktivis Muda Muhammadiyah

Problem Politik dan Konstitusional Koalisi Pilpres

Kompas.com - 25/09/2023, 06:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Lebih mirisnya lagi, partai politik melahirkan koruptor dalam jumlah banyak. Hampir seluruh kasus korupsi yang ditangani KPK dan Kejaksaan melibatkan orang-orang partai (elite partai politik) yang memiliki “wibawa dan kuasa”.

Penyebab utama dari kerusakan politik ini disebabkan sistem politik yang transaksional dan berbiaya mahal ditambah hedonisme politik dan narsisme yang tidak masuk akal dari politisi untuk memperoleh pengakuan demi capaian popularitas dan elektabilitas.

Persoalan lain disebabkan sistem politik yang dibuat oleh partai politik adalah sistem yang melanggengkan kepentingan mereka, bukan untuk sepenuhnya memperjuangkan kepentingan rakyat.

Pragmatisme politik lebih menonjol dan sudah mengurat-akar dalam politik, hingga memengaruhi masyarakat secara meluas.

Sistem politik Indonesia belum memberikan nilai substansial bagi proses sirkulasi kekuasaan di tingkat elite. Semua seremonial, pragmatis dan penuh dengan muslihat.

Ini menandakan peradaban politik kita belum sepenuhnya andal untuk membawa bangsa ini menjadi bangsa besar.

Demokrasi elektoral, pemilihan langsung presiden dan wakil presiden bersamaan dengan pemilihan DPR, DPRD dan DPD hanya uji coba sistem.

Sistem yang bersifat uji coba ini diutak-atik tiap lima tahun. Bagaimana mungkin sistem yang diganti setiap periode bisa memberikan manfaat bagi rakyat dan perbaikan bangsa dalam jangka panjang?

Para politisi tidak peduli sistem yang ideal dan jangka panjang. Kepedulian politisi adalah melanggengkan kekuasaan apabila mereka memiliki kesempatan untuk berkuasa dan mempertahankan mati-matian meskipun melanggar norma etik, norma moral, dan norma konstitusi.

Seharusnya para politisi belajar dari pemilu 2014 dan 2019 di mana telah menciptakan polarisasi politik dan perkelahian elite yang tidak bermanfaat.

Pemilu langsung serentak pada 2019 adalah eksperimen gagal. Kegagalan pemilihan presiden dan wakil presiden secara serentak dengan pemilihan DPR, DPRD dan DPD disebabkan adanya ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden (presidential threshold) yang menjadi penyebab kerumitan sistem pemilihan Indonesia.

Problem lain, yaitu minimnya integritas penyelenggara pemilu, politik berbiaya mahal, pragmatisme, dan politik sandera.

Mengenai ambang batas pencalonan presiden, telah membuat bangsa ini semakin krisis kepemimpinan. Karena hanya segelintir orang yang menentukan calon presiden dan wakil presiden. Kandidat capres tidak bisa menghindar diri dari kuasa gerontokrat partai dan para oligark politik.

Penentuan calon presiden dan wakil presiden dengan menggunakan ambang batas tidak pernah menghasilkan presiden yang benar-benar membawa agenda bangsa dan rakyat. 

Di balik kekuasaan presiden ada kekuasaan oligarki dan gerontokrasi yang kian menguat di semua partai.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Anggap Wajar Prabowo Wacanakan 41 Kementerian, Demokrat: Untuk Respons Tantangan Bangsa

Anggap Wajar Prabowo Wacanakan 41 Kementerian, Demokrat: Untuk Respons Tantangan Bangsa

Nasional
PAN Gelar Rakornas Pilkada Serentak, Prabowo Subianto Bakal Hadir

PAN Gelar Rakornas Pilkada Serentak, Prabowo Subianto Bakal Hadir

Nasional
KPK Ancam Pidanakan Pihak yang Halangi Penyidikan TPPU Gubernur Malut

KPK Ancam Pidanakan Pihak yang Halangi Penyidikan TPPU Gubernur Malut

Nasional
KPK Sita Aset Gubernur Malut Rp 15 Miliar dari Nilai TPPU Rp 100 Miliar Lebih

KPK Sita Aset Gubernur Malut Rp 15 Miliar dari Nilai TPPU Rp 100 Miliar Lebih

Nasional
Mantu Jokowi Akan Maju Pilkada Sumut, PDI-P Singgung Jangan Ada 'Abuse of Power'

Mantu Jokowi Akan Maju Pilkada Sumut, PDI-P Singgung Jangan Ada "Abuse of Power"

Nasional
Menantu Jokowi Bakal Maju Pilkada Sumut, PDI-P: Jangan Terjadi Intervensi

Menantu Jokowi Bakal Maju Pilkada Sumut, PDI-P: Jangan Terjadi Intervensi

Nasional
Isu Tambah Kementerian dan Bayang-bayang Penambahan Beban Anggaran

Isu Tambah Kementerian dan Bayang-bayang Penambahan Beban Anggaran

Nasional
Eks Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin Mangkir dari Panggilan KPK

Eks Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin Mangkir dari Panggilan KPK

Nasional
Kementan Era SYL Diduga Beri Auditor BPK Rp 5 Miliar demi Opini WTP, Anggota DPR: Memalukan

Kementan Era SYL Diduga Beri Auditor BPK Rp 5 Miliar demi Opini WTP, Anggota DPR: Memalukan

Nasional
Sekjen DPR Indra Iskandar Minta KPK Tunda Pemeriksaan

Sekjen DPR Indra Iskandar Minta KPK Tunda Pemeriksaan

Nasional
Pansel Capim KPK Masih Digodok, Komposisinya 5 Unsur Pemerintah dan 4 Wakil Masyarakat

Pansel Capim KPK Masih Digodok, Komposisinya 5 Unsur Pemerintah dan 4 Wakil Masyarakat

Nasional
Bukan Pengurus Pusat PDI-P, Ganjar Disarankan Bikin Ormas agar Tetap Eksis di Politik

Bukan Pengurus Pusat PDI-P, Ganjar Disarankan Bikin Ormas agar Tetap Eksis di Politik

Nasional
Korlantas Polri Kerahkan 1.530 Personel BKO untuk Agenda World Water Forum Bali

Korlantas Polri Kerahkan 1.530 Personel BKO untuk Agenda World Water Forum Bali

Nasional
Program Deradikalisasi BNPT Diapresiasi Selandia Baru

Program Deradikalisasi BNPT Diapresiasi Selandia Baru

Nasional
Kirim Surat Tilang Lewat WA Disetop Sementara, Kembali Pakai Pos

Kirim Surat Tilang Lewat WA Disetop Sementara, Kembali Pakai Pos

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com