JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana mengungkap pola transaksi aneh yang terjadi pada masa Pemilu 2019.
PPATK menemukan, transaksi terkait pemilu justru melonjak pada masa tenang atau satu hingga tiga hari sebelum pemungutan suara.
Sebaliknya, menurut rekening khusus dana kampanye (RKDK) peserta pemilu, transaksi yang tercatat selama masa kampanye justru lebih rendah dibandingkan dengan masa tenang.
“Kalau transaksinya banyak di masa kampanye oke, untuk biaya kampanye, sewa gedung, beli makan, beli kaus, bayar macam-macam itu di masa kampanye. Tapi kenapa RKDK ini banyak bergeraknya di minggu tenang?” kata Ivan dalam Forum Diskusi Sentra Gakkumdu yang ditayangkan YouTube Kemenko Polhukam, Selasa (8/8/2023).
Baca juga: Ungkap Salah Satu Penyakit Pemilu, Mahfud: Banyak Politik Uang di KPU
Menurut temuan PPATK, grafik kampanye peserta pemilu tak berbanding lurus dengan grafik RKDK para peserta pemilu.
Terjadi anomali bahwa ketika aktivitas kampanye sedang tinggi, transaksi keuangan terkait pemilu yang terekam dalam RKDK malah cenderung statis.
“Kampanye tampak tidak didanai dari RKDK. Aktivitas meningkat namun transaksi cenderung statis. Menyewa gedung (untuk kampanye) katanya di gedung-gedung ini sering, tapi begitu kita cek RKDK flat,” ungkap Ivan.
Baca juga: Anggaran Baru Cair 66 Persen, KPU Usulkan Tambahan Pencairan Rp 4,4 Triliun
Atas temuan tersebut, PPATK menduga, aktivitas kampanye para peserta pemilu didanai oleh sumber-sumber yang tak tercatat.
Sumber dana itu bisa jadi berasal dari pihak yang melakukan aktivitas ilegal, seperti pelaku illegal logging, pelaku illegal mining, bahkan bandar narkotika.
Menurut Ivan, situasi ini terjadi karena aturan pemilu tak melarang aktivitas kampanye didanai dari sumber lain di luar RKDK.
“Jadi orang mau nyumbang pakai apa-apa silahkan saja, fatalnya kan di situ. Hasil narkoba masuk silakan saja, nanti dia pakai macam-macam silakan saja,” tutur dia.
Pada kesempatan yang sama, Ivan mengungkap temuan PPATK soal dugaan uang hasil kejahatan lingkungan sebesar Rp 1 triliun yang mengalir ke partai politik. Dana tersebut diduga untuk kepentingan Pemilu 2024.
Temuan itu, kata Ivan, telah disampaikan PPATK kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
“Lalu salah satu hasil temuan PPATK yang sudah ditemukan beberapa waktu yang lalu, ada uang Rp 1 triliun, uang kejahatan lingkungan, yang masuk ke parpol, itu kurang lebih ya,” kata dia.
Baca juga: KPU Coret Aldi Taher dari Bacaleg DKI Jakarta, Alasannya karena Syarat Tak Terpenuhi
Adapun tahapan Pemilu 2024 sudah dimulai sejak pertengahan Juni 2022. Masa kampanye akan berlangsung selama 75 hari yakni 28 November 2023 sampai 10 Februari 2024.
Dilanjutkan dengan masa tenang pemilu selama 3 hari yakni 11-13 Februari 2024.
Selanjutnya, pada 14 Februari 2024 akan digelar pemungutan suara serentak di seluruh Indonesia. Tak hanya untuk memilih presiden dan wakil presiden, tetapi juga anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.