Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perwira TNI Datangi Gedung KPK Usai Kepala Basarnas Tersangka, Pengamat: Intimidasi Institusi

Kompas.com - 04/08/2023, 07:52 WIB
Fika Nurul Ulya,
Novianti Setuningsih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Dewan Nasional SETARA Institute, Hendardi menilai, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ketakutan saat para perwira tinggi (pati) TNI mendatangi Gedung Merah Putih usai penetapan tersangka Kepala Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas) Marsekal Madya Henri Alfiandi.

Adapun peristiwa ini terjadi pada Jumat (28/7/2023). Di hari itu, lembaga antirasuah menetapkan Henri Alfiandi dan Koordinator Administrasi (Koorsmin) Kabasarnas Letkol Afri Budi Cahyanto sebagai tersangka kasus dugaan suap di lingkungan Basarnas.

"Susah menilai wajar enggak wajar. Tapi, yang pasti ketakutan memang menurut saya. Seharusnya mereka (KPK) tidak ketakutan semacam itu," kata Hendardi dalam program ROSI yang disiarkan Kompas TV, Kamis (3/8/2023) malam.

Hendardi menilai, peristiwa itu memberikan kesan terdapat intimidasi institusi dari satu pihak ke pihak lain, dalam hal ini dari TNI ke KPK.

Baca juga: TNI Buka Suara soal Prajurit Aktif Boleh Duduki Jabatan Sipil, tapi Saat Korupsi Ogah Tunduk Hukum Sipil

Menurut Hendardi, kesan intimidasi tersebut tak bisa dihindarkan walaupun TNI bersikeras kedatangannya bermaksud untuk meluruskan soal kesalahan prosedur hukum yang dilakukan KPK

TNI menilai memiliki wewenang menetapkan proses hukum kepada prajurit aktif sesuai dengan Undang-undang (UU) Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer.

"Apa yang dilakukan itu jelas mungkin buat KPK menakutkan, karena ini saya kira intimidasi institusi. Ya, walaupun Pak Agung (Danpuspom TNI) punya alasan tertentu, tapi pesan dan kesan yang disampaikan itu suatu intimidasi institusi," ujar Hendardi.

Lebih lanjut, Hendardi mengungkapkan bahwa UU Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer yang menjadi acuan TNI untuk penetapan prajurit aktif sudah "ditenggelamkan" oleh UU lainnya, yaitu UU TNI dan UU KPK.

Baca juga: Datangi KPK Usai Penetapan Kepala Basarnas Tersangka, TNI: Hanya Meluruskan Sesuai Porsinya

Ia lantas menegaskan bahwa semua orang punya kesetaraan dan kesamaan di mata hukum.

"Jadi hal semacam itu mesti ditarik ke atas, ke konstitusi. Dan konstitusi menegaskan secara tegas bahwa kesamaan di depan hukum bagi semua orang, tidak peduli militer aktif, tidak aktif, pensiunan, atau umum, itu semua punya kesetaraan dan kesamaan di depan hukum," katanya.

Diberitakan sebelumnya, Komandan Pusat Polisi Militer (Danpuspom) TNI Marsekal Muda Agung Handoko beserta sejumlah pati TNI sempat mendatangi Gedung KPK untuk berkoordinasi usai lembaga antirasuah itu mengumumkan kepala Basarnas sebagai tersangka kasus dugaan suap.

Usai pertemuan tersebut, Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak menyampaikan permintaan maaf kepada Panglima TNI dan menyebut soal kekhilafan jajarannya karena proses hukum perwira TNI aktif adalah kewenangan dari Puspom TNI.

Kemudian, KPK menyerahkan soal status dan pendalaman keterlibatan Kepala Basarnas dan Koorsmin Kabasarnas Letkol Afri Budi Cahyanto kepada Puspom TNI.

Namun, pihak TNI berkali-kali membantah soal tudingan intimidasi yang diduga dilakukan institusi mereka kepada KPK.

TNI mengatakan kedatangan mereka untuk berkoordinasi dan meluruskan soal kesalahan prosedur KPK karena menetapkan perwira TNI aktif sebagai tersangka. Padahal, bukan kewenangan lembaga antirasuah.

Baca juga: Kata TNI soal Sempat Beda Suara dengan KPK Terkait Proses Awal Penetapan Kepala Basarnas Tersangka

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Menag Cek Persiapan Dapur dan Hotel di Madinah untuk Jemaah Indonesia

Menag Cek Persiapan Dapur dan Hotel di Madinah untuk Jemaah Indonesia

Nasional
 Melalui Platform SIMPHONI, Kemenkominfo Gencarkan Pembinaan Pegawai dengan Pola Kolaboratif

Melalui Platform SIMPHONI, Kemenkominfo Gencarkan Pembinaan Pegawai dengan Pola Kolaboratif

Nasional
PPP Anggap Wacana Tambah Menteri Sah-sah Saja, tapi Harus Revisi UU

PPP Anggap Wacana Tambah Menteri Sah-sah Saja, tapi Harus Revisi UU

Nasional
Eks KSAU Ungkap 3 Tantangan Terkait Sistem Pertahanan Udara Indonesia

Eks KSAU Ungkap 3 Tantangan Terkait Sistem Pertahanan Udara Indonesia

Nasional
Mayoritas Provinsi Minim Cagub Independen, Pakar: Syaratnya Cukup Berat

Mayoritas Provinsi Minim Cagub Independen, Pakar: Syaratnya Cukup Berat

Nasional
Soal Gagasan Penambahan Kementerian, 3 Kementerian Koordinator Disebut Cukup

Soal Gagasan Penambahan Kementerian, 3 Kementerian Koordinator Disebut Cukup

Nasional
 Belum Diatur Konstitusi, Wilayah Kedaulatan Udara Indonesia Dinilai Masih Lemah,

Belum Diatur Konstitusi, Wilayah Kedaulatan Udara Indonesia Dinilai Masih Lemah,

Nasional
PAN Setia Beri Dukungan Selama 15 Tahun, Prabowo: Kesetiaan Dibalas dengan Kesetiaan

PAN Setia Beri Dukungan Selama 15 Tahun, Prabowo: Kesetiaan Dibalas dengan Kesetiaan

Nasional
PAN Setia Dukung Prabowo Selama 15 Tahun, Zulhas: Ada Kesamaan Visi dan Cita-cita

PAN Setia Dukung Prabowo Selama 15 Tahun, Zulhas: Ada Kesamaan Visi dan Cita-cita

Nasional
Koalisi Vs Oposisi: Mana Cara Sehat Berdemokrasi?

Koalisi Vs Oposisi: Mana Cara Sehat Berdemokrasi?

Nasional
Pansel Capim KPK Diminta Tak Buat Kuota Pimpinan KPK Harus Ada Unsur Kejaksaan atau Kepolisian

Pansel Capim KPK Diminta Tak Buat Kuota Pimpinan KPK Harus Ada Unsur Kejaksaan atau Kepolisian

Nasional
Berkaca dari Kasus Firli, Pansel Capim KPK Diminta Lebih Dengarkan Masukan Masyarakat

Berkaca dari Kasus Firli, Pansel Capim KPK Diminta Lebih Dengarkan Masukan Masyarakat

Nasional
Sidang Kasus SYL Menguak Status Opini WTP BPK Masih Diperjualbelikan

Sidang Kasus SYL Menguak Status Opini WTP BPK Masih Diperjualbelikan

Nasional
Kemenag Sepakat Proses Hukum Penggerudukan Ibadah di Indekos Dilanjutkan

Kemenag Sepakat Proses Hukum Penggerudukan Ibadah di Indekos Dilanjutkan

Nasional
Soal Komposisi Pansel Capim KPK, Pukat UGM: Realitanya Presiden Amankan Kepentingan Justru Mulai dari Panselnya

Soal Komposisi Pansel Capim KPK, Pukat UGM: Realitanya Presiden Amankan Kepentingan Justru Mulai dari Panselnya

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com