Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Furqan Jurdi
Praktisi Hukum dan Penulis

Aktivis Muda Muhammadiyah

Problem Politik dan Konstitusional Koalisi Pilpres

Kompas.com - 25/09/2023, 06:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

INGAR bingar politik menjelang Pemilihan Umum 2024 cukup melelahkan, ruang publik pengap dengan berita politik.

Bagi peminat, pengamat politik ini menjadi ladang analisis yang subur. Bagi politisi yang berebut kekuasaan di lembaga eksekutif dan legislatif, ini kompetisi demi elektabilitas dan popularitas.

Namun bagi rakyat, ini semacam panggung orkestrasi kepentingan demi dan untuk memuaskan hasrat politik mereka.

Kepentingan rakyat kerap hanya sebatas slogan. Hanya sebagian kecil seperti para aktivis dan pegiat Hak Asasi Manusia yang peduli persoalan Rampang, polusi yang kian membahayakan kesehatan masyarakat, korupsi semakin menggila, krisis air bersih di beberapa daerah, kemiskinan makin parah, pendidikan yang tidak memiliki orientasi masa depan, kondisi ekonomi belum stabil.

Para politisi kelihatannya tidak peduli semua itu, mereka hanya sibuk wara-wiri demi koalisi. Di atas panggung ada yang berjoget, di podium ada yang pantun, di jalanan menggema yel-yel; demi Indonesia maju, demi perubahan yang lebih baik.

Kadang panggung publik itu digunakan untuk berkelahi. Saling umpat, tuduhan pengkhianatan, kemunafikan dan omong kosong. Kerap menjadi pembicaraan yang dilontarkan dan dipertontonkan secara meluas.

Dari pemilu ke pemilu, politik hanya menyisahkan sandiwara elite dan rakyat yang terbelah. Musim pemilu ini berkoalisi, musim pemilu selanjutnya berkelahi dan itu terus terjadi. Semua hanya fatamorgana, pragmatisme politik sudah kian parah.

Partai-partai politik harus dituduh sebagai dalang kerusakan ini. Mereka mengabaikan pendidikan politik, mengabaikan prinsip politik dan moral dalam politik.

Partai politik pula yang membuat sistem pemilu yang sengaja menjebak diri mereka untuk terus menciptakan politik transaksional dan pragmatis.

Di partai politik, agenda kerakyatan hanya di atas mimbar dan podium. Di balik pidato dan yel-yel itu sesungguhnya politik adalah transaksi kepentingan “orang-orang atas”.

Setiap tahun partai politik sibuk mengurus elektabilitas, bahkan selesai pemilu para politisi sudah mulai sibuk dengan target elektoral.

Kapan para pejabat itu mengurus rakyat untuk memperoleh kehidupan layak, menjamin ketersediaan sandang, papan dan pangan dan memastikan keadilan untuk seluruh rakyat?

Mereka sibuk dengan dirinya sendiri, ribut dengan menyeret nama rakyat untuk melanggengkan kekuasaan mereka.

Tidak ada manfaatnya bagi rakyat, justru dari partai politik yang duduk di DPR keluar undang-undang yang menghantam rakyat.

Omnibus law UU Cipta Kerja dan UU Kesehatan, dua contoh UU yang memangsa kepentingan rakyat.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

KPK Ancam Pidanakan Pihak yang Halangi Penyidikan TPPU Gubernur Malut

KPK Ancam Pidanakan Pihak yang Halangi Penyidikan TPPU Gubernur Malut

Nasional
KPK Sita Aset Gubernur Malut Rp 15 Miliar dari Nilai TPPU Rp 100 Miliar Lebih

KPK Sita Aset Gubernur Malut Rp 15 Miliar dari Nilai TPPU Rp 100 Miliar Lebih

Nasional
Mantu Jokowi Akan Maju Pilkada Sumut, PDI-P Singgung Jangan Ada 'Abuse of Power'

Mantu Jokowi Akan Maju Pilkada Sumut, PDI-P Singgung Jangan Ada "Abuse of Power"

Nasional
Menantu Jokowi Bakal Maju Pilkada Sumut, PDI-P: Jangan Terjadi Intervensi

Menantu Jokowi Bakal Maju Pilkada Sumut, PDI-P: Jangan Terjadi Intervensi

Nasional
Isu Tambah Kementerian dan Bayang-bayang Penambahan Beban Anggaran

Isu Tambah Kementerian dan Bayang-bayang Penambahan Beban Anggaran

Nasional
Eks Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin Mangkir dari Panggilan KPK

Eks Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin Mangkir dari Panggilan KPK

Nasional
Kementan Era SYL Diduga Beri Auditor BPK Rp 5 Miliar demi Opini WTP, Anggota DPR: Memalukan

Kementan Era SYL Diduga Beri Auditor BPK Rp 5 Miliar demi Opini WTP, Anggota DPR: Memalukan

Nasional
Sekjen DPR Indra Iskandar Minta KPK Tunda Pemeriksaan

Sekjen DPR Indra Iskandar Minta KPK Tunda Pemeriksaan

Nasional
Pansel Capim KPK Masih Digodok, Komposisinya 5 Unsur Pemerintah dan 4 Wakil Masyarakat

Pansel Capim KPK Masih Digodok, Komposisinya 5 Unsur Pemerintah dan 4 Wakil Masyarakat

Nasional
Bukan Pengurus Pusat PDI-P, Ganjar Disarankan Bikin Ormas agar Tetap Eksis di Politik

Bukan Pengurus Pusat PDI-P, Ganjar Disarankan Bikin Ormas agar Tetap Eksis di Politik

Nasional
Korlantas Polri Kerahkan 1.530 Personel BKO untuk Agenda World Water Forum Bali

Korlantas Polri Kerahkan 1.530 Personel BKO untuk Agenda World Water Forum Bali

Nasional
Program Deradikalisasi BNPT Diapresiasi Selandia Baru

Program Deradikalisasi BNPT Diapresiasi Selandia Baru

Nasional
Kirim Surat Tilang Lewat WA Disetop Sementara, Kembali Pakai Pos

Kirim Surat Tilang Lewat WA Disetop Sementara, Kembali Pakai Pos

Nasional
Polri Setop Sementara Kirim Surat Tilang Lewat WhatsApp, Bakal Evaluasi Lebih Dulu

Polri Setop Sementara Kirim Surat Tilang Lewat WhatsApp, Bakal Evaluasi Lebih Dulu

Nasional
Selain Eko Patrio, PAN Juga Dorong Yandri Susanto Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran

Selain Eko Patrio, PAN Juga Dorong Yandri Susanto Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com