JAKARTA, KOMPAS.com - Keberadaan sindikat narkoba lintas negara yang diduga dipimpin oleh Fredy Pratama berhasil diungkap Direktorat Tindak Pidana Narkotika (Dittipidnarkoba) Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri.
Sepak terjang sindikat Fredy diungkap melalui kerja sama berbagai kementerian/lembaga, kepolisian daerah (Polda), dan serta melibatkan Kepolisian Diraja Malaysia dan Kepolisian Thailand.
Menurut Kepala Bareskrim Polri Komjen Wahyu Widada, sindikat yang dipimpin Fredy diduga menjadi yang terbesar di Indonesia. Akan tetapi, sampai saat ini Ferdy masih buron dan bahkan diduga melakukan bedah plastik buat mengubah penampilan wajahnya.
Ferdy juga disebut sempat terdeteksi berada di Thailand. Namun, dia dilaporkan sudah pergi dari Negeri Gajah Putih ke sebuah lokasi yang masih dirahasiakan.
Baca juga: Fredy Pratama Diduga Keluar dari Thailand, Polri Cek Riwayat Perjalanannya
Persoalan peredaran dan penyalahgunaan narkotika di Indonesia sudah terjadi sejak lama.
Bahkan pada 1970-an, kasus penyalahgunaan narkoba sempat meroket dan menjadi perhatian mendiang Presiden Soeharto.
Menurut laporan surat kabar Kompas, 2 November 1971, karena kenaikan kasus penyalahgunaan dan peredaran narkoba pada saat itu, Presiden Soeharto sampai berdiskusi khusus dengan Letjen Sugiharto yang menjabat sebagai Jaksa Agung.
Soeharto disebut khawatir dengan nasib generasi muda yang dirongrong oleh persoalan penyalahgunaan narkotika.
Bentuk-bentuk narkotika yang beredar saat itu adalah ganja, heroin, dan morfin.
Baca juga: Peran Ratu Narkoba, Selebgram Asal Palembang dalam Sindikat Fredy Pratama
"Kita harus selamatkan generasi muda, jangan sampai mereka terlanjur tenggelam dalam soal ini," kata Sugiharto.
Sugiharti mengatakan, wabah penyalahgunaan narkotika pada saat itu meningkat diketahui tidak hanya dari pengungkapan kasus peredaran dan penggunaannya.
Pemerintah juga mengungkapkan daerah-daerah yang menjadi pusat penyebaran narkotika semakin luas. Antara lain Sumatera Utara, Sumatera Barat, Aceh, Riau, Palembang, Bali, Jawa Barat, Jakarta, dan lainnya.
Menurut Sugiharto, pemerintah saat itu fokus mencegah muda-mudi terpapar narkotika. Akan tetapi, perlakuan terhadap penduduk yang berusia senja yang menjadi pengguna narkotika dibedakan.
Baca juga: Polisi Duga Fredy Pratama Sudah Ubah Wajah dan Identitasnya
"Kalau mereka yang sudah-tua, 50 atau 60 tahun biarkan saja, tapi mereka yang masih muda-muda itu...," ucap Sugiharto.
Menurut Sugiharto, salah satu cara membuat jera para pengguna dan pengedar narkotika adalah memperberat hukuman.
Ketika itu Polri juga menanggapi peningkatan kasus peredaran dan penyalahgunaan narkotika.
Menurut Direktur Reserse Kriminal Mabes Polri Kombes Pol Ibrahim Surjawidjaja, penyalahgunaan narkotika dipengaruhi oleh budaya yang berkembang di Amerika Serikat.
Sebab di saat yang bersamaan gerakan subkultur Hippie sedang berkembang di Amerika Serikat. Mereka adalah kelompok masyarakat yang memiliki filosofi hidup sederhana dan nomaden, tetapi juga aktif menggunakan narkotika dengan alasan sebagai pemicu kreativitas seni.
Selain itu, gerakan Hippie juga muncul sebagai protes atas kebijakan Amerika Serikat yang mengintervensi Vietnam sehingga memicu perang.
Baca juga: Terbongkarnya Sindikat Narkoba Fredy Pratama Casanova dan Sepenggal Kisah Freddy Budiman
Sedangkan di Indonesia, kata Ibrahim, penggunaan narkotika salah satunya dipengaruhi oleh "Kebudayaan Ganja" sekitar 1968 di daerah Sumatera Utara dan Aceh, yang merambat ke Jawa, Sulawesi, sampai Nusa Tenggara.
Ibrahim mengatakan, persoalan penyalahgunaan dan peredaran narkotika saat itu juga menjadi perhatian dunia. Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) sampai Interpol menggelar seminasr khusu buat membahas persoalan itu.
Interpol juga membentuk forum kerja sama khusus buat berbagi informasi terkait peredaran narkotika yang merupakan kejahatan lintas batas.
Baca juga: PPATK Blokir 606 Rekening Terkait Sindikat Narkoba Fredy Pratama, Total Saldonya Rp 45 M
Selain itu, sebagai upaya memerangi peredaran narkotika, sejumlah negara juga membentuk badan keamanan khusus buat mengurus masalah itu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.