Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tangis Dubes RI untuk Ceko di Depan Mahfud MD, Ceritakan Eksil 1965 Nyanyikan "Indonesia Raya" dengan Sangat Lantang

Kompas.com - 29/08/2023, 12:00 WIB
Syakirun Ni'am,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kenssy Dwi Ekaningsih tak bisa lagi menahan tangisnya di hadapan Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD serta korban eksil 1965 setelah menyanyikan lagu "Indonesia Raya".

Kenssy merupakan Duta Besar Republik Indonesia (Dubes RI) untuk Ceko yang telah membersamai korban eksil 1965 selama sekitar lima tahun terakhir.

Suara Kenssy langsung berat ketika baru membuka sambutan dalam pertemuan Pemerintah Indonesia yang diwakili Menko Polhukam dan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna H. Laoly dengan para korban eksil 1965.

“Setiap kali mendengar kan suara atau lagu 'Indonesia Raya', Pak Mahfud, saya selalu harus…,” kata Kenssy tak mampu melanjutkan kalimatnya di Praha, Ceko, Senin (28/8/2023) sore waktu setempat.

Baca juga: Yasonna Sebut Lima Korban Eksil 1965 Sudah Dapat Fasilitas Keimigrasian

Suasana seketika menjadi hening. Kenssy menyebut pertemuan sore itu di Praha merupakan momen bersejarah.

Korban eksil 1965 yang sudah telantar puluhan tahun di Ceko hidup di negara lain tanpa status kewarganegaraan yang jelas, dan tetap menjadi orang asing akhirnya ditemui Pemerintah Indonesia.

Korban eksil 1965 dicap musuh negara oleh rezim Presiden Soeharto. Mereka merupakan Mahasiswa Ikatan Dinas (Mahid) yang diutus oleh pemerintah Presiden Soekarno pada akhir dekade 1950 dan awal 1960.

Namun, karena tragedi 1965 dan rezim Soekarno digulingkan, para Mahid itu tidak boleh pulang ke Indonesia. Mereka dianggap musuh negara dan berafiliasi dengan gerakan komunis.

Baca juga: Mahfud ke Korban Eksil 1965: Anda Tidak Pernah Bersalah ke Negara Ini

Ratusan Mahid yang diutus di era Soekarno kini sudah jauh berkurang. Usia mereka sudah menginjak 80 tahun dan sebagian menderita sakit keras.

Meski dicap musuh negara, kata Kenssy, dengan tubuh yang sudah rapuh para korban eksil 1965 menyanyikan lagu "Indonesia Raya" dengan sangat lantang.

“Setiap kali kami upacara bendera, Pak, para senior Mahid selalu hadir dan menyanyikan Indonesia dengan suara yang paling lantang,” kata Kenssy sembari menangis.

“Maaf, Pak,” ucapnya lagi sembari menyeka air mata.

Menurut Kenssy, selama lima tahun menjalani upacara kenegaraan bersama di negeri yang jauh, para korban eksil 1965 itu, yang dituduh musuh negara, justru menunjukkan rasa cintanya yang luar biasa kepada Indonesia.

“Walaupun mereka sudah bukan warga negara Indonesia,” tutur Kenssy.

Baca juga: Eksil 1965 Harus Dapat Rekomendasi Menko Polhukam Buat Pulang ke RI

Kenssy mengatakan, para lansia yang pernah telantar di Praha itu sudah sangat lama menunggu momentum kedatangan Pemerintah Indonesia dan memulihkan hak mereka.

Puluhan tahun telantar dan menunggu, mereka hanya mendapatkan harapan palsu dari Pemerintah untuk bisa pulang ke Tanah Air.

Ia lantas menceritakan, seorang eksil yang sudah lanjut usia dan menjalani hidup sebagai seniman, Hartoni Ubes, berkata dengan sangat halus, meminta ia dan teman-temannya tidak diberi harapan palsu.

“Kami sudah 85 (tahun) dan kami akan sangat bahagia apabila janji itu menjadi sebuah kenyataan,” kata Kenssy menirukan Ubes.

“Dan ini kenyataannya Pak Ubes, kita melangkah ke depan untuk bersama-sama membangun negara RI,” tuturnya.

Baca juga: Korban Eksil 1965 di Luar Negeri Bisa Dapat Izin Tinggal Sementara di Indonesia Gratis, Biaya Ditanggung Negara

Namun, kedatangan Mahfud, Yasonna, dan rombongannya membawa harapan bagi eksil yang ingin pulang atau meninggal di kampung halaman.

Adapun Mahfud dan Yasonna datang untuk berdialog dengan korban eksil 1965 di Eropa.

Praha merupakan tempat kedua setelah mereka bertemu 65 eksil di Amsterdam, Belanda, satu hari sebelumnya.

Pada kesempatan itu, Mahfud dan Yasonna mengatakan, Pemerintah berkomitmen memulihkan hak konstitusional para eksil 1965.

Pemerintah juga memberikan kemudahan kepada para eksil yang ingin pulang ke Indonesia dengan layanan keimigrasian khusus yang ada di bawah wewenang Yasonna.

Kebijakan ini merupakan bentuk implementasi perintah Presiden Joko Widodo terkait penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat masa lalu secara nonyudisial, tanpa menafikan proses hukum.

Selain itu, Mahfud menyatakan, korban eksil 1965 yang selama ini dituduh musuh negara dan pembangkang tidak memiliki kesalahan apa pun kepada negara.

Baca juga: Kesaksian Eksil Korban 1965 Terbang Moskwa-Aceh Ikut Kick Off Penyelesaian Pelanggaran HAM Berat: Ini Luar Biasa

“Anda adalah warga negara, Anda adalah pencinta negara kesatuan Republik Indonesia, dan Anda tidak pernah bersalah kepada negara ini (Indonesia),” kata Mahfud dalam pertemuan yang disiarkan secara live itu.

Para eksil yang hadir dalam pertemuan itu adalah Ing. Jaroni Soejomartono, Mgr. Soegeng Soejono, Ing. Hartoni Ubes, Ing. Karsidi Rantiminpoetro, Daud Hakim, dan Ing. Siswartono Sarodjo.

Kemudian, Ahmad Dahlan, Ing. Rachmy Soebajo, Sri Wahyuni Kansil, dan Ing. Agung Tjokorda yang sakit keras tetapi ingin menjadi WNI dan diwakili oleh anaknya.

Selain itu, sejumlah eksil juga turut hadir secara virtual. Mereka adalah Usman Djalil dari KBRI Wina, Profesor Sudaryanto Yanto Priyono dari KBRI Moskwa, Raden Imam Soebijanto Dewobroto dari KJRI Frankfurt, dan anak Tengku Damrah dari KBRI Bratislava, eksil yang telah meninggal pada 2013.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Prabowo Beri Atensi Sektor Industri untuk Generasi Z yang Sulit Cari Kerja

Prabowo Beri Atensi Sektor Industri untuk Generasi Z yang Sulit Cari Kerja

Nasional
Komisi X Rapat Bareng Nadiem Makarim, Minta Kenaikan UKT Dibatalkan

Komisi X Rapat Bareng Nadiem Makarim, Minta Kenaikan UKT Dibatalkan

Nasional
Menaker Ida Paparkan 3 Tujuan Evaluasi Pelaksanaan Program Desmigratif

Menaker Ida Paparkan 3 Tujuan Evaluasi Pelaksanaan Program Desmigratif

Nasional
ICW Dorong Dewas KPK Jatuhkan Sanksi Berat, Perintahkan Nurul Ghufron Mundur dari Wakil Ketua KPK

ICW Dorong Dewas KPK Jatuhkan Sanksi Berat, Perintahkan Nurul Ghufron Mundur dari Wakil Ketua KPK

Nasional
Prabowo Disebut Punya Tim Khusus untuk Telusuri Rekam Jejak Calon Menteri

Prabowo Disebut Punya Tim Khusus untuk Telusuri Rekam Jejak Calon Menteri

Nasional
Reformasi yang Semakin Setengah Hati

Reformasi yang Semakin Setengah Hati

Nasional
Lemhannas Dorong Reaktualisasi Ketahanan Nasional Lewat 'Geo Crybernetic'

Lemhannas Dorong Reaktualisasi Ketahanan Nasional Lewat "Geo Crybernetic"

Nasional
Dewas KPK Tetap Bacakan Putusan Sidang Etik Nurul Ghufron Hari Ini

Dewas KPK Tetap Bacakan Putusan Sidang Etik Nurul Ghufron Hari Ini

Nasional
Sukseskan WWF 2024, Pertamina Group Paparkan Aksi Dukung Keberlanjutan Air Bersih

Sukseskan WWF 2024, Pertamina Group Paparkan Aksi Dukung Keberlanjutan Air Bersih

Nasional
ICW Dorong Dewas KPK Tetap Bacakan Putusan Kasus Nurul Ghufron, Sebut Putusan Sela PTUN Bermasalah

ICW Dorong Dewas KPK Tetap Bacakan Putusan Kasus Nurul Ghufron, Sebut Putusan Sela PTUN Bermasalah

Nasional
Anies Dinilai Sulit Cari Partai yang Mau Mengusungnya sebagai Cagub DKI Jakarta

Anies Dinilai Sulit Cari Partai yang Mau Mengusungnya sebagai Cagub DKI Jakarta

Nasional
PAN Klaim Dapat Jatah 4 Menteri, Zulkifli hingga Viva Yoga Mauladi

PAN Klaim Dapat Jatah 4 Menteri, Zulkifli hingga Viva Yoga Mauladi

Nasional
SYL Klaim Tak Pernah 'Cawe-cawe' soal Teknis Perjalanan Dinas

SYL Klaim Tak Pernah "Cawe-cawe" soal Teknis Perjalanan Dinas

Nasional
Ribut dengan Dewas KPK, Nurul Ghufron: Konflik Itu Bukan Saya yang Menghendaki

Ribut dengan Dewas KPK, Nurul Ghufron: Konflik Itu Bukan Saya yang Menghendaki

Nasional
Kemenag Kecewa 47,5 Persen Penerbangan Haji yang Gunakan Garuda Indonesia Alami Keterlambatan

Kemenag Kecewa 47,5 Persen Penerbangan Haji yang Gunakan Garuda Indonesia Alami Keterlambatan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com