JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Habiburokhman menilai aneh gugatan yang meminta Mahkamah Konstitusi (MK) melarang calon presiden (capres) yang terlibat penculikan aktivis 98 untuk mengikuti pemilihan presiden (pilpres).
Ia menganggap pemohon uji materi Pasal 169 huruf d Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu itu tidak paham hukum.
“Ini aneh, petitum yang sangat aneh, petitum soal UU kok mencantumkan hal yang bersifat khusus. Ini orang enggak ngerti hukum jangan-jangan yang mengajukan permohonan ini,” ujar Habiburokhman di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (20/9/2023).
Menurut dia, Pasal 6 UUD 1945 sudah jelas mengatur tentang syarat substansial seorang capres dan calon wakil presiden.
Baca juga: GASPOL! Hari Ini: Setelah Dua Kali Pemilu, SBY Akhirnya Turun Gunung Demi Prabowo
Habiburokhman menyatakan, UUD 1945 hanya menyaratkan agar capres-cawapres berkelakuan baik dan tidak memberi pengaturan secara spesifik.
“Secara umum siapapun yang daftar sebagai capres, ada persyaratan tidak pernah melakukan perbuatan tercela,” ucap dia.
Di sisi lain, Habiburokham tidak menyampaikan secara jelas ketika ditanya apakah Gerindra merasa gugatan itu diajukan guna menjegal langkah pencapresan Prabowo Subianto.
Ia hanya mempersilakan siapapun mengajukan gugatan dan menyerahkan keputusan sepenuhnya di tangan MK.
“Monggo, itu hak mereka, kalau ingin mempermalukan diri sendiri ya silahkan,” imbuh dia.
Baca juga: Menanti Ketuk Palu MK dalam Gugatan Syarat Usia Capres-Cawapres...
Diketahui pemohon dalam gugatan tersebut adalah Rio Saputro, warga Jakarta Timur; Wiwit Ariyanto, warga Bekasi; dan Rahayu Fatika Sari, warga Bogor.
Para pemohon memberikan kuasa pada 98 advokat untuk memperjuangkan gugatan tersebut.
Dalam petitumnya, para penggugat meminta agar capres diberi syarat sebagai berikut:
“Tidak pernah mengkhianati negara, tidak pernah melakukan tindak pidana korupsi, tidak memiliki rekam jejak melakukan pelanggaran HAM berat, bukan orang yang terlibat dan/atau menjadi bagian peristiwa penculikan aktivis pada tahun 1998, bukan orang yang terlibat dan/atau pelaku penghilangan orang secara paksa, tidak pernah melakukan tindak pidana genosida, bukan orang yang terlibat dan/atau pelaku kejahatan terhadap kemanusiaan dan tindakan yang anti demokrasi, serta tindak pidana berat lainnya.".
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.