PIDIE, KOMPAS.com - Sudaryanto Yanto Priyono (81) rela dari Moskwa, Rusia, menuju Aceh untuk mengikuti kick off program pelaksanaan rekomendasi penyelesaian non-yudisial untuk 12 kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat masa lalu.
Yanto, begitu ia akrab disapa, merupakan eksil korban tragedi 1965-1966 yang tak bisa kembali menetap di Tanah Air. Kini, Yanto merupakan warga negara Rusia.
Ia dulunya bertolak ke Rusia untuk kuliah. Namun, tragedi 1965-1966 membuatnya tidak bisa pulang ke Tanah Air.
“Mengapa saya jauh-jauh dari Moscow (Moskwa) memutuskan untuk hadir di sini, terus terang saja kalau itu misalnya terjadi di kutub selatan saya pun akan datang,” kata Yanto saat diwawancarai, Senin (26/6/2023).
Baca juga: Kepada Jokowi, Dua Eksil Peristiwa 1965 Ceritakan Pengalaman Saat Tak Bisa Pulang ke Indonesia
Yanto menyebutkan, program penyelesaian non-yudisial oleh pemerintahan untuk 12 kasus pelanggaran HAM berat masa lalu merupakan kejadian yang luar biasa.
“Ini adalah sesuatu kejadian yang luar biasa dalam konstelasi politik maupun kemanusiaan. Jadi di sini saya kira lebih mendorong kepada kemanusiaan,” ujar Yanto.
Yanto berharap, rekan-rekannya lain yang juga sebagai eksil bisa melihat bahwa pemerintah tidak mengabaikan kasus pelanggaran HAM berat.
“Ini adalah suatu sinar yang baik. Ini adalah salah satu kesempatan membuka pintu yang lebih luas untuk benar-benar membangun Bhinneka Tunggal Ika,” ujar Yanto.
Yanto meyakini, Presiden Joko Widodo telah memutuskan dengan matang memilih program pelaksanaan rekomendasi penyelesaian non-yudisial untuk 12 kasus pelanggaran HAM berat masa lalu.
“Saya tidak mengira kalau Pak Jokowi hanya memutuskan begitu saja. Tentu sudah memperhitungkan akibat-akibatnya. Dan begitu beliau memutuskan untuk melangkah itu, saya percaya 100 persen bahwa langkah itu adalah benar,” kata Yanto.
“Ini adalah suatu upaya supaya mereka itu membuka mata apa yang sebenarnya terjadi. Tidak menutup persoalan itu, ini memang belum keputusan, ini memang baru pembukaan jendela,” ujar dia.
Baca juga: Saat Jokowi Tawari Eksil Korban Peristiwa 1965 untuk Kembali Jadi WNI...
Diketahui, pemerintah melaksanakan kick off program pelaksanaan rekomendasi penyelesaian non-yudisial untuk 12 kasus pelanggaran HAM berat masa lalu. Kick off digelar di Rumah Geudong, Pidie, Aceh, Selasa (27/6/2023).
Adapun dalam acara itu, Yanto bersama eksil korban 1965-1966 lain yang datang, Jaroni Soejomartono (81), mendapatkan Kartu Izin Tinggal Terbatas (KITAS) dari pemerintah Indonesia.
Peluncuran atau kick off itu dihadiri secara langsung maupun virtual oleh para korban pelanggaran HAM berat masa lalu.
Menurut Presiden Jokowi, penyelesaian secara non-yudisial itu bertujuan memulihkan luka bangsa akibat pelanggaran HAM.