Salin Artikel

Tangis Dubes RI untuk Ceko di Depan Mahfud MD, Ceritakan Eksil 1965 Nyanyikan "Indonesia Raya" dengan Sangat Lantang

Kenssy merupakan Duta Besar Republik Indonesia (Dubes RI) untuk Ceko yang telah membersamai korban eksil 1965 selama sekitar lima tahun terakhir.

Suara Kenssy langsung berat ketika baru membuka sambutan dalam pertemuan Pemerintah Indonesia yang diwakili Menko Polhukam dan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna H. Laoly dengan para korban eksil 1965.

“Setiap kali mendengar kan suara atau lagu 'Indonesia Raya', Pak Mahfud, saya selalu harus…,” kata Kenssy tak mampu melanjutkan kalimatnya di Praha, Ceko, Senin (28/8/2023) sore waktu setempat.

Suasana seketika menjadi hening. Kenssy menyebut pertemuan sore itu di Praha merupakan momen bersejarah.

Korban eksil 1965 yang sudah telantar puluhan tahun di Ceko hidup di negara lain tanpa status kewarganegaraan yang jelas, dan tetap menjadi orang asing akhirnya ditemui Pemerintah Indonesia.

Korban eksil 1965 dicap musuh negara oleh rezim Presiden Soeharto. Mereka merupakan Mahasiswa Ikatan Dinas (Mahid) yang diutus oleh pemerintah Presiden Soekarno pada akhir dekade 1950 dan awal 1960.

Namun, karena tragedi 1965 dan rezim Soekarno digulingkan, para Mahid itu tidak boleh pulang ke Indonesia. Mereka dianggap musuh negara dan berafiliasi dengan gerakan komunis.

Ratusan Mahid yang diutus di era Soekarno kini sudah jauh berkurang. Usia mereka sudah menginjak 80 tahun dan sebagian menderita sakit keras.

Meski dicap musuh negara, kata Kenssy, dengan tubuh yang sudah rapuh para korban eksil 1965 menyanyikan lagu "Indonesia Raya" dengan sangat lantang.

“Setiap kali kami upacara bendera, Pak, para senior Mahid selalu hadir dan menyanyikan Indonesia dengan suara yang paling lantang,” kata Kenssy sembari menangis.

“Maaf, Pak,” ucapnya lagi sembari menyeka air mata.

Menurut Kenssy, selama lima tahun menjalani upacara kenegaraan bersama di negeri yang jauh, para korban eksil 1965 itu, yang dituduh musuh negara, justru menunjukkan rasa cintanya yang luar biasa kepada Indonesia.

“Walaupun mereka sudah bukan warga negara Indonesia,” tutur Kenssy.

Kenssy mengatakan, para lansia yang pernah telantar di Praha itu sudah sangat lama menunggu momentum kedatangan Pemerintah Indonesia dan memulihkan hak mereka.

Puluhan tahun telantar dan menunggu, mereka hanya mendapatkan harapan palsu dari Pemerintah untuk bisa pulang ke Tanah Air.

Ia lantas menceritakan, seorang eksil yang sudah lanjut usia dan menjalani hidup sebagai seniman, Hartoni Ubes, berkata dengan sangat halus, meminta ia dan teman-temannya tidak diberi harapan palsu.

“Kami sudah 85 (tahun) dan kami akan sangat bahagia apabila janji itu menjadi sebuah kenyataan,” kata Kenssy menirukan Ubes.

“Dan ini kenyataannya Pak Ubes, kita melangkah ke depan untuk bersama-sama membangun negara RI,” tuturnya.

Namun, kedatangan Mahfud, Yasonna, dan rombongannya membawa harapan bagi eksil yang ingin pulang atau meninggal di kampung halaman.

Adapun Mahfud dan Yasonna datang untuk berdialog dengan korban eksil 1965 di Eropa.

Praha merupakan tempat kedua setelah mereka bertemu 65 eksil di Amsterdam, Belanda, satu hari sebelumnya.

Pada kesempatan itu, Mahfud dan Yasonna mengatakan, Pemerintah berkomitmen memulihkan hak konstitusional para eksil 1965.

Pemerintah juga memberikan kemudahan kepada para eksil yang ingin pulang ke Indonesia dengan layanan keimigrasian khusus yang ada di bawah wewenang Yasonna.

Kebijakan ini merupakan bentuk implementasi perintah Presiden Joko Widodo terkait penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat masa lalu secara nonyudisial, tanpa menafikan proses hukum.

Selain itu, Mahfud menyatakan, korban eksil 1965 yang selama ini dituduh musuh negara dan pembangkang tidak memiliki kesalahan apa pun kepada negara.

“Anda adalah warga negara, Anda adalah pencinta negara kesatuan Republik Indonesia, dan Anda tidak pernah bersalah kepada negara ini (Indonesia),” kata Mahfud dalam pertemuan yang disiarkan secara live itu.

Para eksil yang hadir dalam pertemuan itu adalah Ing. Jaroni Soejomartono, Mgr. Soegeng Soejono, Ing. Hartoni Ubes, Ing. Karsidi Rantiminpoetro, Daud Hakim, dan Ing. Siswartono Sarodjo.

Kemudian, Ahmad Dahlan, Ing. Rachmy Soebajo, Sri Wahyuni Kansil, dan Ing. Agung Tjokorda yang sakit keras tetapi ingin menjadi WNI dan diwakili oleh anaknya.

Selain itu, sejumlah eksil juga turut hadir secara virtual. Mereka adalah Usman Djalil dari KBRI Wina, Profesor Sudaryanto Yanto Priyono dari KBRI Moskwa, Raden Imam Soebijanto Dewobroto dari KJRI Frankfurt, dan anak Tengku Damrah dari KBRI Bratislava, eksil yang telah meninggal pada 2013.

https://nasional.kompas.com/read/2023/08/29/12000601/tangis-dubes-ri-untuk-ceko-di-depan-mahfud-md-ceritakan-eksil-1965-nyanyikan

Terkini Lainnya

Momen Jokowi Jadi Fotografer Dadakan Delegasi Perancis saat Kunjungi Tahura Bali

Momen Jokowi Jadi Fotografer Dadakan Delegasi Perancis saat Kunjungi Tahura Bali

Nasional
Berjasa dalam Kemitraan Indonesia-Korsel, Menko Airlangga Raih Gelar Doktor Honoris Causa dari GNU

Berjasa dalam Kemitraan Indonesia-Korsel, Menko Airlangga Raih Gelar Doktor Honoris Causa dari GNU

Nasional
Nadiem Ingin Datangi Kampus Sebelum Revisi Aturan yang Bikin UKT Mahal

Nadiem Ingin Datangi Kampus Sebelum Revisi Aturan yang Bikin UKT Mahal

Nasional
Saksi Kemenhub Sebut Pembatasan Kendaraan di Tol MBZ Tak Terkait Kualitas Konstruksi

Saksi Kemenhub Sebut Pembatasan Kendaraan di Tol MBZ Tak Terkait Kualitas Konstruksi

Nasional
Puan Maharani: Parlemen Dunia Dorong Pemerintah Ambil Langkah Konkret Atasi Krisis Air

Puan Maharani: Parlemen Dunia Dorong Pemerintah Ambil Langkah Konkret Atasi Krisis Air

Nasional
Hari ke-10 Keberangkatan Haji: 63.820 Jemaah Tiba di Madinah, 7 Orang Wafat

Hari ke-10 Keberangkatan Haji: 63.820 Jemaah Tiba di Madinah, 7 Orang Wafat

Nasional
Jokowi: Butuh 56 Bangunan Penahan Lahar Dingin Gunung Marapi, Saat Ini Baru Ada 2

Jokowi: Butuh 56 Bangunan Penahan Lahar Dingin Gunung Marapi, Saat Ini Baru Ada 2

Nasional
Kapal Perang Perancis FREMM Bretagne D655 Bersandar di Jakarta, Prajurit Marinir Berjaga

Kapal Perang Perancis FREMM Bretagne D655 Bersandar di Jakarta, Prajurit Marinir Berjaga

Nasional
Erupsi Gunung Ibu, BNPB Kirim 16 Juta Ton Bantuan Logistik untuk 1.554 Pengungsi

Erupsi Gunung Ibu, BNPB Kirim 16 Juta Ton Bantuan Logistik untuk 1.554 Pengungsi

Nasional
Pesawat Terlambat Bisa Pengaruhi Layanan Jemaah Haji di Makkah

Pesawat Terlambat Bisa Pengaruhi Layanan Jemaah Haji di Makkah

Nasional
Indonesia-Vietnam Kerja Sama Pencarian Buron hingga Perlindungan Warga Negara

Indonesia-Vietnam Kerja Sama Pencarian Buron hingga Perlindungan Warga Negara

Nasional
Survei IDEAS: Penghasilan 74 Persen Guru Honorer di Bawah Rp 2 Juta

Survei IDEAS: Penghasilan 74 Persen Guru Honorer di Bawah Rp 2 Juta

Nasional
Dewas KPK Tunda Putusan Sidang Etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron

Dewas KPK Tunda Putusan Sidang Etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron

Nasional
Jokowi Minta Relokasi Rumah Warga Terdampak Banjir di Sumbar Segera Dimulai

Jokowi Minta Relokasi Rumah Warga Terdampak Banjir di Sumbar Segera Dimulai

Nasional
JK Sampaikan Duka Cita Wafatnya Presiden Iran Ebrahim Raisi

JK Sampaikan Duka Cita Wafatnya Presiden Iran Ebrahim Raisi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke