Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lagi-lagi JK Kritik Pemerintahan Jokowi, Terbaru Dinilai Semakin Mirip Era Soeharto

Kompas.com - 02/08/2023, 07:38 WIB
Dian Erika Nugraheny,
Novianti Setuningsih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Presiden (Wapres) ke-10 dan ke-12 RI Jusuf Kalla kembali memberikan kritik untuk pemerintahan Joko Widodo (Jokowi)-Ma'ruf Amin.

Kali ini, pria yang akrab disapa JK itu menyinggung soal pemerintahan Jokowi yang disebutnya semakin mirip dengan era kepemimpinan Presiden ke-2 RI, Soeharto.

Jusuf Kalla menilai, saat ini pemerintah mulai menunjukkan gaya otoriter.

“Waktu zaman Pak Harto demokrasi juga berjalan dengan baik awalnya. Semua pemerintahan itu demokratis kira-kira 10 tahun. Soeharto itu 10 tahun (memimpin) masih baik, dalam artian demokrasi, setelah itu lebih otoriter,” ujar Kalla dalam seminar bertajuk Pemuda untuk Politik di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada 31 Juli 2023.

Baca juga: Jusuf Kalla Anggap Pemerintahan Jokowi Kian Mirip Era Soeharto

"Sekarang juga begitu kelihatannya, setelah 10 tahun, ah munculah, mulai macam-macam. Berbagai masalah,” katanya lagi.

Ia pun mengungkapkan situasi yang mirip terjadi di era kepemimpinan Presiden ke-1 RI Soekarno.

Jusuf Kalla menceritakan, saat negara Indonesia baru berdiri tak jelas sistem negara yang dipakai antara presidential atau parlementer.

Kemudian, pada tahun 1950 sistem negara menggunakan konsep parlementer.

“Sampai pada tahun 1957, barulah demokrasi presidensial. Setelah kembali ke UUD 1945,” ujarnya.

Baca juga: Tak Seperti Jokowi, Jusuf Kalla Mengaku Tak Campuri Urusan Parpol Jelang Pemilu

Merujuk pengalaman-pengalaman di atas, Jusuf Kalla lantas menyinggung soal masa jabatan presiden.

Menurutnya, agar tak terjadi kekuasaan yang absolut dan otoriter, maka masa jabatan kepala negara perlu dibatasi.

“Jadi itulah sebabnya kenapa UUD kita memperbolehkan presiden dan wapres itu hanya dua kali (periode). Itulah tiga kali itu enggak bisa lolos karena itu (konstitusi) UUD,” katanya.

Beragam kritik JK untuk Jokowi

Sebagaimana diketahui, JK memang sebelumnya kerap menyampaikan kritiknya untuk pemerintahan Jokowi.

JK pernah mengingatkan Presiden Jokowi agar tidak terlalu banyak mencampuri urusan politik terkait pemilihan presiden (Pilpres) 2024.

Hal ini disampaikan Jusuf Kalla usai bertemu Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar di kediamannya di daerah Brawijaya, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan pada 6 Mei 2023.

Baca juga: Minta Jokowi Contoh Megawati dan SBY, Jusuf Kalla: Tak Jauh Terlibat Politik Saat Jabatan Akan Berakhir

Menurutnya, Jokowi harus meniru sikap pendahulunya, yakni Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri dan Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menjelang masa akhir jabatannya.

“(Megawati dan SBY) itu (ketika jabatan) akan berakhir maka tidak terlalu jauh melibatkan diri dalam, suka atau tidak suka, dalam perpolitikan. Supaya lebih demokratis lah,” ujar JK.

Kemudian, ia juga menyoroti pendekatan pemerintah untuk menyelesaikan masalah jalan rusak di Lampung.

Jusuf Kalla menilai, persoalan kerusakan itu terkait sikap pemerintah yang justru lebih mementingkan pembangunan jalan tol.

"Baru-baru ini viral kenapa jalan di Lampung dan juga di Makassar rusak. Di lain pihak kita juga bangga bahwa pemerintah juga waktu saya pemerintah, mampu membangun ribuan jalan tol," kata JK dalam pidato HUT ke-21 Partai Keadilan Sejahtera (PKS) di Istora Senayan, Jakarta pada 20 Mei 2023.

"Tol itu penting agar tidak macet, penting sekali jalan tol. Tetapi 170.000 jalan rusak di Indonesia, itu data BPS," ujarnya melanjutkan.

Baca juga: Bela Nasdem, Jusuf Kalla Ingatkan Jokowi Tak Banyak Ikut Campur Politik Jelang Pilpres 2024

Menurutnya, kebijakan ini memunculkan anggapan bahwa hanya orang mampu yang bisa melewati jalan mulus.

Namun, ia juga turut bertanggung jawab atas kebijakan itu karena pernah menjadi wakil presiden (wapres) Jokowi di era pertama pemerintahannya.

Dalam kesempatan yang sama, JK juga menyoroti utang Indonesia yang terus membengkak.

Petinggi Partai Golkar ini menegaskan bahwa pembayaran utang luar negeri Indonesia menembus angka terbesar sepanjang sejarah Republik ini berdiri.

Besaran nominal itu membuat pemerintah perlu membayar Rp 1.000 triliun setiap tahunnya untuk kewajiban utang.

"Pak AHY tadi mengatakan utang besar, betul, setahun bayar utang lebih Rp 1.000 triliun, terbesar dalam sejarah Indonesia sejak merdeka," katanya.

Baca juga: Jusuf Kalla: Pemerintah Bayar Utang Rp 1.000 Triliun Setahun, Terbesar Sepanjang Sejarah Sejak Merdeka

JK lantas mengaku kembali terlibat dalam kebijakan utang tersebut karena menjadi wapres saat Jokowi menjabat di periode pertamanya.

Namun, menurutnya, yang lebih penting saat ini adalah perubahan agar utang negara ini tidak berdampak pada masalah sosial yang semakin meluas di Indonesia.

"Masalah sosial sekarang sudah mulai berbahaya, ibu-ibu (flexing) pakai tas bagus jadi musuh masyarakat, apalagi pakai tas Hermes, bukan dia yang salah suaminya yang ditawan," ujarnya.

"Ada anak pakai motor besar jadi musuh masyarakat," kata Jusuf Kalla lagi.

Menurut JK, masalah sosial yang terjadi saat ini menandakan adanya kondisi sosial yang buruk di negeri ini, khususnya pada pemerataan ekonomi.

Baca juga: Tak Persoalkan Kritik Jusuf Kalla, Sekjen PDI-P: Beliau Punya Kebebasan Berpendapat

Ia mengaku khawatir, apabila pemerataan dan keadilan sosial tidak segera terlaksana, maka peristiwa kerusuhan Mei 1998 bisa terulang kembali.

"Satu langkah ini apabila tidak diselesaikan keadilan akan jadi lagi tahun 98. dan kita tidak ingin, kita harus hindari itu dengan pemerataan," ujar Jusuf Kalla.

Selain itu, ia juga pernah mengkritik kebijakan mobil listrik pemerintah yang dianggapnya hanya memindahkan emisi.

Sebab, emisi yang sebelumnya berasal dari knalpot mobil kini berpindah dari asap Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang menjadi sumber tenaga listrik untuk mobil.

"Mobil listrik itu untuk mengurangi emisi kan, tapi tiap malam itu harus di-charge, jadi sangat tergantung kepada pembangkit," kata Jusuf Kalla saat ditemui di Universitas Paramadina Kampus Cipayung, Jakarta Timur pada 23 Mei 2023.

"Kalau pembangkitnya tetap PLTU itu hanya pindah emisi dari knalpot mobil ke cerobong PLTU," ujarnya lagi.

Pemerintah diketahui sudah memberikan tanggapan terkait sejumlah kritik JK soal utang hingga pembangunan jalan.

Baca juga: Persoalkan Biaya Politik Tinggi, Jusuf Kalla: Bikin Orang Jadi Korupsi

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Refly Harun Anggap PKB dan Nasdem 'Mualaf Oposisi'

Refly Harun Anggap PKB dan Nasdem "Mualaf Oposisi"

Nasional
Berharap Anies Tak Maju Pilkada, Refly Harun: Levelnya Harus Naik, Jadi 'King Maker'

Berharap Anies Tak Maju Pilkada, Refly Harun: Levelnya Harus Naik, Jadi "King Maker"

Nasional
Perkara Besar di Masa Jampidum Fadil Zumhana, Kasus Sambo dan Panji Gumilang

Perkara Besar di Masa Jampidum Fadil Zumhana, Kasus Sambo dan Panji Gumilang

Nasional
Refly Harun: Anies Tak Punya Kontrol Terhadap Parpol di Koalisi Perubahan

Refly Harun: Anies Tak Punya Kontrol Terhadap Parpol di Koalisi Perubahan

Nasional
Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

Nasional
Indonesia Dorong Pemberian Hak Istimewa ke Palestina di Sidang PBB

Indonesia Dorong Pemberian Hak Istimewa ke Palestina di Sidang PBB

Nasional
Beban Melonjak, KPU Libatkan PPK dan PPS Verifikasi Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai

Beban Melonjak, KPU Libatkan PPK dan PPS Verifikasi Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai

Nasional
Peran Kritis Bea Cukai dalam Mendukung Kesejahteraan Ekonomi Negara

Peran Kritis Bea Cukai dalam Mendukung Kesejahteraan Ekonomi Negara

Nasional
Refly Harun Ungkap Bendera Nasdem Hampir Diturunkan Relawan Amin Setelah Paloh Ucapkan Selamat ke Prabowo

Refly Harun Ungkap Bendera Nasdem Hampir Diturunkan Relawan Amin Setelah Paloh Ucapkan Selamat ke Prabowo

Nasional
UU Pilkada Tak Izinkan Eks Gubernur Jadi Cawagub, Wacana Duet Anies-Ahok Buyar

UU Pilkada Tak Izinkan Eks Gubernur Jadi Cawagub, Wacana Duet Anies-Ahok Buyar

Nasional
Jemaah Haji Tak Punya 'Smart Card' Terancam Deportasi dan Denda

Jemaah Haji Tak Punya "Smart Card" Terancam Deportasi dan Denda

Nasional
Sebelum Wafat, Jampidum Kejagung Sempat Dirawat di RSCM 2 Bulan

Sebelum Wafat, Jampidum Kejagung Sempat Dirawat di RSCM 2 Bulan

Nasional
Jampidum Kejagung Fadil Zumhana Meninggal Dunia

Jampidum Kejagung Fadil Zumhana Meninggal Dunia

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, PKS: Kontrol Terhadap Pemerintah Wajib

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, PKS: Kontrol Terhadap Pemerintah Wajib

Nasional
Istri di Minahasa Dibunuh karena Mengigau, Komnas Perempuan Sebut Fenomena Femisida

Istri di Minahasa Dibunuh karena Mengigau, Komnas Perempuan Sebut Fenomena Femisida

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com